"Dasar penyihir cacat, pergi kau dari sini!" Seorang ibu langsung mendorong tubuh kurusnya hingga tubuhnya menyentuh tanah di bawahnya. El langsung berdiri dan meninggalkan ibu itu yang tengah merangkul anaknya dengan ketakutan. Berpasang - pasang mata juga tengah melihatnya dengan tatapan jijik dan tak sedikit dari mereka melemparinya dengan batu maupun sampah atau apapun yang berada di sekitar mereka. Dirinya hanya terus berjalan dan membenarkan tudung jaketnya agar menutup wajahnya tanpa memperdulikan sekitarnya. Helaan nafas lelah sekali lagi lolos darinya. Rasa nyeri di lengannya diabaikannya lagipula itu kesalahannya sendiri saat tadi menolong seorang anak kecil yang dilihatnya akan terjatuh dari sebuah pohon, dengan begitu saja dirinya berlari dan menangkap anak itu lalu dipeluknya agar tidak langsung menghantam tanah di bawahnya tanpa memperhitungkan berat anak tersebut sehingga dirinya juga malah terjatuh dan lengan kanannya menghantam tanah terlebih dahulu dan harus menahan beban.
"Ternyata aku masih saja bodoh." Umpatnya dalam hati. El kembali berjalan menuju rumahnya yang bahkan tak bisa dikatakan sebagai rumah. Dirinya saat ini hanya bisa bersyukur dapat tidur di sebuah ruang bawah tanah dari sebuah toko kue di pusat kota."Darimana saja kau?" Suara teriakan itu menyambutnya begitu El membuka pintu belakang toko kue tersebut yang langsung memperlihatkan suasana dapur yang cukup sibuk, sebab untuk menuju ruangannya dirinya harus melewati bagian dapur lalu menuju ke pojok ruangan dan menarik sebuah penutup untuk menghubungkannya dengan ruangan bawah tanah tempatnya beristirahat.
"Sudahlah, itu tidak penting. Sekarang, cepat kau tangkap tikus - tikus itu dan jangan harap aku memberimu makanan jika kau tidak bisa menangkap hewan itu!" Nyonya Jul sang pemilik toko menatapku dengan padangan marah sebelum bergegas kembali ke depan untuk mengurusi pelanggannya. El hanya bisa menghela napas lelah sebelum dirinya mulai menyisir setiap sudut untuk menemukan para pengganggu itu. Setelah beberapa saat dilihatnya sekelebat makhluk pengerat berwarna hitam itu El berjongkok di bawah sebuah meja panjang di pojok ruangan yang berseberangan dengan penghubung ke ruangan bawah tanah dan melihat si Trisha menatapnaya dengan binar polosnya, ya hewan pengerat itu memiliki nama dan bagaimana El bisa mengetehauinya karna entah bagaimana caranya dirinya bisa berkomunikasi dengan mereka.
"Trisha, sudah kukatakan padamu bukan untuk tidak berkeliaran di sekitar dapur?" El menatap hewan pengerat itu dengan pandangan lelah.
"Hei, adik - adikku juga butuh makan." Si tikus itu tampak kerepotan dengan beberapa potongan roti yang berhasil dicurinya.
"Aku akan membagi jatahku untuk kalian, bukan?" El mengingatkan si Tikus dengan perjanjian yang sudah mereka sepakati sebelumnya bahwa Trisha tidak akan megacau lagi di dapur tetapi El harus lela membagi makanannya pada para tikus itu.
Trisha berdecak sebelum membalas "Dan kau juga tau El, kalau makanan yang kau beri pada kami itu adalah sisa - sisa roti yang sudah berjamur sebagian, bahkan aku bisa mengambil roti yang baru selesai dipanggang." Trisha tersenyum mengejek sambil memamerkan roti miliknya. El hanya bisa menghela napas untuk kesekian kalinya, menghadapi seekor Trisha saat keadaan normal saja sudah merepotkan apalagi saat harus berdebat dengan tikus itu.
"Baiklah, untuk sekarang kau bisa lolos tetapi tidak untuk lain kali, kau paham kan?" El melihat Trisha tersenyum penuh kemenangan sebelum segera berlari menuju sarangnya.
"Apakah kau sudah menangkapnya?" Nyonya Jul ternyata sudah kembali ke dapur dan menatapnya yang baru saja membuka pintu belakang toko seakan berpura - pura telah membuang bangkai si tikus pencuri itu. El hanya mengangguk sebagai jawaban sebelum memutuskan untuk kembali ke ruangannya.
***
Dihempaskan tubuh kurusnya di atas kasur lipat tipis satu - satunya alas tidur yang ada di sana bahkan di beberapa bagian sudah berlubang. Dibukanya jaketnya yang berwarna biru terang namun lusuh itu dan melemparkannya ke sembarang arah. Salah satu lengannya menutupi matanya dan berniat untuk langsung tidur tetapi niatnya itu harus diurungkannya saat menyentuh perban yang berfungsi menutupi mata kirinya terasa basah. El menjangkaukan lengannya menuju nakas kecil yang tidak begitu jauh dari tempat tidurnya lalu mengambil perban baru setelah itu dirinya sibuk mengganti perbannya. El bersiap akan tidur setelah membersihkan dirinya saat ketukan di pintu kamarnya terdengar
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian of The Sky
RandomJejak kegelapan yang merajai langit membuat dirinya harus memalingkan wajahnya. Terdengar helaan nafas panjang di antara desauan angin musim gugur yang menjatuhkan dedaunan tua dari batang rapuhnya. Langkah kakinya teratur menimbulkan ritme keteratu...