"Murid-murid yang terlambat ini memang harus diberi sanksi yang berat Pak Kepala Sekolah. Mereka ini sangat berpotensi merusak citra sekolah ini Pak. Hei hei hei hei, kamu yang baru datang, ikut berbaris dibelakang. Lagian kalian ini yang terlambat kenapa banyak sekali, seperti anggota Paskibra saja kalian." Ucap Pak Mulya yang sering kami panggil Pak Mul.
Aku berdiri dibarisan paling belakang. Ya, yang paling terlambat datang tadi adalah aku. Dan yang lebih menakjubkan, aku satu-satunya perempuan disini sekarang. Aku tidak bisa melihat wajah Kepala Sekolah kami yang baru karena terhalang siswa laki-laki yang lumayan tinggi didepanku.
"Baiklah anak-anak, Bapak dengar kalian sering sekali terlambat. Mungkin dulu kalian tidak mematuhi peraturan sekolah karena Kepala Sekolah kalian yang lama tidak terlalu memperhatikan kalian dan lebih terfokus kepada siswa siswi berprestasi. Tapi lain dengan Bapak, mulai hari ini kalian akan mendapatkan perhatian khusus dari Bapak." Suara itu membuatku tertegun. Tatapanku kosong untuk beberapa saat. Aku menahan napas dan lututku yang kurasa sangat lemas. Sampai akhirnya aku tidak sadarkan diri.
Aku memegang kepalaku yang terasa pusing. Setelah sadar, aku mencoba mengingat apa yang terjadi dan kembali merasakan jantungku berdetak kencang.
"Gue harus mastiin sendiri." Ucapku pelan sambil bangun dan keluar dari ruangan UKS.
*~*~*~*
"Lah kemana?" tanya Farzan heran melihat kasur UKS yang kutempati tadi kosong.
"Farzan nyari siapa?" tanya seorang siswi, anak PMR yang menjaga UKS hari ini.
"Cewek yang tadi gue bawa kesini mana?"
"Ohh si Leeya. Udah pergi." Jawabnya ketus seperti biasa jika membicarakanku.
"Kok dibiarin pergi sih? Orang sakit juga." Ucap Farzan sambil berlalu.
"Eh Farzan, Farzan mau kemana?"
Aku menggenggam tanganku yang berkeringat sebelum mengetuk pintu ruang Kepala Sekolah. Aku menguatkan hatiku dan mencoba berpikir jernih. Aku tidak menyadari aku sudah terlalu lama berdiri didepan pintu untuk mengumpulkan keberanianku. Sampai seseorang datang dan makin mengacaukan pikiranku.
"Lo kalo ngga mau masuk jangan ngalangin jalan." Ucapnya seperti biasa. Dengan nada angkuh dan terdengar sangat sombong.
"Lo mau minggir sendiri atau gue..."
"Gue masuk bareng lo." Ucapku memotong ucapan Adit.
Aku tidak tahu apa yang ku lakukan. Tapi kupikir aku harus segera tahu dan memahami semuanya. Apa orang yang sudah lama ingin ku temui itu ada di dalam sana? Dibalik pintu ruangan ini. Apapun yang terjadi aku hanya harus melaluinya.
"Lo siapa?"
"Hah?"
"Gue tanya lo siapa mau masuk bareng gue?"
"Gue, gue..."
"Lo takut? Hhhh bukannya lo preman di sekolah ini." ucap Adit dengan nada sinis.
"Maksud lo?" tanyaku tak terima.
Adit tidak menjawab pertanyaanku dan langsung mengetuk pintu ruangan Kepala Sekolah. Dia melewatiku begitu saja, membuatku menggeser tubuhku dengan sendirinya.
"Tunggu." Ucapku, membuat Adit menoleh padaku.
"Kita liat apa gue masih bukan siapa-siapa setelah masuk bareng lo." Ucapku tajam.
Kami semua terdiam. Papa, aku, juga Adit. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Papa ketika melihatku. Yang pasti aku merasa bingung dengan diriku sendiri. Mengapa aku seperti ini. Aku sangat ingin bertemu Papa. Aku merindukannya setiap hari. Tapi setiap melihat wajahnya, aku seperti kehilangan kata-kata.
"Ziyan." Untuk pertama kalinya dalam waktu dua tahun ini, Papa memanggil namaku lagi. Aku tidak meneteskan air mata. Aku hanya mengingat ucapannya saat akan meninggalkanku dua tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Good Bad Girl
RomanceSeseorang tidak pernah benar-benar baik sampai kamu mengenalnya. Sepeti itulah gambaran kehidupan Aleeya yang penuh dengan rahasia. Siapakah yang akan mampu mengenal Aleeya dengan baik? Akankah Farzan Gandhi Gunadhya, sang idola yang merupakan vo...