Broken

1.3K 22 1
                                    

Dulu, kuanggap kau pria tersetia yang pernah ada di bumi ini, setelah ayahku. Pria terbaik yang akan selalu mendukungku tanpa pernah mengurangi hakku. Seperti mengekang, misalnya. Pria baik hati yang selalu ada di sisiku ketika aku berharap kala itu juga dia ada di sini.

Pria tampan yang hanya menampakkan senyum menawannya kepadaku. Merangkul lembut bahuku dengan membisikkan kata-kata penenang ketika aku merasa langit runtuh menghantam jiwaku. Pria dengan pelukan paling hangat setelah ibu. Kau tak pernah merayuku seperti laki-laki mata keranjang di luaran sana. Itu. Itu yang menjadikanku selalu percaya kepadamu.

Namun, semuanya terasa sirna begitu saja. Rasa yang pernah hadir, kian menguap begitu saja. Rasa yang dulu hadir  bersama bahagia, kini hanya cemburu yang ada. Bodoh. Aku selalu berpikir bahwa kau bisa selalu aku percayai. Bodoh. Seharusnya aku sudah menyiapkan ini sedari dulu. Menyiapkan berlembar-lembar tisu lengkap dengan obat penenang untuk menuntunku menenangkan hatiku yang kian porak poranda setiap hari.

Melihatnya tertawa dengan teman perempuannya saja, sudah cukup membuatku tersenyum masam sepagi ini. Cukup membuatku merasa sudah tak berharga lagi, meskipun benar adanya seperti itu. Dia sudah bahagia, meskipun bukan bersamaku. Lantas, aku yang dulu dianggap sebagai teman bahagianya, sudah cukup bertugas sampai di sini saja kan? Iya tentu, aku tau jawabanmu. Kau akan mengangguk dan membisikkan kata-kata selamat tinggal dan sampai jumpa. Hahaha. Terasa mengiris hati. Hatiku sakit sepagi ini. Terimakasih kamu, semoga bahagia dengan pilihan terbaikmu.

Quote, Sindiran Keras, Nyinyiran, GombalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang