[7]The Answer

359 20 5
                                    

Sesampainya di rumah Shilla, Rio langsung menggendong tubuh Shilla menuju kamar gadis itu. Suhu tubuh gadis itu semakin meningkat, dan itu tentu saja membuat kecemasan di hati Rio kian meningkat pula.

Rumah Shilla terlihat begitu sepi, sepertinya pembantu dan supir Shilla sedang berbelanja untuk keperluan rumah ini. Rio segera membaringkan tubuh Shilla, setelahnya ia sedikit berlari untuk mengambil air kompresan. Tangannya meletakan lap basah di kening gadis tersebut seraya merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik Shilla.

"Kenapa bisa sampai kaya gini, Shill?" Rio memulai monolognya. "Lo mikirin apa sampai lo bisa drop kaya gini?" Rio menghembuskan napasnya kasar. "Bangun, Shill. Jangan buat gue ngerasa bersalah karena gue gak bisa jagain lo dengan baik. Shilla cantik, ayok bangun dong. Buka matanya." Mata Rio tak lepas sedetikpun dari wajah gadis cantik di hadapannya. Melihat Shilla seperti ini lagi tidak pernah terlintas di pikiran Rio karena selama ini ia dan Gabriel sudah berhasil menjaga Shilla dengan baik tanpa luka sedikitpun.

Rio menarik bibirnya untuk tersenyum, "Yaudah, mungkin lo capek dan mau istirahat tanpa dinggangguin kan? Istirahat sepuasnya sampe lo ngerasa puas dan capek karena istirahat terus. Gue jagain lo disini." Rio mendekatkan wajahnya, lalu mencium kening Shilla lama. "Gue sayang sama lo." Setelah mengucapkan itu, Rio memilih duduk di sofa yang sengaja ia geser agar lebih dekat posisinya dengan Shilla.

*****

Gabriel datang tidak lama setelah Rio ikut terlelap di sofa. Seharusnya ia masih di sekolah, tapi Gabriel memilih pulang lebih dulu dan mengerjakan sisa pekerjaannya disini. Ia khawatir sungguh. Ia ingin memastikan kondisi gadis itu langsung, bukan dari orang lain-meskipun orang itu adalah Rio.

"Eh, den Gabriel, mau ketemu non Shilla, ya?" Sapa pembantu rumah Shilla yang bernama Bi Mia.

"Iya bi. Shilla ada di kamarnya kan? Gimana kondisinya sekarang?" Jawab dan tanya Gabriel.

Bi Mia atau yang biasa dipanggil Biiya oleh Shilla itu tersenyum lantas menganggukan kepalanya, "Ada di kamar bareng sama den Rio juga. Tadi pas non Shilla pulang bibi lagi di supermarket den, tapi tadi udah bibi cek kondisinya masih panas den. Tubuh non Shilla juga tadi sempet merah semua, tapi sekarang udah kembali lagi seperti semula." Jelas Biiya secara rinci.

Gabriel mengangguk, "Okedeh kalau gitu aku ke atas dulu, ya, bi. Makasih sebelumnya." Setelah mengatakan itu Gabriel segera mengambil langkah cepat untuk memastikan lagi kondisi gadis itu. Bi Mia menatap punggung tegap Gabriel dengan senyuman. Non Shilla nya itu sangat beruntung, meskipun semuanya tidak sama lagi dan terasa sulit, tetapi ia masih mempunyai dua sosok lelaki tampan yang begitu menyayanginya dan selalu ada untuknya. Bi Mia hanya berdoa, semoga majikannya itu selalu baik-baik saja dan semoga selalu dikelilingi oleh kebahaagiaan. Sudah cukup gadis itu bersedih dan menjadi sosok lain yang sulit didekati.

*****

Sivia dan Ify sampai di rumah Shilla setelah membeli buah-buahan dan beberapa makanan favorit Shilla. Mata mereka menyipit ketika melihat dua mobil yang tak asing bagi mereka. Mereka saling pandang satu sama lain seolah mereka berbicara melalui pandangan itu.

Untuk membunuh rasa penasaran mereka, mereka segera masuk. Rumah tersebut terlihat lenggang.

"Sepi banget ya, pi. Ini Pak Mamat sama Biiya kemana dah?" Gumam Sivia sambil terus melangkahkan kakinya dan mengedarkan pandangan. Ify hanya mengangkat kedua bahunya sambil menggeleng tanda tak tahu. Langkah mereka terhenti ketika sampai di salah satu pintu yang menjadi tujuan mereka. Pintu itu terbuka sedikit dan itu artinya memberi celah untuk mereka melihat kondisi di dalam ruangan tersebut.

Tubuh mereka seakan kaku ketika melihat dua orang yang menjadi lelaki incaran satu sekolah ada disini. Di rumah sahabatnya, rumah Shilla. Yang satu -Rio- sedang tertidur di sofa tak jauh dari posisi Shilla. Sedangkan Gabriel memilih duduk tepat di samping gadis itu sambil menggenggam erat tangan Shilla.

"Nyenyak banget, sih, Shill tidurnya. Kamu belum makan siang loh. Nanti kalau perutnya sakit gimana coba?" Gabriel menghela napas berat. Sungguh, melihat Shilla seperti ini adalah hal yang paling ia hindari. Katakan Gabriel lebay, tapi itu memang serius. Melihat Shilla begini seperti membuka kenangan pahit baginya yang sudah ia tutup rapat.

"Lo cepet bangun, ya! Cepet pulih. Jangan buat gue khawatir. Kalo lo gak bangun terus, gue telepon nyokap gue nihh biar dia kasih tau nyokap lo. Ntar disuruh balik kesana dan gak boleh balik ke Indonesia lagi. Mau kaya gitu hm?" Gabriel terus saja berbicara sembari berusaha menghibur hatinya-perasaanya- yang belum juga membaik.

Dan keterkejutan Sivia serta Ify masih berlanjut ketika Gabriel dengan tenangnya mencium kening Shilla yang tengah tertidur. Mereka saling menatap, lalu Sivia berujar, "Fy, apa yang lo pikirin pasti sama kan sama yang gue pikirin?" Ify hanya mengangguk-anggukan kepalanya bahwa ia setuju dengan ucapan Via.

Ify menarik napasnya perlahan, "Udahlah, Vi daripada kita mati penasaran disini, mending ketuk aja pintunya. Dia pasti kaget kan nanti, dan mau gak mau ya dia harus cerita sama kita. Siapa tau juga kita bisa dapet info soal Shilla biar kita bisa lebih kenal Shilla lagi dan hancurin tembok pembatas itu, Vi."

Sivia mengangguk setuju, dan dengan keyakinan yang mereka bangun sedari tadi akhirnya mereka memutuskan mengetuk pintu tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Terakhir mereka lihat Iyel masih berada di samping Shilla dengan tangan yang menggenggam jemari lembut itu.

*****

Gabriel mengeryit heran ketika mendengar ketukan di pintu kamar gadis yang saat ini tengah terbaring. Meskipun ragu, ia tetap berjalan untuk membuka pintu tersebut. Dugaannya terhadap Biiya salah besar. Seketika wajahnya berubah, terkejut luar biasa karena melihat dua gadis yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat dari Shilla.

Melihat Gabriel, Ify dan Sivia pun segera memasang wajah terkejut juga supaya terlihat lebih natural. Dengan gerakan kaku Sivia menunjuk Gabriel, "Lo... kok lo bisa ada disini sih?" Tanya Via dengan nada yang terlihat gugup.

Gabriel menghembuskan napas berat. Mungkin memang sudah waktunya. Sudah terlalu lama mereka sembunyi, Gabriel tau pasti situasi ini akan tiba dan saat semuanya tiba, mau tidak mau penjelasan itu harus ada. Atau mungkin lebih baik juga begini supaya kedua gadis di depannya ini bisa membantunya dan juga Rio dalam menjaga Shilla. Bagaimanapun juga, hanya kedua gadis inilah yang menjadi teman yang betul-betul dekat dengan Shilla.

"Kita ke bawah. Biar gue jelasin semuanya sama kalian." Ujar Gabriel. Setelah mengatakan itu, Gabriel menutup pintu kamar Shilla dan memimpin jalan untuk kembali ke ruang keluarga.

The Hearts Wants What It WantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang