1

18 4 2
                                    

Virgie membuka kotak kado yang nampaknya ditaroh di dalam gaming room-nya. Jika begitu, maka pasti itu dari orang yang kenal dekat dengannya. Ada surat terjatuh ketika satu bungkus dibuka.

Semangat ujian, cong!

Singkat, padat, jelas. Ada satu bungkus lagi, isinya adalah satu buku catatan kosong yang tebalnya kira kira 200 halaman.

"Lah anjay ngapa nih anak ngasih buku?"

Dia yakin siapa yang memberi itu. Siapa lagi kalau bukan Daya, anak yang tinggal beberapa jengkal dari rumahnya. Walau dia tidak suka buku, dia tetap berterimakasih.

Kafe Antariksa, kafe yang berada di sebelah apartemen Daya. Dia sedang duduk sambil menikmati milktea yang masih dingin. Orang yang tadi mengirimkan barang itu tertawa ketika dia mendapati Virgie melihatnya dengan tatapan jengkel.

"Lo ngapa ke kafe? Belajar sana." Daya menyapa seraya meletakkan milktea-nya di meja.

"Heish, lo ndiri kagak belajar." Balasnya sambil tetap berjalan menuju tempat pemesanan. Tiba tiba hp Daya berdering, kakaknya memberitahukan sesuatu. Dia segera bergegas pulang tanpa menghampiri Virgie lagi.

Saat dia melangkahkan kakinya ke dalam rumah, betapa terkejutnya dia melihat rumah gelap gulita. Yah, nampaknya Zabdan sedang melihat film layar lebar super hero yang terkenal di ruang tv.

Tanpa bertanya lagi, Daya segera ke arah kamarnya dan ia mendapati sebuah kotak smartwatch masih tersegel rapi dan album boy group favoritnya yang mendampingi di sebelahnya.

"Ada kiriman dari omma, coba pulang, deh."

Itu lah yang dikatakan Zabdan tadi melalui hp.

Daya tidak begitu ingat wajah orang tuanya, tetapi ia tahu bahwa mereka berada di luar negri. Zabdan memintanya untuk jangan berusaha mengingat dan terlalu ingin tahu tentang mereka untuk kebaikannya. Maka Daya menuruti itu.

"DAYA KITA SEKELAS!" Sorak perempuan berambut pirang yang tingginya sama dengan Daya.

Daya melambaikan tangan ke arahnya, "Oh. Sama siapa lagi?"

"Sama... Rena, sama Achil." Jawabnya sambil meletakkan jemarinya di dagu. Pose orang mengingat

"Yelah kan lo Rena. Berarti cuma kita bertiga dong?"

"Nggak. Kita ber-28 tepatnya."

"Aduuuh, iya deh." Ucap Daya sedikit kesal dan gemas.

Tidak lama setelah itu, Achil datang. Mereka menanyakan liburan masing masing. Ternyata kelas mereka adalah 8R-3.

Mereka bertiga duduk di etalase hall sambil menunggu kawan kawannya yang lain.

Daya, yang berurutan kedua jenius diantara mereka. Satu satunya yang dapat berbicara lancar 3 bahasa negara.

Siapakah nomor satu jenius? Dialah Achil. Semakin dikuatkan ketika dia mendapat ranking pertama di kelas mereka.

Kemudian ada yang berdarah campuran, tentu itu adalah Rena. Dia terkenal bijak dan sangat membantu menyelesaikan masalah.

Ghina. Dia adalah anak yang memberi wawasan luas, kenalannya banyak dan luas serta ingatannya sangat kuat.

Sherly dan Celline. Dua anak yang seperti kembar entah takdir dari mana, tetapi sifatnya kontras.

Keenam anak tersebut sekelas pada tahun ajaran yang lalu.

"Chil, chil chil chil chil." Sahut Sherly.

"Apaan?" Yang dipanggil menoleh.

"Chilli." Lanjut Celline.

"KRIK KRIK KRIK!" Goda Ghina yang tiba tiba sudah datang sambil berlari kecil.

"Jahat amat lo ama Celline. Ntar dia nangis, lho!" Bela Rena sambil berpura pura mendengus kesal. Mereka semua tertawa dan terus berbincang.

Ditengah perbincangan seru, Pak Herman datang menyuruh para murid agar segera menuju lapangan. Hari ini merupakan hari pertama tahun ajaran yang baru. Tahun ajaran dimana Daya berada pada bangku kelas delapan.

Para murid segera mencari barisan kelas mereka masing masing. Daya yang sudah berada pada barisan menoleh ke sekitar untuk menerima beberapa informasi. Siapakah teman sekelasnya? Siapakah yang berada pada kelas apa?

Matanya membulat sebentar ketika melihat Virgie berjalan ke arah barisannya.

Oh, sekelas nih kita?  Tanya Daya dalam hati kemudian dia menghela nafas. Ternyata Virgie berada pada kelas sebelah, 8R-4.

Mata mereka bertatapan. Daya langsung melambaikan tangan ke arahnya dan mulutnya membentuk senyuman kecil. Virgie yang berada para barisan depan membalas sapaan itu dengan mendongak sedikit dan tersenyum kecil juga.

Upacara selesai, seluruh murid langsung bubar barisan. Ada yang masih menyempatkan diri ke kantin, ada yang duduk duduk. Sebagian besar ke kelas meletakkan tas mereka kemudian pergi lagi. Dan.. ada juga yang segera berlari ke kamar mandi. Achil berlari kecil mengikutinya di belakang.

"Lo gakpapa?"

Separate WaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang