"Buat apa kamu ngundang bocah ingusan itu ke rumah? Nggak guna."
Taehyung diam di tempat menatap kekasihnya yang sedang mencari-cari jaket kulit kesayangan di lemari kamar. Nampaknya ia terburu-buru hari ini, sudah bersiap-siap berangkat padahal masih jam tujuh pagi. Mungkin ada panggilan mendadak dari atasan, atau ada proyek yang harus diselesaikan sebelum petang. Tapi yang membuat Taehyung tertegun bukan kesibukan Yoongi ― duh, kalau soal itu ia sudah sangat kebal. Ia biasa ditinggal Yoongi selama berhari-hari di tempat kerja, bahkan ditinggal ke luar negeri sebulanan sebelum mereka mengadopsi Jungkook. Frekuensi bertemu mereka yang minim tidak lantas membuat Taehyung menahan langkah lelakinya mengejar impian menjadi produser musik yang diakui dunia internasional. Sekali mereka berjanji setia, berkomitmen tinggal bersama, dan membangun keluarga, Taehyung tidak pernah mempertanyakan kesetiaan Yoongi.
Yang perlu dipertanyakan sekarang adalah, alasan kenapa ia terdengar sangat kesal ketika Taehyung berencana mengundang orang luar ke kediaman mereka.
"Namanya Jimin, bukan bocah ingusan. Dia adik sepupu Joonie-hyung?" jelas Taehyung, ingin menambahkan fakta kalau anak bernama Jimin ini pernah berkunjung tiga kali sebelumnya. Ia tidak pernah cari masalah apalagi terlibat cek-cok dengan Yoongi. Kata Namjoon, Jimin di sekolah juga anak yang ramah dan punya banyak teman. Kalau jejak rekamnya bagus, apa yang harus dikhawatirkan?
"Ya aku tahu. Tetap jangan bawa dia ke sini."
"Boleh aku tahu alasannya?"
"Pokoknya nggak boleh."
Uhm. Biasanya Yoongi tidak kekanakan begini. Barusan ia terdengar seperti remaja labil yang enggan diatur tapi suka mengekang. Taehyung cuma bisa geleng-geleng kepala, kemudian beranjak menidurkan diri di atas kasur.
Sebenarnya semalam Jungkook rewel sekali, tidak bisa tidur dari jam dua belas malam sampai jam empat pagi ― padahal beberapa minggu terakhir, malaikat kecilnya itu sudah punya pola tidur yang konsisten. Walhasil, ia pun ikut tidak tidur, menemaninya sampai tenang dan berhasil terlelap lagi. Jadi jangan heran kalau pagi ini ia terlihat lelah, lebih ingin istirahat seharian daripada keluar mengajak Jungkook berpetualang. Kondisi ini juga yang membuat Taehyung terpikir untuk mengundang Jimin ke rumah. Anak itu adalah satu-satunya yang bisa meluluhkan Jungkook dalam waktu singkat. Di pertemuan pertama mereka dua bulan lalu, Jungkook yang biasanya sangat pemilih dan sensitif dengan orang yang menggendongnya ― tiba-tiba saja bisa nemplok pada Jimin seperti koala. Hal ini tentu mengejutkan banyak orang. Namjoon sampai teriak heboh "Ooh! Keajaiban!!!" karena selama ini ia cuma bisa membuat Jungkook menangis kencang. Seokjin yang saat itu juga berada di TKP memberikan respon tak kalah dramatis, ia mengguncang-guncang pundak Taehyung sambil meracau, "Aku tidak layak mendapatkan perlakuan seperti ini, Taehyung-ah. Dia! Bayi itu! Aku menganggapnya seperti darah dagingku sendiri dan dia masih menolakku???"
Mengingat peristiwa bersejarah itu, Taehyung tersenyum tipis. Memenangkan hati Jungkook memang sebuah tantangan besar. Sampai sekarang, tiap Taehyung pulang ke kampung halaman, orang tua dan adik-adik Taehyung masih susah payah membuat Jungkook tenang dalam dekapan mereka. Bayi kecil itu terus-terusan merengek, tidak bisa Taehyung tinggal lama-lama. Yoongi, si Ayah sendiri saja butuh waktu berbulan-bulan, padahal ia bertemu dan berinteraksi dengan Jungkook secara berkala, terutama saat weekend (karena di hari-hari biasa, Yoongi pulang saat Jungkook sudah tertidur dan berangkat lagi sebelum Jungkook sempat bangun). Karenanya, wajar kalau semua orang jadi iri begitu mendengar ada yang berhasil menakhlukkan Jungkook dengan santainya.
Oh.
Tunggu sebentar.
"Sayang, apa kamu cemburu pada Jimin-ah?" tiba-tiba Taehyung bertanya, sesaat sebelum Yoongi pamit dan memberinya kecupan di dahi.
"Hah. A-apa? Tentu saja tidak!" tepis Yoongi cepat, dengan muka sedikit memerah. Yang seperti ini justru membuat Taehyung semakin yakin ada sesuatu yang Yoongi sembunyikan darinya. Saat Jimin berhasil menggendong Jungkook, Yoongi memang tidak ada di tempat, sibuk mengisi rangkaian pelatihan produksi lagu di luar kota. Tapi dari desas-desus tetangga (baca: Hoseok), Yoongi mendiamkan Namjoon tiga hari penuh sesudah kawan lamanya itu mengabarkan, "Hei, adik sepupuku kemarin menggendong anakmu lho, dan coba tebak, Kookie nggak nangis! Malah ketawa senang." dengan antusias. Entah apa lagi yang Namjoon katakan, tapi nampaknya Yoongi sangat terguncang; tidak siap menerima fakta ada orang selain Taehyung dan dirinya yang sanggup membuat Jungkook merasa nyaman.
Taehyung jadi ingat, saat Jimin berkunjung kali kedua dan kebetulan Yoongi ada di rumah, perkenalan mereka sungguh sangat canggung. Yoongi yang biasanya berusaha tersenyum manis dan masih menginisiasi obrolan ketika bertemu orang baru, entah kenapa lebih banyak diam dan kalem menanggapi celotehan Jimin soal musik (ya, anak itu menggemari lagu-lagu yang diproduksi Yoongi bersama timnya, bahkan ingin sekali belajar langsung proses produksi pada kekasihnya). Saking kalemnya sampai membuat Taehyung khawatir Jimin merasa terintimidasi. Tapi saat itu Taehyung tidak mau berpersepsi aneh-aneh, barangkali Yoongi sedang letih seusai dikejar deadline. Padahal ada kemungkinan Yoongi malas bicara karena yang ia hadapi adalah saingannya dalam memperebutkan hati Jungkook? Hihi.
Sungguh, saat kekasihnya sedang cemburu, ia jadi seratus kali lebih menggemaskan.
"Hmm. Kalau tidak, berarti aku tetap undang dia ke sini, ya? Please." Taehyung mengajukan proposal sekali lagi, kali ini dengan menampakkan puppy eyes andalan dan pose memohon. Ia tahu Yoongi tidak akan melarangnya melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas. Mereka berdua punya hak yang sama dan terbiasa menghargai pilihan masing-masing, tidak ada yang saling menguasai di rumah ini, sekalipun Yoongi cenderung lebih protektif.
"Terserah." Balas Yoongi sok-sok ketus. Taehyung tahu ia sedang merajuk dan cepat-cepat memberinya pelukan. Ingin sekali ia menarik Yoongi, mengajaknya berbaring di atas ranjang dan saling bercerita tentang hari-hari yang melelahkan. Protes pada kekasihnya kenapa harus tetap berangkat kerja di saat weekend. Namun ia paham betul tanggung jawab besar yang dipegang Yoongi saat ini. Ia harus bersabar.
"Kalau tidak ingin Jimin kemari, tetaplah di sini. Aku sedang butuh kamu, Yoonie." Goda Taehyung, sementara lawan bicaranya mendengus pasrah.
"Tae, anak-anak itu akan comeback dalam waktu dekat."
"Aku tahu, aku tahu." Taehyung memberi Yoongi tepukan kecil di pundak, memastikan padanya kalau ia tengah bercanda, tidak akan membuat Yoongi merasa bersalah karena batal berkumpul dan merealisasikan keinginannya rekreasi bersama keluarga kecilnya saat akhir minggu. "Sampaikan salamku pada Jihoon."
"Hah. Jihoon terus yang dipikir. Bilangnya tidak punya bias."
"Ya soalnya dia gemesin, lebih gemes dari kamu."
Biasanya Yoongi suka menyindir selera musiknya yang acak dan ketertarikannya pada grup populer yang ada di bawah naungan agensi tempat Yoongi mengabdi (percayalah, Taehyung tidak pernah absen membeli album dan sempat ikut konser mereka beberapa kali). Tapi kali ini, Yoongi tidak memberi komentar apapun. Ia mengelus-elus rambut Taehyung yang masih berbaring sambil berujar pelan,
"Saat aku sudah menerima gaji ... dan luang nanti ... uhm ― tidak, kupastikan meluangkan waktu hingga dua minggu. Aku akan mengajakmu dan Kookie ke luar negeri. Entah kemana, yang penting kita akan membuat memori indah bersama."
.
.
Deklarasi terakhir Yoongi sebelum akhirnya benar-benar berangkat itu terus terngiang-ngiang di kepala Taehyung; bahkan ketika memandikan, menyuapi, mengajak Jungkook bermain ... kalimat itu berulang-ulang hadir dalam bayangannya. Sudah lama sekali, sejak Taehyung terakhir kali melepas Yoongi berangkat kerja dengan perasaan haru (juga dengan hati yang sangat-sangat gembira).
KAMU SEDANG MEMBACA
taegi + baby kook : the series
Fiksi PenggemarKisah sehari-hari pasangan Min Yoongi - Kim Taehyung dan anak lelaki kesayangan mereka, Jungkook ♡ ― Warning: Randomness & Suggestive Themes. PG-13. Definitely Not a Parenting Guide™