Sakit

170 8 2
                                    


Waktu semakin berlalu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Sepanjang hari ega lalui dengan kegiatan di kampusnya. Kadang, ia harus disibukkan dengan beberapa tugas yang super super menumpuk. Hal itu tentu saja sangat menguras tenaganya. Waktu istirahatnya pun terkadang berkurang. Karena diforsir dengan tugas yang kejar deadline. Tak jarang, ia harus menginap di rumah temannya. Dikarenakan waktu dan jarak yang tak memungkinkan untuk bolak balik dari rumahnya ke rumah temannya.

Walaupun begitu, Ega sangat menikmati pekerjaanku itu. Karna dengan begitu, beban cinta dan pikiran tentang Irwan sedikit menghilang. Ega jauh lebih bahagia mengerjakan tugas daripada diam di rumah dan terus menerus makan hati dengan semua sikap Irwan yang tak menentu.

"Ga, kok muka kamu pucet banget? Kamu sakit?" Tanya Lesti yang sedari memandang wajah Ega yang terlihat sayu. Pandangan matanya beda dari biasanya. Ega tidak biasa bersikap tidak semangat seperti ini.

"Enggak kok les, Ega gak papa. Sedikit kecapean aja" Ega tersenyum manis menatap sahabat tercintanya itu. Ia berusaha meyakinkan temanya bahwa dirinya baik-baik saja. Meskipun sesungguhnya keadaan badan Ega cukup drop. Sejak kemarin, badannya terasa tidak enak. Tapi, Ega tak mau menganggap itu sebagai beban. Apalagi sampai merepotkan teman-temannya.

"Kalo kamu kecapean, istirahat aja ga. Kita gak mau kamu kenapa-kenapa" timpal Rara.

"Iya ga, benar. Tugas ini biar kita yang lanjutkan. Iya kan Ra?" Lesti menatap Rara.

Ega bukanlah tipe orang yang gampang memberi tugas pada orang lain. Ia bukan orang yang suka merepotkan orang lain,terutama sahabatnya. Jadi, Ega pasti menolak keras permintaan Lesti yang memintanya untuk pulang dan membiarkan kedua temannya ini kerepotan mengerjakan tugas yang masih sangat menumpuk itu.
Rara mengangguk sempurna menanggapi perkataan Lesti. Ega menggeleng mantap mendengar ucapan Lesti.

"Enggak les, Ega gak papa kok. Lagian Ega gak akan tega biarin kalian ngerjain tugas sebanyak ini tanpa bantuan Ega."

"Tapi ga,kamu itu lagi sakit. Liat muka kamu, pucet banget gitu." Timpal Rara.

"Iya les, Ega yakin Ega gak papa kok. Ega bisa jamin itu, oke?" Ega tersenyum dengan muka memelas. Berharap sahabatnya ini yakin bahwa ia tidak apa-apa.
Lesti dan Rara hanya bisa menghela nafas. Sahabatnya ini memang sangat keras kepala. Jika ia bilang tidak, maka tidak. Tak bisa ada penolakan. Meskipun Ega tahu, bahwa dirinya juga sedang drop.

"Baiklah,ga. Kami ijinin kamu ngerjain tugas ini, tapi kamu harus janji, kalo kamu ngerasa capek kamu harus istirahat."
Ega tersenyum lega. Ia bahagia memiliki dua sahabat yang saling pengertian dan peduli pada Ega.

****

Badan ega serasa lemas dari tadi. Bahkan, ia harus menahan rasa mual dan muntah. Ega harus berpura-pura buang air kecil supaya temannya tak tahu bahwa ia sedang menahan sakit. Dada ega bahkan serasa sesak. Mungkin ini efek karena Ega menahan mual dan muntahnya.

Keringat mengucur deras dari dahinya. Mulutnya juga terasa sangat pahit saat ini. Perutnya terasa sangat perih. Bibir pucatnya sangat terlihat. Meski berkali-kali dua sahabatnya itu telah memaksanya istirahat. Namun, Ega tetaplah Ega. Ega yang sangat keras kepala. Ega selalu menolak keras saat Lesti dan rara memintanya pulang.

Perjuangan keras bagi Ega untuk menahan mual selama dua jam. Tugas yang tadi menumpuk, kini sudah mulai berkurang. Hanya setengah bagian lagi yang harus Ega dan dua kawannya ini kerjakan.
Rasa tubuhnya sudah tak karuan. Perutnya seperti ditusuk-tusuk. Tenggorokan kering seperti tidak minum selama setahun. Bibirnya juga pecah-pecah. Lidahnya makin terasa pahit. Entah, rasanya sudah tak bisa dibayangkan saat ini. Rara dan Lesti memandang Ega penuh prihatin.

KETIKA IRGA BERTASBIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang