Chapter 01 - Ke(MALU)an

26 0 0
                                    


Adam mengaitkan satu persatu kancing kemejanya dengan tak henti-hentinya mendumal. Bahkan sampai kancing yang terakhir, gerutuan masih keluar dari bibirnya.

Jika bukan karena seorang teman, Adam tidak akan memakai seragam merah terang yang membuat matanya silau ini. Adam sudah bersikeras, Dia akan tetap membantu Beni, temannya, tanpa harus memakai seperangkat seragam ini. Tapi Beni tak kalah bersikerasnya dengan Adam, bahwa Adam harus memakai seragam itu jika ingin membantunya.

"Lo kalo gitu ngebantunya setengah-setengah, peak!" Sanggah Beni kala itu.

Udah minta bantuan, menyuruhnya memakai seragam merah terang mencolok mata, ditambah mengatainya pula! Teman terlaknat mana lagi yang kau dustakan selain Beni?

Untung Beni tidak menyuruhnya mengendarai motor dari kantor Beni, setidaknya Dia bisa bersembunyi dari ribuan mata manusia dengan berada di dalam mobil.

Sedang sibuk-sibuknya seorang Adam mencari alamat dengan bantuan GPS. Beni meneleponnya, yang membuat Adam semakin jengkel.

"Dam—"

"Lo tau nggak sih? Gue cuma pengen cepet selesai, udah diem." Adam mematikan telepon tanpa mau tau apa yang akan diucapkan teman laknatnya itu.

——

"D..06, nah bener kan sini?" Adam melihat alamat yang tertera digenggamannya, dan nomor kamar yang berada di depannya.

Dengan menggangguk pasti dan tanpa basa-basi, Adam mengetuk pintu di depannya. Bismillah, semoga nggak emak-emak bawel, biar cepet kelar.

Mata Adam jelalatan dan sampai di satu titik, dalam hati Dia menjerit. Ada bel bego, ngapain ngetuk pintu?!

Selesai membatin, tiba-tiba ada suara rusuh dari dalam. Seperti suara benda terbuat dari besi yang berjatuhan. Adam syok, baru saja ia berniat menempelkan telinga ke pintu itu, seseorang sudah lebih dulu membukanya.

"Eh iya Mas? Ada apa ya?"

Jangan tertipu, raut mukanya memang datar, tapi karena ini seorang Adam, walaupun dengan wajah sedatar itu, siapapun tidak akan percaya bahwa dalam hati ia memaki. Nggak liat ini seragam ngejreng gue, kampret?!

"Ehem..paket mbak." Sejak kapan seorang Adam bisa ramah? Sekali ini saja.

"Paket buat siapa ya Mas?"

Berhasil. Wanita bercepol berantakan dihadapannya berhasil membuat seorang Adam mengangkat sebelah alisnya, walau hanya sedikit nyaris tidak terlihat.

"Untuk yang bertinggal di alamat ini." Balas Adam tak kalah polosnya dengan pertanyaan wanita ini. Dia menunjuk ke arah pintu apartment di hadapannya.

"Tapi saya nggak ada nunggu paketan Mas, emm maksutnya, mungkin bukan buat saya. Saya nggak ada pesen apa-apa." Wanita bercepol berantakan menggaruk rambutnya, membuatnya semakin berantakan.

"Saya hanya mengantar sesuai alamat. Silakan diterima dan ditanda tangani." Belum selesai, ..nggak usah mempersulit, bego!

Wanita itu terlihat takut ingin menerima sekotak paket yang berada digenggaman Adam. Ayolah, woi!

"Silakan!" Adam menyodorkan paketan dengan sedikit memaksa.

"Mas tapi ini bukan punya saya, Mas." Sanggah wanita ini sekali lagi.

"Oh iya, tanda tangani di sini. Silakan." Dan sekali lagi, Adam menyodorkan secarik kertas dengan paksa.

"Mas, saya.."

Destiny DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang