Chapter 03 - Belum Waktunya

2 0 0
                                    

~~

"Maaf, Kak. Tapi memang dia kurir paket yang paling sesuai dengan yang Anda cari."

Siapapun juga tau, mbak-mbak manis berseragam merah mentereng yang duduk di belakang layar monitor sudah menahan segala kesabarannya menghadapi Dama dan Aretha. Dama sudah tidak mau tau lagi, yang pasti satu, dia sudah malu. Tapi Aretha? Dia tetap bersikeras bahwa mereka harus mencari kurir itu di kantor pengiriman paket ini, lagi.

"Gimana bisa sih Dam? Jangan-jangan mata lo bureng kali waktu itu, lo jadi salah liat, bayangin yang bukan-bukan. Gitu."

Dama menatap Aretha jengah, kan sedari kemarin dia sudah bilang, dia tidak mau lagi mencari tau tentang cowok itu. Mungkin memang halusinasinya yang mengambil alih saat itu, sehingga dia membayangkan sosok lain. Tapi Aretha tetap saja memaksanya untuk mencari tau. Mau tau rupa teman busuk itu seperti apa? Liat saja Aretha.

"Tapi gue masih ada cara lain sih," Aretha menatap Dama dengan senyum cemerlangnya, yang Dama ketahui itu jenis senyuman pembawa sial untuk hidupnya.

"Nggak lagi-lagi ya, Ret." Dama mencoba memberi tatapan peringatan untuk Aretha.

"Gue yakin, Dam. Cara ini barang kali cara yang paling ampuh." Aretha mengepalkan tangannya penuh semangat. Dia tidak sabar, menikmati melodrama percintaan Dama dengan pangeran mimpi nya. Oh tidak ding, sebenarnya dia lebih ke kepo dengan rupa pangeran mimpi Dama, sehingga bisa membuatnya menggebu-gebu seperti ini. Tapi cukup dirinya saja, Dama tidak perlu tau. Aretha tersenyum geli dalam hati.

"Perlu lo garis bawahi, kata yakin sama barang kali itu udah bertolak belakang." Dama memutar kedua bola matanya sebal. Aretha pikir Dama tidak tau bahwa temannya itu terlalu bersemangat karena satu dan lain hal.

Memang Dama selalu menceritakan tentang apapun yang terjadi di kehidupannya kepada Aretha, termasuk tentang mimpinya. Tapi baru kali ini saja, Dama mengaku pernah melihat sosok itu di depan matanya langsung. Dama mengerti, itulah yang membuat Aretha bersemangat. Karena sedari dulu Aretha tidak terlalu percaya dengan apa yang terjadi di mimpi tapi setelah mengalami hal seperti ini, giliran dia yang bersikeras untuk menemukan sosok di dalam mimpi Dama itu.

"Dam, hidup itu harus optimis." Aretha mengangguk penuh keyakinan. Tidak dengan Dama yang menggeleng-geleng heran.

___

"Really? Jadi ini yang lo rencanain? Ret!" Dama bersidekap, tidak mampu lagi menghadapi rencana-rencana absurd Aretha.

Ditatapnya kardus-kardus paketan yang masih anteng di atas meja bacanya, yang semuanya total berjumlah lima. Dama sempat heran, mengapa setiap hari di apartement nya selalu kedatangan paket. Ternyata di sini lah biang keroknya.

Jangan salahkan Dama, mengapa Dia tidak menyadarinya sedari awal. Karena otaknya masih waras, tidak seperti Aretha yang rada sakit.

"Gimana? Ada yang lo cari?" Tanya Aretha seraya menatap kardus-kardus paketan yang nganggur itu.

"Nggak, Ret. Jadi hentiin semua yang mau lo rencanain lagi." Balas Dama penuh ancaman. "Dan beresin itu." Lanjutnya seraya menunjuk kardus-kardus paketan yang malang.

"Nggak mungkin, Damaaaa. Masak iya dalam lima hari kita nggak dapet abang kurir lo. Setau gue aja satu alamat satu kurir lho, jadi bakal sama terus gitu. Nah apalagi ini kita pesen lima hari berturut-tur—"

"Emang lo yang punya perusahaan jasa kirim paket itu? Udah ya, Ret. Sebelum gue stress ngadepin lo nih." Potong Dama yang sudah terlanjur greget dengan tingkah Aretha.

"Aaaa tapi, Dam. Kepo." Aretha memajukan bibirnya, meminta keadilan kepada sahabat karibnya ini. "Harusnya waktu itu lo selfie sama dia, jadi gue nggak bakal sengebet ini." Lanjutnya yang membuat Dama semakin greget.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Destiny DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang