04

4.9K 882 74
                                    

HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN VOTE DAN COMMENT!

Pagi di Suku Salvik tak jauh berbeda dengan pagi sebelumnya. Orang-orang sudah mulai sibuk dengan urusan masing-masing dari matahari belum menampakkan wujudnya sampai menjelang waktu makan malam. Mereka pergi berburu, menggembala, dan ke kota untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Para wanita yang sudah menikah akan membawakan bekal untuk suami mereka dan kembali pada rutinitas untuk merawat rumah, menjaga anak-anak mereka atau berkumpul bersama di balai.

Disini tidak umum berbelanja menggunakan uang. Mereka masih menggunakan sistem barter dimana perasan susu segar dari ternak mereka akan ditukar dengan bahan makanan di Ulus ataupun Yakutia.

Ketika matahari terbit dan intensitas butiran salju yang turun berkurang. Salvik akan lebih cerah dimana anak-anak bermain di depan rumah dengan ibu mereka duduk di teras untuk mengawasi sembari merajut pakaian hangat.

“Natal aku akan pulang”

“Huh?” Taeyong mengerut, merasa tidak dengar.

Mereka mengambil tempat duduk lebih jauh dari tanah lapang. Menghindari lemparan bola salju dari anak-anak yang bermain. “Natal nanti aku bersama orang tuaku akan pulang ke Korea”

Lagi-lagi Taeyong merengut. Kali ini dia bingung bagaimana Ten bisa ke Korea. Ini pertama kali temannya itu kembali ke negara ibunya.

“Hebat, kau pasti kaya” Itu cukup wajar jika Taeyong mengatakan hal itu.

Tak ada orang Salvik yang menggunakan uang. Bahkan itu cukup umum untuk diketahui. Itu berarti Ten terbilang kaya untuk ukuran penduduk Salvik biasa. Bayangkan berapa lembar yang dibutuhkan untuk membeli beberapa perlengkapan, tiket, biaya makan, dsb.

“Ayahku bekerja di ladang Yakutia, itu sebabnya kau jarang melihat ayahku dirumah. Ia juga menjual beberapa ekor sapi kami ke kota”

Oh, beruntungnya. Ten memiliki sapi sedangkan dia tidak. Dia memiliki rusa tapi Ten juga memilikinya. Bahkan rusa milik Ten lebih banyak.

“Sebenarnya, kemarin ibuku mengatakan ingin pulang ke Korea. Dia mungkin mengharapkan natal disana tapi bagaimana aku bisa mendapatkan uang sedangkan natal hanya tersisa empat puluh hari”

Taeyong mengatakan itu dengan wajah sendu. Disampingnya Ten mulai menghela nafas. Dia mengerti perasaan itu karena dulu dia juga pernah mengalaminya.

Seharusnya perasaan sendu sudah cukup baik tercipta. Tapi sebuah flash camera mengacaukannya dari seberang tempat mereka duduk. Mereka mendongak dengan waktu yang bersamanan.

Disana Jaehyun tengah asyik dengan kameranya. Dia mengarahkan lensanya tepat didepan Taeyong dan Ten. Jujur saja mereka terganggu tapi atensi Jaehyun yang semakin dekat berjalan menghampiri dimana mereka duduk membuat Taeyong mendadak canggung.

“Hai” Sapanya tak tau diri.

“Selamat pagi Tuan Jung. Apa tidurmu nyenyak?” Jaehyun tersenyum sangat tampan. Itu sambutan yang terlalu manis di pagi hari.

Di waktu yang sama ketika melihat bagaimana Ten begitu ramah terhadap semua orang, Taeyong rasanya ingin sekali memiliki sifat seperti itu. Dari pada menjadi akrab dia selalu memilih diam dan memperhatikan.

“Salvik adalah pilihan terbaik untuk beristirahat. Kau lucu seperti biasa Ten” Menjadi lebih terbuka di hari ketiga nyatanya berdampak kepada Jaehyun. Dia bahkan sudah menganggap Salvik adalah rumah keduanya. Itu bagus karena Jaehyun tipikal pria jutek menyebalkan.

Tanpa disadari, Jaehyun diam-diam melirik Taeyong lewat ekor matanya. Dari awal dia menginjakkan kaki di Salvik. Taeyong adalah satu-satunya orang yang tidak pernah mengajaknya bicara, sama sekali. Bagaimana menjadi akrab jika mereka saja tidak pernah bertatap muka.

[ᴇɴᴅ] ꜱᴀʟᴠɪᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang