Bella POV
Hari ini tepat ulang tahunku yang ke tujuh belas, memang tidak ada yang istimewa. Tidak ada pesta, tidak ada kado, dan sepi. Aku tidak menyukai keramaian. Saat ini aku sedang duduk di kamar apartemen, pemberian dari orang tua ku yang entah berada di mana. Sudah lima tahun aku tinggal di sini, tidak pernah orang tuaku mengunjungi anaknya ini bahkan sedikit pun tentang mereka aku tidak tahu. Apartemen dan segala kebutuhanku diurus oleh orang kepercayaan orang tuaku, katanya.
Namaku Cristalyn Bella, tapi di surat itu aku tidak boleh menyebutkan nama depanku. Jadi, orang-orang tahu namaku Bella saja. Aku duduk di kelas tiga SMA Nusa Harapan, sekolah ternama di daerah ini.
Aku mungkin bisa dibilang termasuk golongan kalangan orang atas. Semua bukan hasil kerjaku, aku mendapatkannya dari orang kepercayaan orang tuaku. Aku dikirimkan empat puluh juta per bulannya, katanya ini dari beberapa aset keluargaku yang masih berjalan saat ini dan ia bilang saat aku tamat SMA nanti semua aset-aset itu akan diserahkan padaku sepenuhnya.
Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi dan aku sudah bersiap berangkat sekolah. Memang ini yang aku lakukan selama tiga tahun belakangan ini karena di sekolahku tidak ada pem-bully-an. Oh tidak, ku tarik kata-kataku barusan. Tidak ada pem-bully-an selama kau tidak mengganggu Queen Bee di sana, dan jangan pernah berurusan dengannya jika tidak ingin di-bully.
Pastinya kalian bingung kenapa aku seperti ini dan jawabannya adalah karena aku tidak ingin diganggu, bisa juga dibilang aku tidak ingin berteman dengan siapa pun. Kebanyakan dari mereka tidak mau berteman dengan orang-orang dari kalangan bawah, seperti perbedaan status sosial. Harta sangat dilihat dalam pertemanan.
Mereka tahu aku bisa sekolah di sini karena beasiswa dan memang benar. Tapi hell, tanpa beasiswa itu pun aku bisa masuk di sekolah ini.
Aku sudah sampai sekolah dan masih pukul 6.10 pagi, jadi aku memutuskan untuk ke kantin mengisi perutku yang belum sarapan tadi.
Setelah selesai, aku menuju ke kelas. Sepanjang koridor semua murid perempuan membicarakan murid baru, yang katanya tampan.
Aku duduk di bangku, kebetulan aku duduk sendiri karena tidak ada yang mau duduk bersamaku apalagi ini di pojok belakang.
Bel masuk berbunyi
Pak Indra masuk, seketika kelas menjadi sepi karena Pak Indra terkenal dengan guru yang tidak memberikan toleransi bagi siswa yang ribut di kelasnya. Guru berkacamata, rambut botak dan kumis tebalnya itu masuk bersama dengan anak baru itu.
Mungkin pengaruh anak baru itu melebihi pengaruh dari pak Indra, buktinya saja saat ini kelas menjadi ribut tanpa memedulikan Pak Indra yang sedang mengusap-usap kumisnya sambil memandang ke segala arah.
"Ekhm," dehem Pak Indra, membuat kelas seketika menjadi sepi.
"Perkenalkan namamu!" perintah Pak Indra.
"Xander, California," ucapnya singkat, padat, jelas, membuat semuanya melongo melihatnya dan aku baru sadar dari dia masuk kelas sampai sekarang dia menatapku. Hey, memangnya ada yang aneh dengan diriku?
"Baiklah, Xander. Kau boleh duduk di samping Bella," ucap Pak Indra sambil menunjuk bangku sampingku yang kosong.
Xander berjalan menuju mejaku, tidak-tidak maksudku meja yang berada di sampingku. Semua mata mengikuti arah berjalannya Xander ke bangkuku. Seberapa besar pengaruhnya? Apa karena ia tampan? Eh?
"Bu Ani tidak masuk dan dia tidak meninggalkan tugas apa pun, kalian free class," ucap pak Indra membuat kelas menjadi heboh setelah beliau keluar.
Sepertinya aku harus menyiapkan mental karena Fio alias Queen Bee itu berjalan ke arahku atau lebih tepatnya ke arah Xander dengan sombong. "Hai, aku Fiona," ucapnya menyapa Xander yang sama sekali tidak memedulikannya.
"Heh kau, pindah sana, aku mau duduk sini!" ucapnya memerintahku, aku pura-pura saja ketakutan dan mematuhi perintahnya dari pada harus bermasalah dengannya.
Saat aku sudah merapikan barangku dan berdiri, Xander menarikku sehingga aku terduduk lagi. "Tidak, kau tetap di sini!" perintahnya.
Oke sepertinya aku mulai takut dengan keadaan ini, Fio menatapku tajam seolah ingin mengulitiku tapi Xander malah menatapku seperti ... memohon?
Aku pikir jika aku tidak menuruti Fio, aku bisa di-bully dan lebih parahnya masuk rumah sakit, lalu kenapa aku harus tetap di sini bersama Xander? Oke, aku bingung.
Aku berdiri lagi untuk pindah, tapi lagi-lagi Xander menarikku duduk bahkan saat ini aku sudah duduk di pangkuannya. "Tetap di sini!" ucapnya penuh penekanan dan menatapku tajam, aku menelan saliva berat dan terpaksa mengangguk.
"Kau, awas kau!" ancam Fio. Baiklah sepertinya hidupku setelah ini akan semakin banyak tantangannya dan entah sejak kapan tangan Xander telah melingkar indah di perutku, dia menyusupkan kepalanya ke cekukan leherku.
"Mate," gumamnya.
"Xander, lepaskan!" perintahku sambil berusaha agar dia melepaskanku untuk kembali ke bangku milikku, tapi usahaku gagal karena tenaganya jauh lebih kuat dari pada tenagaku.
Aku menyerah, aku diam dan menungkupkan wajahku ke lipatan tangan di meja. Akhirnya lama-kelamaan tangan yang ada di perutku lepas dan langsung saja aku pindah ke bangkuku.
Pelajaran berganti dan juga kenapa guru-guru hari ini banyak tidak masuk? Aku mulai jengah karena sedari tadi Xander hanya memerhatikanku, bukannya aku percaya diri tapi memang kenyataannya.
Bel istirahat berbunyi
Cepat-cepat aku keluar dari kelas dan menuju ke perpustakaan karena hanya di sana tempat yang mungkin aman. Aku mengambil novel dan mulai membacanya di sudut perpustakaan. Setelah kurasa keadaan aman, aku langsung saja keluar dan menuju ke kantin untuk mengisi cacing-cacing di perutku yang sudah minta jatahnya.
Jangan ditanya lagi jika koridor saat ini benar-benar sepi, jawabannya adalah rata-rata siswa sedang berada di kantin. Aku melangkahkan kaki santai karena waktu istirahat masih sepuluh menit, tiba-tiba tanganku ditarik dari samping dan badanku didorong hingga menempel di dinding persis seperti cecak.
Hei, siapa yang melakukan ini padaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Back [END]
WerewolfInilah aku, Cristalyn Bella. Aku tak tahu siapa orang tuaku. Sejak kecil, aku sudah tinggal di panti asuhan. Hanya ada kertas kecil dan kalung yang diletakkan di sampingku saat bayi dulu, di kertas itu tertulis permohonan maaf dari orang tuaku dan u...