Morning

15 3 0
                                    

RAKA ABIMANYU

Cuaca pagi yang cerah seharusnya menjadi semangat tersendiri bagi orang-orang yang beraktifitas di luaran sana. Namun, hal itu sepertinya tak berlaku bagi Raka Abimanyu. Lelaki itu masih betah bergelung dengan selimutnya. Mengabaikan suara ponselnya yang meraung-raung sejak sejam yang lalu. Bukannya berhenti karena si pemilik ponsel yang enggan menjawab panggilan itu, justru si penelpon tetap membuat suara dering ponsel itu makin keras, mengalahkan suara alarm.

“Kampret! Ganggu banget!” dengan enggan Raka meraih ponselnya, mengatur ponselnya menjadi mode getar kemudian meletakkan ponsel itu asal di atas meja dan melanjutkan tidurnya.

Tak lama, ponsel itu kembali bergetar. Tidur Raka kembali terusik. Dengan umpatan yang kembali keluar dari bibirnya, Raka meraih ponselnya. Menggeser tanda hijau di sana tanpa melihat siapa si penelpon yang telah merusak acara tidurnya.

“Yaaaang!!! Lama banget ngangkatnya!!”

Belum juga Raka sempat mengatakan apapun, suara perempuan di seberang telepon sudah menyelanya. Dengan mata yang masih setengah mengantuk, ia menjauhkan sedikit layar ponselnya. Tertera nama Ardini ❤ di sana.

“Sorry, baru bangun.”

“Jam segini baru bangun? Buruan mandi! Jemput aku ke kampus! Aku ada kelas pagi. Jangan bikin aku telat deh, Yang!”

“Iya.”

“Buruan, Yang! Jangan tidur lagi!”

“Iya.”

Raka kembali mengernyit mengenai nama yang muncul di layarnya tadi. Sejak kapan ada lambang hati pada nama itu. Seingatnya, Raka hanya memberi nama Ardini pada kontak pacarnya itu.

Ulah dia nih pasti yang ganti nama.

Jam dinding kamarnya menunjukan pukul 6.15. Masih sepagi ini dan dia sudah mendengar ocehan dari pacarnya. Seharusnya ia sudah harus terbiasa dengan ini. Pacarnya akan selalu mengganggu paginya ketika dia ada jam kuliah pagi. Dengan masih setengah sadar, Raka melangkahkan kaki ke kamar mandi.

“Kamu nih kebiasaan deh, Yang! Aku kan udah bilang kalau ada jam pagi.” baru saja ia mendudukkan dirinya di kursi teras rumah Ardini, pacarnya itu sudah mengomel.

“Nih, makan dulu. Aku tau kamu belum sarapan.” ujarnya sembari menaruh roti dan susu di meja.

Bila dalam drama atau film biasanya si pemeran pria akan menolak dengan alasan takut merepotkan pacarnya, Raka bersikap sebaliknya. Ia langsung memakan roti itu tanpa berkomentar lagi. Dulu ketika awal mereka menjalin hubungan, memang Raka pernah mengatakan hal semacam itu. Dan Ardini malah makin mengomelinya. Raka malah malas mendengarnya. Ketika sedang menyantap roti itu, Ardini mengarahkan ponselnya ke arah Raka.

“Kamu ngapain?” tanyanya.

“Lagi buat ig story.” jawab Ardini santai sembari mengotak atik ponselnya.

Kebiasaan. Paling habis ini getar ada tag.

Nah kan.

Kasian yang jemput pagi-pagi. Belum sarapan 😘

Bisaan banget caption-nya.

“Udah lah, yok berangkat. Ntar telat kamu ngomel lagi.”

Masih dengan wajah yang sedikit merengut, Ardini naik sembari memasang helm.

Tak butuh waktu lama, keduanya telah tiba di pelataran parkir Fakultas Bahasa tempat Ardini menuntut ilmu. Tanpa melepas helmnya, dan hanya sekedar membuka kaca helm, Raka menatap Ardini yang sedang merapikan rambutnya. Raka pun reflek ikut membantu Ardini merapikan poninya. Hal itu tentu menjadi pemandangan tersendiri bagi mahasiswa yang berlalu lalang di sana.

“Yang, ntar jangan sampe telat lho jemput akunya.” ujar Ardini dengan nada manjanya.

“Iya.”

“Beneran lho, Yang. Ntar kamu lupa lagi.”

“Iya. Udah sana masuk.”

“Oh ya, Yang. Kapan-kapan jemput aku pake mobil ya kalo pas aku pulang siang.”

“Udah sana masuk kelas.”

Bye, Sayang.” Ardini melambaikan tangannya dengan memamerkan senyum paling menawan yang dimilikinya. “Hati-hati ya, Yang.” sambungnya.

Tanpa membalas, Raka menutup kembali kaca helmnya kemudian mulai pergi menuju fakultasnya sendiri. Sepanjang jalan menuju ke fakultasnya, Raka memikirkan hal ini…

Sampai kapan ia mampu menjalani dan menyikapi hal semacam ini...

The CunéyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang