"Terkadang aku lelah jika harus dikejar masalalu, bagaimana jika jangan diingat? Bahkan, melupakanmu saja aku belum tau caranya."
Tok tok tok..
suara ketukan pintu terus menggema, karena sang pemilik kamar ini masih setia berbaring dengan mimpinya yang indah."Neng... neng yaya, bangun neng" suara bi Sri pun memanggilnya tanpa henti.
"Biar saya saja bi" entah sejak kapan ibunya sudah berdiri di belakang bi Sri. Bi Sri pun membungkuk sambil tersenyum ramah kepada nyonya nya itu "baik bu".
"Tolong siapkan sarapan untuk yaya ya bi, jangan lupa buatkan bekal juga" usai mendengar apa yang diperintahkan, bi Sri pun kembali ke dapur dengan tangan yang memegang sapu.
"Sayang bangun" teriak Mirna didepan pintu kamar yang enggan terbuka.
Tok! tok! tokkk!
Uhuk.. "Iya bu" Nadya terbangun dengan terbatuk setelah mendengar ibunya yang tak henti-hentinya membuat kebisingin.
"Ibu tunggu dimeja makan, yaya cepetan nanti telat" seru Mirna diluar kamar.
Setelah mengambil handuk yang tergantung dibelakang pintu, Nadya bergegas menuju kamar mandi.
Seketika, ia pun berdiri didepan cermin saat melihat pantulan dirinyanya yang menyedihkan, mata nya yang sembab dengan lingkaran hitam dibawahnya, dan bibirnya yang pucat karena belum sempat makan saat kemarin malam.
Ia tersenyum, senyum yang amat memilukan. Sebenarnya ia pun tidak ingin seperti ini, namun, rasanya sulit sekali melepas seorang lelaki pada masa lalunya itu.
Ditujunya ruangan yang akan menyegarkannya dengan langkah berat.
Nadya muak, benar-benar muak. Andai kata melepaskan masa lalu itu semudah menggenggam masa-masa selanjutnya. Seandainya lelaki itu tidak akan pergi, pasti hal-hal seperti ini tidak akan ada dihidupnya.
Lantas siapa yang harus disalahkan? Lelaki itu? Masalalunya? Atau takdir yang seakan membenci gadis berambut hitam ini.
Seusai mandi ia terburu-buru untuk memakai seragam putih birunya. Jam sudah menunjukan pukul 06.45.
Dengan tergesa-gesa, ia menuruni anak tangga, meninggalkan satu benda di atas nakasnya.
"Bu, yaya pamit" setelah memakai sepatu hitam miliknya, kemudian pergi dengan mencium telapak tangan ibunya, Mirna.
"Gak sarapan dulu Ya?" teriak Mirna.
"Yaya udah telat bu, nanti bekalnya yaya makan kok" balasnya cepat.
Dengan amat terpaksa, Nadya harus berjalan kaki sampai kesekolah, karena jarak yang lumayan dan supirnya yang harus pulang kampung untuk menengok istrinya yang tengah mengandung.
Kakinya ia gerakan dengan langkah lebar, setengah berlari.
Ya ampun, kenapa kaya lama banget sih... Keluhnya dalam hati.
Setelah sekian lama, akhirnya gerbang hitam yang menjulang tinggi pun terlihat, senyum syukur terbit dimuka pias gadis ini, tidak bertahan lama, gadis ini pun meruntuki dirinya, saat melihat bahwa ternyata gerbang SMA Budi Bangsa sudah tertutup rapat.
Yahh... telat kan. Di hukum nih pasti mana tuh cowok ngeliatin gue aja.
Nadya pun menggerutu dengan kesal.Cowok dengan lesung pipi
itu pun menghampirinya, menatap penuh selidik.Apa-apaan sih ini cowok, gue cuma telat tapi diliatin terus kaya gini...
"Siapa nama kamu?" Tanya cowok sipit itu. Nadanya yang dingin menginstrupsi indra pendengeran gadis ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/168330635-288-k390118.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity | Park Jimin
Teen Fiction"Mencintaimu adalah hal yang tidak pernah kurencanakan. Tapi sekarang, kehilanganmu adalah hal yang paling kutakutkan" |Nadya Berliani| "Semua yang terjadi bukan sekedar (kebetulan). Hidup ini sudah ada aturan. Apapun yang terjadi pasti memiliki ma...