Bab 1 : Terpaksa

25 1 0
                                    

"Kunci saya mana yah?" Kata-kata itu selalu membuatku risih setiap sore hari.

"Nggak tahu, cari sendiri!" Balasku dengan ketus. Laki-laki berkemeja hitam itu terus sibuk mencari benda yang terus ia sebut. Mondar-mandir seperti setrika baju, membuat keadaanku semakin kesal dengan kelakuannya.

Seharusnya 5 menit yang lalu, ia sudah pergi dari tempat kerja karena ia berkata ada urusan yang mendesak. Tapi, sifatnya yang selalu lupa dengan keberadaan barangnya. Membuat keberadaan dia menambah kerisihanku.

"Tadi saya nyimpen diatas meja, tapi kok nggak ada yah?" Dia kembali mengacak-ngacak mejanya.

"Kebiasaan suka lupa barang sendiri" balasku kembali sambil memegang jidat yang daritadi meronta ingin pecah melihat kelakuannya. Akhirnya dia keluar dari ruang kerja. Entah, dia mencari kunci itu sampai ujung dunia pun, aku tidak peduli. Setidaknya kelakuannya tidak membuatku risih lagi.

Baru saja berucap tenang karena dia telah pergi dari ruangan. Dia kembali dengan senyuman ala kuda.

"Tahu nggak teh kunci motor saya dimana?" Aku berpikir dia sudah menemukannya di tempat lain. Tentu saja, Aku langsung menggelengkan kepalaku.

"Ini ngegantung di celana saya." Dia kembali menunjukkan nyengir kudanya. Tanpa basa-basi aku langsung melipat kursi dan berusaha mengangkat, "ngomong lagi. Dimana?" Nada bicaraku berubah  menjadi sinis karena kesal dengan kelakuannya.

"Jangan marah atuh." Seandainya aku seorang kanibalisme, mungkin dari kemarin aku sudah menelan bulat-bulat orang ini karena kelakuannya.

"Yaudah saya pulang dulu, assalamualaikum," aku membalas salamnya walaupun digandrungi rasa kesal. Memang mengingat kebiasaannya bisa membuatku stress.

Aku mencoba untuk menenangkan diriku dengan duduk di dekat meja kerjaku. Tanganku tidak hanya diam menikmati ketenanganku. Dia berusaha menampan kertas - kertas yang keluar dari mesin cetak. Baiklah, keributan tadi membuatku lupa memperkenalkan diri, namaku Viana Sonia, kalian bisa memanggilku Via. Usiaku sudah menginjak 18 tahun lebih. Dan aku bekerja di sebuah sekolah menengah kejuruan sebagai guru honorer dengan mata pelajaran prodiktif. Iya aku tahu usiaku masih sangat belia menjadi guru di sebuah smk. Tapi, hal ini aku terpaksa menerima pekerjaan ini karena suatu hal.

Oh iya, aku akan memperkenalkan orang yang dari tadi membuatku muak.. Namanya Muhammad Harist Mutaqin. Entah usianya berapa tahun karena setiap kali aku menanyakan usianya dia selalu mengelak. Bodo amat dengan usianya, bukan urusan diriku. Karena profesi kami berdua sama, aku memanggilnya dengan "Pak". Namun yang aneh dari dia, dia memanggilku dengan sebutan 'teh' entah apa alasan dia memanggilku dengan sebutan tersebut. Itu merupakan salah satu misteri dari dirinya. Dia merupakan partner kerjaku yang membuatku ingin menjitaknya setiap hari. Salah satu kebiasaan buruknya yang membuatku ingin menelan tiang bendera di sekolah. Karena aku tipikal orang yang sangat risih dengan orang yang sibuk mencari barang.

Itu saja perkenalan singkat. Mungkin seiring berjalannya waktu kita akan kenal satu sama lain. Aku mengalihkan mataku untuk mendapatkan rileksasi.

"Tuhkan" kata itu langsung terlontar dari mulutku ketika melihat helmnya tertinggal di mejanya. Rasanya ingin melempar helmnya ke mukanya dan mengatakan, "Makanya jangan rusuh, pelupa mulu,"

Benar-benar partner kerja ini bisa membuatku kurus dalam waktu 7 hari tanpa diet dan tanpa pelangsing tubuh. Terpaksa aku mengambil helmnya dan mengejarnya ke parkiran. Kulihat Dia dengan tenang memasukkan kunci motornya ke lubang kunci tanpa memikirkan apakah dia memakai helm atau tidak.
Kadang sesekali aku berpikir, apakah orang ini benar-benar lupa dengan barang bawaannya atau memang sengaja mengerjaiku? Karena hampir setiap hari, pasti ada saja yang tertinggal. Mulai dari kunci motornya, kotak bekalnya, dan juga helm. Dan selalu aku yang harus mengejarnya

"Dasar pelupa ! ini helm ketinggalan. Untung nggak direbus juga sama saya," dia kembali menyengir seperti kuda.

"Eh, iya teh. Makasih." Dia mengambil helmnya dan langsung memakainya. "Yaudah, saya mau pulang dulu,"

"Udah sana, musingin juga disini juga," dia meninggalkan parkiran, sedangkan aku kembali ke ruang kerjaku karena aku harus mengurus pekerjaan untuk acara yang akan diselenggarakan esok. Aku berjalan menaiki anak tangga menuju lantai 2.
Kukira pikiranku akan tenang setelah dia pergi dari ruang kerja. Namun telingaku terpekik mendengar kata "cie-cie" dari siswa - siswa yang menyaksikan aku menyusul dia untuk memberikan helm padanya.

Dengan cepat aku langsung mengelak dengan tuduhan mereka. Mereka tetap tidak percaya semenjak rumor kami berdua mulai beredar diseluruh penjuru sekolah.

Iya, semenjak kejadian kemah jurusan. Gosip kedekatan kami mulai tumbuh hingga saat ini. Entah, aku berusaha meluruskan semuanya. Namun, sia-sia saja karena rumor ini semakin kuat karena kedekatan kami selama ini. Tidak perasaan sedikitpun dengan dia, walaupun pernah sejumput rasa padanya dan itupun sementara.

Dan mungkin tidak akan pernah tumbuh lagi... Selamanya....

To be continue...

Note :
Teh : Panggilan untuk perempuan yang usianya lebih tua dalam bahasa sunda.

My Gaje PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang