Bab 4 : Tumbuhnya Gosip

14 1 1
                                    

"Semenjak kemah kemarin, si Via jadi rajin ke sekolah, iya bu Hany. Sejak ada Pak Harist juga," Perkataan itu mempekik telingaku.

"Iya, bu Farid. Asalnya susah banget kalo disuruh ke sekolah tuh. Sekarang mah rajin terus."

"Apalagi pas kemah, bu. Tahu nggak mereka berduaan terus bu... Kaya yang pacaran," pada kata terakhir membuatku ingin menyemburkan air yang tengah aku teguk. Semua kejadian itu memang terjadi begitu saja.

Setelah menyelesaikan kewajibanku mengajar. Aku segera ke gedung utama untuk mengabsen bahwa aku meninggalkan sekolah ini. Tiba - tiba Pak Indra menyusulku dari belakang.
"Mau ke gedung utama, Via?" Aku hanya membalasnya dengan anggukan saja.
"Bareng, kebetulan saya mau ke sana juga," Aku mengiyakan saja. Entah berbicara dengan Pak Indra sangat kaku dibanding berbicara dengan Harist.

"Eh, ngomong-ngomong Pak Joko sama Bu Fauziah itu suami-istri yah ?" Pertanyaan itu terlontar dari Pak Indra ketika melihat Pak Joko dan bu Fauziah saling bergandengan tangan untuk masuk ke ruangan mereka. Sedangkan aku dan Pak Indra menuruni tangga setelah menyebrang menggunakan jembatan

"Iya, pak. Pasutri.. Maklum cinlok lah pak. Banyak kok guru-guru yang cinlok di sini," aku berhenti sejenak untuk memahami pembicaraan Pak Indra.

"Jangan berpikir aku sama Pak Harist bakalan cinlok ya," mataku langsung menyorot pak Indra, tetapi Pak Indra malah tertawa mendengarkan perkataanku.

"Baru aja saya mau ngomong. Eh udah keduluan sama kamu,"

"Ihh, bapak aku nggak mau sama beliau ih." gerutukku

"Emang kenapa ? Padahal kalian berdua udah cocok kok," Nadanya terdengar mengejek

Aku menarik napas kasar, "Ih bapak, beliau itu nyebelin, suka gaje, sifat nya yang kekanak-kanakan dan pelupa... Aku capek harus tiap hari ngingetin barang-barang dia,"

"Adeuy, itu buktinya kamu perhatian sama beliau. Udah kalian cocok jadi pasangan.. Serasi banget," Pak Indra menunjukkan kedua jari telunjukan yang saling menyatu

"Ihh bukan, aku tuh nggak ngasih perhatian ke beliau. Tapi, aku suka risih aja kalo liat orang yang suka lupa barang bawanya,"

"Ya, nggak apa-apa. Saling melengkapi. Kamu yang bersikap dewasa membimbing beliau untuk dewasa. Kamu udah jadi calon istri yang baik buat dia," diakhir kalimat rasanya aku ingin memuntahkan makanan yang tadi aku santap

"Masa cewek yang membimbing cowok sih pak? Gini pak, aku mending sama cowok yang usianya sepantar sama aku, tapi dia bisa membimbing aku jadi lebih dewasa dibanding yang usianya yang lebih tua dibanding aku tapi malah aku yang harus membimbingnya," tanpa henti aku mengoceh didepan Pak Indra, dan respon Pak Indra hanya terkekeh.

"Yaudah, terima aja kekurangan dia. Segitu kamu paling lengket pas kemah kemarin juga," Aku menarik napas dengan kasar dan berusaha duduk di bangku panjang dengan pos security.

"Dengarkan aku yah pak.. Ya terserah bapak mau anggap aku curhat atau bercerita, atau mendongeng apapun itu aku pingin ngomong.. Aku emang sempet suka sama Pak Harist.... Inget yah 'sempet suka' pas awal-awalnya." Kulihat Pak Indra memposisikan diri untuk duduk disampingku, "Tuhkan dugaan saya bener. Kamu teh suka sama Pak Harist."

"Yah, aku mengakui pernah suka tapi itu dulu sebelum aku akhirnya ilfil sama dia. Biar aku ceritakan,"

**
Diatas tanah yang tidak begitu luas, kami mendirikan tenda. Ya tahu lah kalo anak cewek masang tenda banyak ngomong dibanding kerjaanya

"Lu yang mestinya nahan itu patoknya bro. Jadi kagak lepas lagi," kata-kata yang kurang lebih aku ingat segitu yang aku lontarkan sembari menahan patok pada sisi lain.

My Gaje PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang