- Lima: Menemukanmu -

174 23 9
                                    

"[Name]! Are you okay?"

Putaran cangkir yang diatur Nagi cenderung pelan, tetapi gadis itu bengong seolah diputar sekencang mesin cuci yang sedang beroperasi. [Name] ikut memegang setir cangkir yang terasa dingin bagai es. Lamunan barusan terfokus ketika Tenn meraba bagian perut. Luka yang pernah didapat karena pernah menolongnya.

"Aku baik-baik saja," jawab [Name] tersenyum kaku.

Nagi menatap nanar gadis yang selama ini tulus menjadi teman sekantornya. Tanpa menginginkan tujuan lebih. Mengajaknya ke taman hiburan sudah cukup menggembirakan. Namun, ia tidak ingin gadis yang mengajaknya justru bersendu ria.

"Kalau ada masalah, kau selalu bisa bercerita kepadaku. Bahasa Jepangku sudah jauh lebih baik. Setiap tahun, aku selalu mengikuti kursus dan belajar mandiri."

"Apa kau belajar bahasa demi pekerjaan?" tanya [Name] tampak penasaran. Pria tampan itu menggeleng saat pertanyaan itu diarahkan kepadanya.

"Demi passion. Berawal dari kesukaanku terhadap Magical Cocona, lalu menyadari bahwa Jepang sangatlah indah. Di sini memang sangat berbeda dengan kampung halamanku di Northmare, tetapi aku betah di sini."

"Tujuanmu memang sangat unik dan tercapai. Karena kesukaan saja, kau bisa berjuang sampai sejauh ini. Tapi aku berbeda. Aku hanya menunggu, berharap, dan menyesali hari-hari tidak semulus yang kuinginkan."

Tangan kiri Nagi tetap bertahan di posisi setir cangkir, sementara tangan kanannya beralih menyelip helaian rambut [Name] ke sisi telinga. "Kau berjuang. Aku tahu. Hanya saja caramu lebih lambat, tapi bukan berarti kau takkan bisa keinginan itu."

Kedua sudut bibir [Name] terangkat. "Aku senang bisa berteman denganmu. Kampung halamanmu ... aku jadi penasaran."

Jemari Nagi sempat mengudara setelah menyelip helaian rambut [Name], lalu menyentuh punggung tangan gadis itu. "Kalau begitu, apa kau ingin ke sana bersamaku?"

"E-eh?" [Name] terkejut mendengar ajakan Nagi. "Ke Eropa pasti jauh dan mahal. Aku belum selesai membayar sisa biaya perkuliahanku."

Putaran cangkir pun semakin melambat. Permainan akan segera berakhir. Nagi mengusap dagu. "Tenang saja, aku bisa membiayaimu! Sebenarnya aku tidak begitu tertarik pulang ke sana, tetapi jika bersamamu ... mungkin aku akan lebih berani menemui abangku."

"Rokuya-san baik, ya," tutur [Name] tersenyum lebar. "Tapi maaf, aku tidak bisa sekalipun kau bersedia membiayaiku."

Iris biru Nagi mengarah ke sepasang sepatu yang dikenakannya.

"Apa selain jarak dan biaya, Kujo-san termasuk juga?"

Terdiam sesaat, [Name] mengangguk. "Mungkin. Dia tak mengingatku, tapi berpengaruh dalam hidupku. Kalau saja dia tak menolongku ... mungkin hari ini aku tidak akan bisa bersenang-senang dengan kalian. Mungkin aku akan mengurung diri di dalam ruangan dan mengalami trauma berkepanjangan."

"Kalau boleh tahu, Kujo-san menolongmu karena masalah apa?" Nagi menyandarkan tubuhnya ke sisi cangkir. Setir cangkir yang bisa dikendalikan tidak lagi disentuh satu pun dari mereka.

"Sekitar natal tahun dua tahun lalu, ada empat preman yang berusaha melecehkanku saat sehabis bekerja paruh waktu. Beruntung Tenn menemukanku, tetapi ia harus dibawa ke rumah sakit karena diserang di jalan buntu."

"Kalau begitu kejadiannya, berarti aku resmi kalah telak," ujar Nagi mengedipkan sebelah manik. "Kujo-san menemukanmu lebih dulu. Dan kita bertemu karenanya."

"Kalah?" [Name] menautkan alis. "Memangnya kalian sedang berkompetisi?"

"Permainan sudah selesai." Bukan Nagi yang menyahut [Name] demikian, melainkan Tenn yang sudah berada di samping cangkirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ˡᵒˢᵗ & ᶠᵒᵘⁿᵈ [ᵉⁿᵈ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang