02

866 41 12
                                    

                           
***

"E--em, gak perlu kok, tante. Nanti Asha bisa pulang sendiri, kok." Ucapnya halus. Ia bingung bagaimana ia harus menolak, ia sangat sungkan jika harus menolak. Tapi ini juga tidak baik jika ia dan Rafif berduaan didalam mobil. Bisa-bisa ia kena amukan dari Ummi tercintanya itu.

"Enggak!" Ucap Nilam tak terbantahkan. "Ini juga udah sore, gak baik perempuan kayak kamu jalan sendirian, nanti kalau ada apa-apa gimana." Ia berfikir sejenak, benar juga apa yang dikatakan Tante Nilam. Tapi ia harus bagaimana menjelaskan dengan umminya. Pasti umminya akan bingung kenapa ia bisa pulang dengan laki-laki.

"Dan kamu jangan khawatir, kalian gak bakalan berduaan saja dimobil, bahkan Dhiva pun bisa menemani kalian." Tambahnya.
Dhiva pun menyela, "Gak bisa tan, aku mau bantuin bunda buat bikin kue. Jadi gak bisa nemenin deh." Hei, tentu saja itu hanya alibinya. Untung saja bundanya itu sedang tidak ada. Ia tidak akan mengganggu me time sahabatnya, dengan sepupunya itu.

Nilam menghela nafas, ia tau kalau Dhiva hanya mengelak. Namun disatu sisi ia juga ingin, tapi tidak mungkin membiarkan anaknya berduaan didalam mobil dengan yang bukan mahromnya. Tapi tidak lama kemudian, datang seorang anak berumur 5 tahun berlari meuju kearahnya. Tentu dengan suara khasnya.

"BUNDAAAAAAAA!!!" Teriaknya.
Dinda, yang berstatus sebagai adik kandung Rafif melompat kepelukan sang ibu, Lalu terlintas dipikiran Nilam.

"Nah, kalau begitu ajak saja dinda untuk mengantar Asha." Usulnya.
Sambil memberi tahu anak bungsu-nya. "Sayang, kamu ikut Abang nganterin kak Asha ya," ucapnya lembut. Dinda pun mengerutkan dahinya. "Kakak, siapa bunda?" Tanyanya.
Nilam tersenyum, ia tahu kalau anaknya tidak bisa menyebutkan nama Asha. Tidak lama Asha pun menyela, "Panggil kakak Aca, aja." Ucapnya tersenyum. Tentu saja, Siapa yang tidak gemas melihat bocah seperti dinda. dengan pipi gempal, dan menggunakan kerudung bermotif mickey mouse dengan telinga diatasnya.

Dinda menatap Asha lama. Lalu ia pun tersenyum, keluar dari pelukan ibunya dan berlari kearah Asha. "Kakak cantik sekali." Ucapnya. Asha duduk mensejajarkan tinggi badannya dengan Dinda. Asha pun mengulurkan tangannya untuk mengajak berkenalan. "Kenalin nama kakak, Asha." Dinda pun menyambut uluran tangan Asha.
"Nama aku, Dinda kak," ucapnya. Dan jangan lupakan dengan suaranya yang membuat siapapun gemas. "Kakak, mau pulang?" Tanyanya lagi. "Iya," jawab Asha tersenyum. "Yaudah, ayo bang kita anterin kakak aca." Ucapnya semangat.

Rafif menatap Asha sebentar, Lalu ia menatap bundanya. Nilam pun hanya mengangguk. "Asha, mau kam dianterin Rafif," ucap Nilam meyakinkan. "I--iya tante." Ucapnya gugup. Dinda pun kegirangan dan melompat untuk minta digendong oleh Rafif. Ia menyambutnya dengan senang hati, lalu ia pun berucap, "mari, Sha." Lalu mereka pun berpamitan dan berjalan beriringan. Nilam dan Dhiva yang melihatnya pun hanya tersenyum bangga dan berkompak- ria saat mereka sudah tidak terlihat.

***

Saat dijalan, sebenarnya Asha lebih memilih duduk dijok belakang. Tidak mungkin kan ia duduk didepan!? Namun sepertinya impiannya itu tercapai. Karena Dinda merengek untuk memintanya duduk didepan. Ia pun sempat untuk menolak, tapi melihat wajah memohon dari Dinda, dan Rafif juga membujuknya membuat Asha urung duduk dibagian belakang. Alhasil, ia pun duduk didepan seperti ini dengan Dinda dipangkuannya. Untung saja Dinda selalu mengoceh tentang ceritanya disekolah, maupun dirumah. Dan tidak membuat nuansa dimobil menjadi canggung. Terkadang Rafif hanya menanggapi adiknya yang hyperaktif itu dengan senyumnya, yang bisa membuat siapapun melayanh melihatnya. Jika kalian bagaimana reaksi Asha, Tentu saja ia juga termasuk. Ia hanya mengalihkan penglihatannya keluar jendela.

Rafif berdehem, "Maaf kan adik saya, yang selalu mengoceh." Ucapnya tanpa menatap.
Asha pun menoleh kearahnya, Rafif pun menoleh sembari tersenyum sebentar, lalu mengalihkan penglihatannya lagi menatap jalanan.

HE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang