Sekelompok remaja berjaket kulit merah gelap berdiri mengelilingi nisan dengan kepala tertunduk, menatapi ukiran di atas batu itu masih dengan perasaan tidak percaya. Tidak terima. Kematian yang menurut mereka tidak harus terjadi.
Here lies our beloved son, brother, and friend.
Zilong Zhao
2002 - 2017
R.I.PAlucard berlutut. Ia tersenyum ketika mengelus nisan yang bertuliskan nama sahabatnya itu.
"Sorry, Zil." bisiknya. Tangannya lalu mengepal, "setelah setahun menunggu ternyata keadilan tidak berpihak padamu--" luapan emosi membuat napas Alucard tercekat. "keadilan tidak berpihak pada kita."
Hayabusa melipat kedua lengannya di depan dada. Menundukkan kepala dalam, berusaha menekan emosinya sendiri.
"Dia bebas." suara Alucard serak. "Pengkhianat itu." Buku-buku jarinya membiru saat pikirannya tertuju kepada seseorang. Orang yang sangat ia benci.
Si pengkhianat. Si pembunuh.
"Jika hukum tidak bisa mengadilinya," Alucard bangkit berdiri, menatap teman-temannya dengan tatapan membara. "biar kami yang turun tangan."
***
Lesley mengetuk-ngetuk meja counter dengan bosan. Toko kuenya sangat sepi. Berbeda sekali keadaannya jika dibandingkan setahun yang lalu. Biasanya meja-meja di dalam tokonya selalu dipenuhi para pelanggan yang sangat menyukai kue buatan Mamanya.
Semuanya gara-gara dia.
Kehidupan keluarga Lesley yang semula baik-baik saja, mendadak kacau.
Dan itu semua salah dia.
"Bisa minta tolong, sayang?" Mama Vance tiba-tiba muncul, meletakkan satu kotak transparan besar berisi satu lusin cheesecake. "Kirim ke rumah Paman Tigreal, ya. Bisa, kan?"
"Oke, Ma." sahut Lesley, bangkit dari kursinya dan melepas celemek.
Mama Vance tersenyum tipis melihat wajah putrinya yang tampak tidak terlalu senang.
"Mengapa wajah cantik anak Mama ini di tekuk?" godanya, mencubit hidung Lesley sambil tertawa kecil.
"Nggak apa-apa." sahut Lesley malas sambil mengangkat kotak berisi kue. "Aku pergi dulu."
Rumah Paman Tigreal tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Lesley. Cewek itu mengayuh sepeda menyusuri jalan setapak pinggir hutan pohon pinus agar bisa sampai lebih cepat ke rumah pondok milik Paman Tigreal, sahabat ayahnya di kepolisian.
Pikirannya jadi melayang pada Ayahnya. Lesley menghela napas panjang. Sudah hampir dua bulan mereka tidak bertemu. Lesley sangat merindukan Ayahnya.
Seutas tali tiba-tiba membentang di antara pohon, membuat Lesley tersadar dari lamunannya dan memekik kaget. Ia berusaha mengerem sepeda, tetapi terlambat. Lesley terjegal, membuatnya terpelanting dari sepeda. Tubuhnya berguling-guling di atas aspal dan menurut beberapa orang, hal itu terlihat lucu. Suara tawa terdengar di telinga Lesley.
Sekelompok remaja cowok seumurannya muncul dan Lesley tahu benar siapa mereka. Berjaket kulit merah gelap, skinny jeans hitam dan sepatu tali hitam. Red Hawks-- salah satu geng remaja paling berbahaya di Dawn Village.
Perlahan, Lesley berusaha bangkit berdiri walaupun sekujur tubuhnya terasa nyeri. Sekelompok remaja cowok itu jelas memiliki tubuh lebih tinggi dan besar darinya. Ada enam cowok, dan sekarang mereka berdiri di depan Lesley.
"Sakit?" tanya cowok pirang pucat yang Lesley tahu bernama Alucard. "Itu cuma balasan kecil untuk Ayahmu."
Lesley tidak terlalu mendengarkan. Pandangannya justru tertuju pada sepedanya yang tergeletak jauh di depan dengan cheesecake berhamburan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Trouble
Teen FictionSebuah kasus yang ditangani Ayah Lesley membuat cewek itu jadi ikut terlibat pertikaian antara dua geng terkuat di Dawn Village, Black Wolves dan Red Hawks. Meski Black Wolves selalu berusaha melindunginya, tapi Lesley tidak bisa menekan rasa benci...