Darah.
Tangannya yang gemetar bersimbah darah. Banyak. Sangat banyak. Gusion tidak bisa berpikir. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak tahu harus melakukan apa.
Darah sebanyak ini...
"Ng-nggak apa." kata Zilong. Gusion tidak bisa mengerti bagaimana Zilong masih bisa tersenyum.
Apa dia bodoh?
Apa dia nggak merasa sakit?
"Nggak apa-apa.." ulangnya, dan kemudian ambruk ke tanah.
Gusion terkesiap, terduduk di ranjang dengan napas tersengal. Jantungnya berdetak cepat. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.
Mimpi. Bisiknya dalam hati. Walaupun begitu Gusion tidak merasa lega. Karena itu bukan mimpi. Melainkan sebuah kenangan.
Kenangan buruk yang sangat ingin ia hapus dari hidupnya.
Pintu kamar di ketuk, lalu tanpa menunggu jawaban, Nyonya Paxley masuk ke kamar putranya itu. Gusion kembali merebahkan tubuh ke atas ranjang, menutup kedua matanya dengan lengan kanan.
"Sudah pagi, sayang." Mamanya mengusap rambut cokelat cowok itu lembut. "Ini hari pertamamu kembali ke sekolah, kan?"
Ia bisa mendengarnya dengan jelas-- nada cemas dari suara Mamanya. Gusion paham apa yang beliau rasakan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Zilong Zhao bisa dikatakan kehidupan Gusion menjadi terbatas. Ia bahkan harus berhenti dari sekolah dan mulai homeschooling.
Tapi bukan karena sekolah tidak mengizinkan seorang tersangka kasus pembunuhan belajar di sana, atau karena Gusion ingin menghindari tatapan sinis atau bisik-bisik menyebalkan siswa lain di sekolah.
Gusion harus berhenti semata-mata karena keluarganya yang menginginkan ia untuk menghindar sementara dari masyarakat. Semata untuk tidak memperburuk citra keluarga Paxley yang terhormat, yang sudah terlanjur Gusion hancurkan.
Tapi sekarang ia sudah terbukti tidak bersalah. Gusion merasa berhak melakukan apa saja.
"Yeah. Aku bakal siap dalam 10 menit." jawab Gusion, bangkit dari ranjang untuk segera mandi dan bersiap-siap.
Nyonya Paxley memandang putranya sendu. "Kamu nggak perlu memaksakan diri, sayang." katanya penuh ke khawatiran. "Bagaimana kalau kau terima tawaran Gossen untuk pindah ke New Zealand? Kamu bisa mulai kehidupan baru di sana. Maksud Mom, tidak akan ada yang memandangmu sebagai--"
"Apa? Kriminal? Pembunuh?" Gusion mendengus. "Mereka boleh mengatakan apapun dan aku nggak akan peduli, Mom."
"Tapi--"
"Dan satu lagi." Gusion menatap Mamanya serius. "Si brengsek itu lebih baik berhenti ikut campur urusanku."
Lesley mengaduk-aduk serealnya dengan mata tertuju ke layar ponsel. Ia sedang membaca pesan singkat dari Layla.
Kamu nggak masuk sekolah, Ley? Di sekolah lagi heboh banget. Banyak wartawan di gerbang depan o_O
Jari-jari Lesley dengan cepat mengetikkan balasan.
Iya. Tolong bilangin ke Fanny aku nanti pinjem catatan dia. Iya La, aku lihat nih di tv.
Mata cewek itu lalu beralih ke layar televisi. Celestial News, stasiun televisi berita lokal Dawn Village sejak tadi tidak berhenti menampilkan berita soal Gusion Paxley dan kasusnya yang telah selesai dengan keputusan bahwa Gusion dinyatakan tidak bersalah. Lesley mendengus ketika sosok Alucard muncul, reporter berita tampak mewawancarai cowok pirang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Trouble
Teen FictionSebuah kasus yang ditangani Ayah Lesley membuat cewek itu jadi ikut terlibat pertikaian antara dua geng terkuat di Dawn Village, Black Wolves dan Red Hawks. Meski Black Wolves selalu berusaha melindunginya, tapi Lesley tidak bisa menekan rasa benci...