Prolog

319 19 6
                                    

"Apa kamu butuh bantuan?" Tawar laki-laki itu di hadapan nya. Gadis kecil yang ditawari hanya menyeringai, tersenyum aneh.

"Apa?" Laki-laki itu tertawa. "Permainan biolamu itu hancur sekali, tahu!" dia merebut biola dari tangan si Gadis Kecil. "Sini, biar kucontohkan. Nanti, kamu bisa duet piano sama aku. Perhatikan jari-jari tangan kiriku."

Gesekan biola merdu terdengar melantunkan nada-nada dasar. Suaranya mengalun indah tak bercelah. Lama-lama, nada itu mengalunkan sebuah lagu indah yang tak pernah gadis itu dengar.

"Lagu apa itu?" gadis kecil itu bertanya takjub. Dia tak pernah mendengarnya, tapi gadis itu tahu kalau lagu itu indah sekali. Laki-laki itu menghentikan permainannya, menciptakan keheningan beberapa detik selanjutnya.

Laki-laki itu menunduk dalam-dalam sebelum akhirnya tiba-tiba tertawa. Seketika ruangan menggelap.

"Elisa ..." sebuah panggilan terdengar, menggema di seluruh ruangan. Gadis itu diam ketakutan. Detik berikutnya lampu kembali menyala, pada detik yang sama, lelaki yang dihadapannya terkapar dan meninggal seketika dengan berlumuran darah.

Namun gadis itu masih bisa melihat kepala berlumuran darah itu tersenyum ke arahnya.

"Elisa ..."

"Erick!" aku sontak terbangun dari tidurku. Napasku terdengar cepat tak teratur. Beberapa hari ini, aku dihantui mimpi yang selalu sama. Cowok dan lagu-lagu itu selalu ada dalam mimpiku. Aku melirik HP di sampingku. Pukul 4 pagi.

Pintu kamarku diketuk terburu, "El? Are you okay?" terdengar suara khas Dhea(pemilik kamar sebelah) bertanya khawatir di balik pintu.

"Ya," aku menyahut. Menutup muka dengan telapak tanganku. "I'm okay, just a dream."

Aku meringis. Ya, Secara fisik aku baik-baik saja. Tapi mimpi itu berkali-kali datang dan telah menyakitiku secara psikis.

***

Fur ElisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang