Aku membuka kamar kost-ku. Hari ini melelahkan. Apa kabar laguku? Belum ada perkembangan.
Kamarku adalah sebuah ruang seluas 3x3 meter yang nyaman. Terletak di lantai 2 sebuah kost-an. Ada sebuah keyboard diujung ruang, lemari, kasur, dan meja kecil di samping tempat tidur.
Aku berjalan mendekati keyboard. Berlatih membuat lagu. Tapi tatapanku malah jauh mengenai sebuah kotak berwarna hitam yang tergeletak di lantai. Aku tak pernah tau aku menyimpan kotak itu di situ. Tapi, rasanya tak asing lagi di mataku.
Itu.... kotak di mana aku menyimpan barang milik Erick! Aku tercekat. Itu harusnya masih ada di lemari. Aku tak pernah mengeluarkannya. Kenapa ada di sini?
Kotak itu terbuat dari kayu dengan ukiran-ukiran khas Jepara. Kotak yang dulunya tempat aku suka menyimpan barang-barang kecil. Aku buru-buru mengambilnya, perlahan membukanya.
Ada amplop cokelat terlipat dua dengan warna kusam. Amplop itu diberikan kepadaku dari seorang saksi di pemakaman Erick. Warna darah yang pernah ada di sana kini hanya menyisakan warna kecoklatan. Aku selalu urung membukanya, takut kalau itu privasi yang besar. Aku meletakkan kembali kotak itu ke dalam lemari.
"Elisa...." lembut panggilan itu terdengar. Aku menoleh ke segala arah, tapi tak kutemukan siapa pun.
"Elisaaaa...." suara itu terdengar lagi. Aku berlari ke arah luar, memandang seluruh koridor depan kamar. Tapi koridor lengang. Dan suara itu semakin jelas rasanya. Dan semakin aku sadar kalau....itu suara Erick!
"Elisa?" panggilan selanjutnya membuat bulu romaku berdiri. Suaranya menyakitkan. Terdengar seperti suara rintihan dan kesedihan. Aku memukul kepalaku dengan tangan, berharap aku hanya berhalusinasi.
Perlahan panggilan itu mulai menjauh dan menghilang. Aku menggigit bibir, terhuyung antara ketakutan dan rasa sakit akibat memukul kepalaku terlalu keras. Sampai kapan kamu akan menggangguku, Erick?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fur Elisa
HorrorAku Elisa. aku terlahir sebagai seorang adik. Akhir-akhir ini aku selalu dimimpiin oleh kakak kembarku Erick aku tidak tahu apa sebabnya dia terus selalu menggangguku dan sampai akhirnya tiba waktunya aku tahu.