0.3

8 0 0
                                    

Hal yang dibenci oleh Ave selain ulat bulu yang tiba-tiba muncul di sekitarnya ialah mendapat perhatian dari seorang Arnold Ardiansyah. Dia ingin memeluk namun takut terjatuh dan tidak bisa bangkit lagi.

Arnold terus saja menatapnya intens membuat jantung Ave berdetak tidak normal. Rasanya ia ingin tenggelam saja kedalam lautan paling dasar agar tidak bisa bertemu Arnold. Ia membenci namun juga mencintainya dalam waktu bersamaan.

Setetes air mata meluncur tanpa komando yang langsung diseka oleh Arnold yang mengulurkan tanganya lalu merengkuh tubuh mungil itu dalam pelukan hangatnya.

"Sakit." ungkap Ave dengan derai air mata. Arnold mengangguk mengerti. "Gue sakit Nord. Gue makin sakit.."

"Gue paham.. gue peluk lo buat nutupin itu luka."

"Lo itu penambah luka gue.."

"Tau.. udah gak usah nangis.. gue kan udah peluk."

"Tangan gue bego!" sentak Ave dengan sesenggukan. Arnold langsung memutuskan pelulakanya.
"Sorry.. gue pikir.., mana lagi yang sakit."

Ave menggigit bibir bawahnya kala Arnold memegang tanganya yang sakit diperban.

"Gimana kabar Sena?"

"Baik, baby juga baik" balasnya dengan tersenyum tulus bahagia. Dan itu mencubit sisi hati Ave yang membuatnya merasa sakit yang menikam uluh hatinya.

"Astaga!" pekik Arnold tiba-tiba mebuat dahi Ave berkerut.

"Kenapa?"

"Sena. Gue lupa ninggalin sena dirumah sakit tadi."

"Gila! Ya udah balik sana! Kasian Sena nunggui lo. Bentar lagi hujan loh."

"Terus lo gimana?"

"Gue.. gue punya mulut yang masih berfungsi dengan baik, gak perlu khawatirin gue, pergi sana." usir Ave dengan tersenyum agar ia terlihat baik-baik saja.

"Sorry, lo balik sendiri gak papa kan. Eh! Gue anterin aja dulu baru.."

"Sena lebih penting dari gue.. ada baby yang harus lo jaga dengan baik." potong Ave menatap Arnold teduh memberinya keyakinan jika ia baik2 saja.

"Telpon gue kalo udah sampai." katanya mengusap surai Ave sebelum pergi meninggalkanya di supermarket.

Ave tetap tersenyum melihat mobil Arnold pergi menjauhinya, hingga mobil itu tak terlihat hilang berbaur dengan kendaraan lainya barulah Ave menangis. Ia merasa tidak dibutuhkan lagi.

* * *

Hujan turun mengguyur bumi menyamarkan aliran sungai yang mengalir dipipi Ave. Ia memilih pulang jalan kaki dengan keadaan kaki tertatih dari pada naik taxi dan menangis disana. Ia tidak suka menangis di depan orang asing.

"Ray! Itu teman sekolah kamu kan?" tanya Vidia, mama Rayhan saat mereka berjalan beriringan dibawah payung berbeda. Rayhan sengaja menjemput mamanya ditoko kue keluarganya, Magandhi cake.

Rayhan menoleh lalu menggumam dan tetap melanjutkan perjalananya.

"Samperin gih, kasian hujan-hujanan, dia kayaknya terluka loh."

"Gak kenal mah, udah ayo pulang aja."

"Katanya teman satu sekolah masa gak kenal. Pinjamin payung gih."

"Terus Ray pakai apa?"

"Pakai punya mama aja kalo gitu."

"Gak usah, ya udah aku samperin." Dengan ogah-ogahan Ray berjalan menghampiri Ave yang berjalan dibawah hujan dengan tertatih.

Ave mendongak saat merasakan tidak ada tetesan air hujan dikepalanya, ada payung polkadot yang menjadi tamengnya, ia memutar tubuhnya menghadap si pemilik dengan mata sembab memerah.

Rayhan masih menatapnya datar. Tidak ada ekpresi apapun. Ia tidak merasa iba sama sekali melihat kondisi Ave saat ini.

"Pegang." katanya datar yang hanya ditatap bingung oleh Ave.

"Ngerti bahasa indonesia gak! Pegang!" ketusnya terdengar kesal. Ave yang dibentak begitu refleks mengambil payung itu tanpa memikirkan tanganya yang digendong dan digips.

Melihat Ave yang kesusahan memegang payungnya membuat Ray mendengkus kesal.

"Balik badan." ketusnya yang langsung dilakukan olah Ave.

"Jalan." perintahnya lagi. Ave menurut saja disuruh jalan. Dan Ray berjalan dibelakangnya dengan punggung basah. Ia terdengar mendumel kesal karna harus kehujanan. Mendengar itu Ave langsung berhenti dan balik badan menghadap Rayhan membuat cowok jangkung itu hampir menabraknya jika tidak ia rem mendadak.

"Siapa.."

"Makasih." potong Ave membuat dahi Ray berkerut. "Makasih buat niat pertolongan kamu, dan maaf udah repotin." kata Ave semakin membuat kerutan Ray bertambah terlihat.

Mereka terdiam beberapa detik sebelum akhirnya Ave terkekeh karna melihat ekspresi datar Rayhan yang terlihat speeclesh saat menatapnya.

"Makasih buat semuanya." katanya tulus dengan senyum mengembang membuat mata bulat itu terlihat kecil dengan pipi mengembang.

"Manis."

AROMA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang