0.4

7 0 0
                                    

Pulang dengan keadaan memakai baju orang lain membuat perhatian cowok jangkung itu menatap tajam Ave menusuk. Sudah pulang terlambat dan ia malah pulang dengan pakaian bukan miliknya melainkan milik seorang pria. Ingat pria.

"Habis dari mana lo!" sinisnya menatap Ave yang berjalan mengabaikanya.

"Ave, where are you baby?" sambut seorang wanita cantik meski sudah hampir kelapa 5 itu.

"Oh God! Kenapa tangan dan.. kamu okey?" tanya Wilna, memastikan keadaan putrinya. Ave menatap mamanya diam sebelum isak tangis itu lolos dari bibir mungilnya.

Bohong jika ia bilang baik-baik saja, matanya jelas sudah mengatakan semuanya tanpa harus ditanya lebih jauh. Wilna langsung mengusung putrinya dalam pelukan hangatnya.

Sedangkan cowok itu memutar bola matanya malas.

* * *

Dreet... dreet...

Ponsel itu terus bergetar namun tetap diabaikan oleh sang empunya. Ia masih asik berbaring dengan irisan mentimun di kedua matanya. Tanpa melihat siap si penelpon ia sudah hapal nada dering itu. Arnold.

"Masih gak bisa dihubungi?" tanya Sena menatap punggung seorang pria yang kini berstatus sebagai suaminya. Arnold menggelang mengusap wajahnya kasar. Di luar masih hujan deras dan ia sangat mengkhawatirkan keadaan Ave saat ini. Meski tidak ada kilatan petir menyambar namun ia tetap Ave, gadis penikmat luka dari hujan.

"Telpon kerumah aja, siapa tahu dia sudah pulang dan sedang istirahat." sarannya pada Arnold agar wajah khawatir itu luruh.

Arnold pun menggangguk dan langsung menelpon kekediaman pamanya, Glendior Alexsio.

"Halo.."

"Halo, bisa saya bicara dengan Ave?!" pinta Arnold.

"Siapa Bi?" tanya suara bariton dari sebrang telpon yang Arnold yakini ialah Gavindra Alexio, saudara sepupu Ave.

"Ini den, ada orang cari non Ave."

"Siniin." pintanya namun sebelum bertegur sapa, Arnold sudah mematikan sambungan telponya lebih dulu.

Sena menatap Arnold dengan dahi berkerut. Ia tahu suaminya itu sedang menahan emosinya terlihat dari rahangnya yang mengetat dengan tangan mengepal meremas ponselnya.

"Ave udah sampai?" tanya Sena memegang bahunya dengan usapan pelan. Arnold menghela napas kasar lalu mengangguk.

"Istirahatlah.. baby pasti lelah." katanya tanpa menatap Sena lalu keluar rumah. Hal yang selalu Arnold lakukan jika tidak bisa melukai hati calon ibu dari anaknya itu,menghindar. Sena hanya bisa menghela napas berat melihat lelaki yang berstatus suami serta calon ayah  anak dalam perutnya itu pergi meninggalkanya lagi.

Arnold mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata mengabaikan teriakan orang-orang karna ulahnya. Bayangan kilasan dirinya dan Ave bermunculan bersamaan adanya Gavin lalu Sena lah yang berhasil memisahkan mereka bedua. Air mata dua wanita itu bersahutan memenuhi otaknya membuat Arnold membanting setirnya dan berhenti begitu saja ditengah jalan.

"Maaf.. maaf.. maafin gue." gumamnya putus asa dan terdengar pilu. Entah untuk siapa permintaan maaf itu, Sena istrinya ataukah Ave sepupunya?

* * *

Rayhan sedang sibuk memakai pakian saat pintu kamarnya dibuka tanpa permisi menunjukan wajah si pengganggu hidupnya.

"Wow! Perut kakak ada tahu kotaknya ya, keren. Boleh pegang gak bang?!." pekiknya tanpa malu sedangkan Rayhan langsung melempar bantal sofa kearahnya yang dengan sigap ditangkap olehnya.

"Hahaha.. sesama aja lo malu apalagi sama cewek Ray." katanya berjalan masuk ke kamar Rayhan tanpa dipersilahkan seakan itu kamarnya saja.

"Ngapain lo kesini! Kuker banget lo samperin gue pagi-pagi."

"Kangen lo lah bang." katanya sambil mengedipkan sebelah matanya genit membuat Rayhan langsung jijik padanya. Membuatnya terpingkal-pingkal, jarang melihat Rayhan uring-uringan pagi-pagi selain karna urusan cewek.

"Ray! Nanti bekalnya bawain ya, kasih Vellovia." kata mamanya muncul di depan pintu kamarnya.

Zidan mengernyit heran menatap sahabatnya yang kini melenggang pergi meninggalkanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AROMA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang