Setelah UN IPA selesai, aku kemudian mengemasi barang-barangku dan menaruhnya didalam tasku yang berwarna pink dengan garis-garis cokelat.
Seryl, temanku yang mendapatkan giliran untuk memimpin do'a, kemudian berkata "Marilah kita berdoa menurut agama dan keyakinan masing-masing........berdo'a dimulai."
Kami pun berdo'a.
Setelah selesai berdo'a, dia berkata "Berdo'a selesai."
Kemudian dia berkata lagi "Beri salam", kami pun memberi salam kepada guru dan menyaliminya, setelah itu kita keluar kelas.
Aku melihat Shakila menghampiriku dan berkata "Nat, maafkan aku atas kejadian tadi."
"Nggak apa-apa, kok", jawabku.
"Emangnya kamu kenapa tadi, La? Bilang dong ke aku kalo kamu punya masalah.", Shakila kemudian menangis mendengar aku menanyakan itu.
Dia lalu berkata sambil menangis "Nat, aku nggak bisa kalo harus pisah sama kamu, Nat", aku terkejut mendengar perkataan Shakila "Mmm...maksudmu apa, La?", tanyaku dengan terbata-bata.
Dia lalu berkata " Keluargaku sekarang akan pindah ke Liverpool di Inggris, karena ayahku akan pindah kerja disana, begitu pula denganku, aku akan ikut keluargaku ke Inggris.", aku langsung meneteskan air mata mendengar itu.
"La, kamu jangan bercanda, dong. Lagiankan ayahmu bisa pulang ke Indonesia jika ia mau, kenapa harus membawa keluarganya?", tanyaku sambil meneteskan air mata.
"Aku nggak bercanda, Nat. Kata dokter, nenekku harus di rawat di rumah sakit di Inggris, karena penyakitnya.", kata Shakila, lalu memelukku dengan erat.
Aku kemudian membalas pelukannya dengan sangat erat.
"Jadi, kamu bakalan ninggalin aku tuk selamanya?", tanyaku sambil tetap memeluk Shakila.
"Bisa dibilang gitu, tapi aku bisa mengunjungimu jika ada kesempatan, atau mungkin kita bisa saling mengirim surat dan kita juga bisa video call kan?", jawab Shakila yang mencoba untuk menghiburku, tetapi aku tahu, bahwa Shakila juga merasa sangat sedih akan kejadian ini, sama sepertiku.
Aku kemudian membantah ucapan Shakila " Tapi kan, kita nggak bisa nonton film lagi, atau....atau... jalan-jalan ke taman, lalu...lalu kita nggak mungkin bisa....."
Shakila memotong perkataanku sambil melepas pelukanku, lalu dia menggenggam tanganku "Iya, aku tahu, Nat, aku juga sangat sedih akan kejadian ini, tapi, ini mungkin memang takdir kita, tetapi kau dan aku akan selalu menjadi BFF, ingat?", kata Shakila.
"Iya, kita akan selalu menjadi BFF. Aku janji sama kamu La, aku tidak akan pernah melupakanmu walaupun kita terpisah jauh. Kita akan selalu menjadi BFF.", ucapku.
"Kita adalah BFF, apapun yang terjadi, Natasha Aulia Ramadani dan Shakila Najiba Maharani adalah BFF, Best Friend Forever!!" , sorakku dan Shakila bersamaan, tidak peduli bahwa kita sekarang masih berada di halaman sekolah dan dilihat oleh para guru dan siswa- siswi yang akan pulang.
Aku dan Shakila mulai merasa malu, kami pun keluar dari halaman sekolah.
"Nat, kita bakalan kemana?", tanya Shakila sambil mengelap air matanya menggunakan tissue miliknya.
"Kamu bakalan tau nanti, setelah kita sudah sampai.", ucapku sambil mengelap mataku yang masih basah terkena air mata menggunakan seragamku.
[ ]
"Nah, kita udah sampai.", kataku sambil melihat ke arah Shakila, dia masih tampak sedih.
"Ngapain kita ke belakang rumahmu, Nat?", tanya Shakila.
"Liat tuh pohonku, kita bakalan mengukir nama kita disana.", jelasku sambil menyerahkan sebuah pisau kepada Shakila.
Shakila mengukir namanya di sebelah timur batang pohon, sementara aku di sebelah barat. Setelah menulis nama kami masing-masing, kami kemudian mengukir nama kami di satu tempat di batang pohon, tepatnya disebelah utara. Kami mengukirnya tepat ditengah bentuk hati.
"Akhirnya selesai.", ucap Shakila sambil menyeka keringatnya.
"Iya, tapi aku masih tetap sedih mengetahui kamu akan pindah ke Inggris.", ucapku dengan nada lemas.
"Nggak apa-apa, kok, Nat.", ucap Shakila sambil menaruh pisau yang ia genggam, kemudian menghampiriku yang sedang duduk di kursi dan memelukku dengan sangat erat.
Aku membalas pelukannya dengan sangat erat, tak kalah erat dari pelukannya.
[ ]
Sudah seminggu sejak kepergian Shakila ke Inggris, tapi aku belum juga bisa menghilangkan kesedihanku. Malam ini, aku berada didalam kamar seorang diri, sambil menatap hujan yang turun dengan deras dari balik jendela kamarku. Tak ada lagi candaan dari Shakila yang dapat membuatku tertawa hingga terbahak-bahak ataupun sosok Shakila yang biasanya datang kemari lalu curhatan bareng, atau gosipan bareng.
"Sha, sudahlah jangan bersedih terus, kalau sampai Shakila tahu bahwa kamu sedih terus kayak gini, mama yakin Shakila pasti juga bakalan ikut sedih.", kata mama yang tiba-tiba muncul dibelakangku.
Aku agak kaget mengetahui mama sudah berada di belakangku.
"Tapi ma, Asha kangen banget sama Shakila.", ucapku kemudian.
"Iya, mama tahu, tapi kamu nggak boleh sedih terus kayak gini, kalau kamu ingin ketemu lagi sama Shakila, kamu harus berprestasi dan juga harus rajin belajar, agar dapat menyusul Shakila ke Inggris.", nasehat mama sambil membelai rambutku dengan sangat lembut.
"Beneran ma, aku bisa ke Inggris?", tanyaku dengan semangat.
"Iya, bisa kok, asalkan kamu itu rajin belajar, pantang menyerah, dan selalu berdoa kepada Tuhan, kamu pasti akan berhasil.", ucap mama dengan lembut.
"Oh ... makasih ya ma? Aku sangat beruntung punya mama kaya mama.", Ucapku seraya mencium tangan mamaku.
"Iya, sama-sama", jawab mama.
"Ya udah Asha udah ngantuk nih. Asha mau tidur dulu.", ucapku kemudian menguap dengan perlahan.
"Ya udah, tidur sana besok jangan bangun kesiangan ya?", kata mama dengan suaranya yang masih lembut.
Mama kemudian keluar kamarku dan menutup pintu kamarku.
Aku pun tidur, ditemani dengan gulingku yang sering aku ilerin, tapi nggak dicuci-cuci juga.
YOU ARE READING
BEST FRIEND FOREVER
Teen FictionNatasha dan Shakila adalah sahabat yang tak terpisahkan, mereka sudah bersahabat sejak masih TK, saat ini mereka sedang menduduki kelas 6, yang sebentar lagi akan masuk ke SMP. Mereka sudah seperti kakak dan adik, hingga pada suatu hari, kedekatan m...