Silence - Dahyun x Daniel 2

223 36 0
                                    

Happy Reading ❤❤





Tempat ini, yang menjadi saksi bisu, dimana Daniel masih selalu memperlakukan Dahyun seperti adik kecilnya bahkan ketika Dahyun sudah duduk di kelas satu SMP. Saksi bisu yang juga diam-diam tahu betapa Dahyun dengan pintarnya menyembunyikan semua perasaannya buat Daniel.

“Hyun, aku mau nanya sesuatu. Boleh nggak?” wajah Daniel tampak sedikit serius dan penuh intimidasi menatap Dahyun, tentu saja membuat Dahyun sedikit kikuk.
       
“Ya, tanya ajalah Niel. Kok harus minta izin gitu?” Dahyun menggigit bibir bawahnya, takut kalau Daniel mengungkit masalah kepergiannya yang menghilang bak ditelan bumi begitu saja. Dan dia tidak pernah menyiapkan jawaban apa yang pantas diberitahukannya pada Daniel.
        
“Soal kepergian kamu yang mendadak gitu aja tanpa kabar tiga tahun lalu. Bahkan kamu dan keluarga kamu nggak ada yang ngasih tau kemana kalian pergi. Kenapa sih?”
        
Skakmat.

Dahyun terdiam seribu bahasa.
   
     Baginya ini pertanyaan paling sulit yang pernah ada. Meski untuk memecahkan rumus dalam kimia, Dahyun masih sanggup untuk mengerjakannya. Atau menjawab soal logika dalam matematika, Dahyun masih bisa menjawabnya dengan cepat dan mudah.
        
“Hyun?” Daniel membuyarkan lamunan Dahyun yang entah terbang kemana,

“Kok diem? Nggak ada yang kalian sembunyiin dari aku dan keluargaku kan?”
        
“Hah? Enngg....”
        
“Daniel!” Dahyun menghembuskan napas lega saat suara lain memutuskan pembicaraan mereka. Setidaknya, dia berhasil lolos dari pertanyaan Daniel.

Keduanya menoleh ke arah kanan, sama-sama menatap ke arah seorang gadis cantik yang berdiri empat langkah dari tempat duduk mereka. Gadis itu tersenyum dengan tangan yang melambai, lalu berlari kecil ke arah Daniel dan Dahyun.
        
“Sejeong?” kata perama yang dilontarkan Daniel saat gadis bernama Sejeong itu berdiri tepat di hadapan Daniel. Gadis itu mengangguk, masih dengan senyum yang terbingkai indah di wajah manisnya.
      
“Ada apa Jeong? Apa ada buku kamu yang aku salah bawa lagi? Tapi perasaan hari ini kita nggak ada belajar bareng lagi deh. ” Sejeong terkekeh,

“Bukan. Aku Cuma mau nagih janji kamu yang kemarin.”
       

“Janji? Janji yang mana sih Jeong?” Daniel tampak berpikir sejenak, keningnya berkerut dengan satu alis yang terangkat. Setelah itu menepuk keningnya sendiri,

“Oh iya lupa. Janji buat ngelatih kamu main sepeda kan?”
   
    Lagi-lagi Sejeong mengangguk dengan senyum manisnya. Dia melirik ke arah Dahyun yang terdiam menatapnya. Sejeong melemparkan satu senyum ramah pada Dahyun,

“Hai. Adiknya Daniel ya? Ternyata lebih cantik dari yang Daniel ceritain.”
  
    Dahyun tersenyum canggung. Entah bagaimana tiba-tiba hatinya terasa dicengkram kuat, udara dirampas secara keseluruhan tanpa membiarkan paru-parunya menghirup meskipun untuk sedetik. Adik? Ya, Daniel memang akan selalu menganggapnya adik.

Adik kecil yang selalu ingin dilindunginya. Tidak lebih. Tidak ada perasaan yang lebih sepesial. Dahyun terlalu banyak berharap. Dahyun terlalu banyak mengkhayal. Sampai rasanya dia lupa, kalau sekarang hatinya terperangkap dalam labirin hati Daniel hingga tak tahu jalan keluarnya.
      
“Iya Jeong. Ini sahabat kecil yang udah aku anggap adik sendiri. Dahyun. cantikkan?” Sejeong mengangguk entah untuk keberapa kalinya,

“Dahyun, kenalin. Namanya Sejeong, temen baruku sekitar enam bulan ini. Dia anak baru pindahan dari Korea.”
    
   Dahyun berdiri, mengulurkan tanggannya ke arah tangan Sejeong yang sudah terulur,

“Hai, kenalin, Kim Dahyun. Panggil aja Dahyun. Kamu asli Korea?”
       
“Hai juga, Kim Sejeong. Panggil aja Sejeong hehe. Aku asli indonesia kok. Cuma sejak kecil tinggal di Korea karna ngikut papa ku yang tugas di sana. Senang bisa berkenalan dengan kamu Dahyun. Daniel banyak cerita loh tentang kamu.”
       
“Oh ya? Pasti ceritain yang jelek-jelek kan nih cowok sok dewasa? Kamu mau ya jadi temennya? Dia hobbynya berceloteh kayak anak cewek. Haha. Maunya ngikutin ke mana cewek pergi.” Ucap Dahyun menyindir Daniel, membuat Sejeong ketawa kecil dan Daniel memasang wajah merajuk.
        
“Cewek yang selalu aku ikutin kan Cuma kamu dan mama aku Hyun. Karena aku mau ngelindungin orang yang aku sayang, aku nggak mau terjadi apa-apa sama kalian. Itu aja kok.” Kata Daniel tak terima dengan sindiran Dahyun namun dengan nada menggoda.
       
“Awww so sweet. Daniel kata-katanya kayak seorang pacar yang lagi ngegombal ceweknya. Haha. Kenapa nggak pacaran aja sih kalian?” kata-kata Sejeong berhasil membuat Dahyun dan Daniel tersedak liur sendiri. untuk sekian detik suasana canggung tercipta di antara mereka.
       
“Becanda kamu lucu Jeong. Ya udahlah, ayo kita latihan sepeda. Kamu mau ikut juga Hyun? Kan kamu ahlinya main sepeda, si juara yang duluan jago naik sepeda.”  Giliran Daniel yang kini menyindir Dahyun.
      
“Mmmm,,,nggak deh. Kalian..”
      
“Nggak ada alesan, ayo ikut.” belum sempat Dahyun menyelesaikan ucapannya, Daniel sudah menarik tangannya ke sebuah rumah kecil lainnya yang ada di sana.

Rumah kecil ini berada di bawah pohon,yang sering digunakan Daniel dan Dahyun sebagai gudang penyimpanan barang mereka. Sama seperti rumah kecil yang ada di atas pohon, gudang kecil ini selalu dikunci oleh Daniel jika bepergian. 

Daniel menunjuk salah satu sepeda berwarna pink, sepeda yang dulu masih sering dimainkannya bersama Daniel. Dahyun tak percaya, sepeda pink dengan sebuah pita putih pada keranjangnya itu, masih tampak begitu cantik, masih terurus dengan baik. Ini lucu, harusnya benda itu sudah berkarat semenjak tiga tahun yang lalu.
      

“Masih cantik kan? Aku masih sering mencucinya, masih suka membawanya ke bengkel, bahkan masih sering memberikannya pewangi seperti yang sering kamu perintahkan dulu ke aku. Dengan ngurus sepeda ini, aku ngerasa kamu nggak pernah menghilang dari aku.” mata Daniel tampak sendu, ada luka dan kekecewean yang terlintas di bola matanya. Mungkin rasa kecewa yang begitu dalam karena menghilangnya Dahyun yang terlalu mendadak dan tanpa jejak.
     
“Hmm,,makasih Niel. Maaf.” Hanya itu yang mampu diucapkan Dahyun. Sama seperti Daniel, ada rasa kekecewaan dalam hatinya. Kecewa pada dirinya sendiri, kecewa pada perasaannya sendiri, kecewa pada hatinya sendiri.
       

Hening.
       

Kembali seperti beberapa menit yang lalu, suasana kembali canggung. Ketiganya sama-sama terdiam, tak ada yang memulai pembicaraan.  Hanya kicauan burung yang kembali berbunyi, terbang ke sana kemari setelah secercah cahaya muncul di balik awan yang mungkin masih ingin mengeluarkan tetesan air hujan.
    
   Benar saja. detik berikut tetesan hujan kecil kembali turun perlahan.

“Sialan hujan. Cepat naik sepeda kamu Hyun, kita pulang ke rumah. Sejeong, kamu aku boncengin. Ayo naik ke jok belakang.” Dengan gerakan cepat Daniel naik ke atas sepeda, diikuti Sejeong di belakangnya. Daniel bersiap mengayuh pedal sepeda, tapi justru mengurungkan niatnya saat melihat Dahyun masih saja mematung,

“Dahyun, ayo cepat. Nanti kita basah kuyup.” Dahyun mengangguk pelan,

“Kalian duluan aja, aku mau ngambil sesuatu dulu di dekat pohon. Ada yang ketinggalan". Daniel mengerutkan keningnya heran,

“Kamu pulang aja dulu Niel. Antarin Sejeong, kasian nanti dia kedinginan. Kalau aku kan udah biasa kena hujan. Kamu tahu itu.”
    
   Masih sedikit heran, Daniel mengangguk dan mulai mengayuh sepeda. Sejeong melirik ke arah Dahyun sekilas, ada tatapan lain yang ditunjukkan Sejeong. Tatapan yang seolah mengerti maksud perkataan bohong Dahyun. Namun, berusaha mengerti, Sejeong tak ingin menggali perasaan yang disembunyikan Dahyun. Perlahan tubuh Sejeong dan Daniel menghilang ditelan jarak.








To Be Continue...

Twice N Boy'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang