Awal ospek fakultas,
Mata yang tak sengaja saling berpandangan satu sama lain.
Kengkla mahasiswa tehnik kimia semester satu di kala senja menyapa duduk di tepi danau fakultas Tehnik setelah ospek hari pertama berlangsung.
Danau Fakultas Tehnik sa...
Aku membuka mataku perlahan mengusapnya pelan dengan punggung tangan. Tumpukan buku dan lampu berwarna kuning berpendar menyilaukan kedua bolah mataku sesaat. Hampir setiap hari aku selalu bermimpi yang sama. Sebuah mimpi tentang elegi kesedihan tiada tara. Dimana diriku terbujur kaku dalam laut yang dalam dan seseorang merasa bersedih tak bisa melepaskan kepergianku. Namun mimpi tetaplah mimpi, bahkan ketika dirimu terbangun bayangan orang dalam mimpi tersebut seakan samar-samar tak nyata dan menghilang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku bangun dari meja belajarku, mengintip sedikit korden jendela. Tampak sang fajar telah datang menampakan dirinya sebagian. Aku kembali duduk kemeja belajarku menatap barisan buku-buku tebal yang dipenuhi dengan angka-angka terbujur kaku didepanku.
Aku hanya bisa menghembuskan nafas berat. Tidur hanya 2 jam untuk persiapan tes masuk universitas. Bisa kurasakan kepalaku rasanya pening dan berdenyut dari arah belakang kedepan. Belajar lebih dari 8 jam tidur sekitar 2 – 3 jam. Itulah aktivitas yang kulakukan lebih dari 2 minggu ini untuk persiapan ujian. Aku memilih kuliah di Universitas Chiangmai mengambil jurusan tehnik kimia dan pergi jauh-jauh dari Bangkok.
Aku benci kota ini .....
Tidak ada yang peduli padaku...
Ayahku, ibuku, kakak laki-lakiku...
Mereka pergi meninggalkanku...
Sendirian dikota Metropolis ini...
.
.
.
.
Rasa sakit itu kembali lagi
Aku bergegas mengambil plastik bening yang kuletakkan di lemari samping tempat tidurku. Membuka plastik dan menemukan obat pereda sakit kepala membuka bungkusan yang berisi satu kapsul itu saja dan meminumnya sambil meneggak air putih disamping meja belajarku. Rasa nyeri dikepalaku seketika lenyap setelah beberapa detik aku meminum obat.
Kulirik jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 05.20
Kembali aku berkutat pada buku – buku itu.
Belajar sampai waktu menunjukkan pukul 9 pagi.
.
.
.
Tepat pukul 9 pagi aku bergegas keluar kamar, mandi, berangkat menuju sekolah. Aku melirik westafel mengusap kaca atas westafel tersebut. Jantungku terasa berpacu ketika aku melihat 3 orang dibelakangku menatapku dingin. Wajah mereka pucat, pakaian putih mereka kotor, penuh darah dan kulihat wajah mereka menangis darah.
Segera saja aku menengok kearah belakang kemudian kearah cermin kembali.