Elegi

468 47 5
                                    


ELEGI ADALAH SEBUAH KEMATIAN , SEBUAH KESEDIHAN, RASA DUKA YANG TERAMAT DALAM

Hujan selalu memberikan sebuah kenangan.

Ketika suara rintik hujan turun aku selalu merasa diriku berada dalam sebuah keheningan yang menyenangkan.

Rintik hujan yang perlahan membasahi bumi membuatku tersadar bahwa didunia ini, ada begitu banyak kenangan indah, pahit, manis, apapun itu ketika hujan datang.

Seperti itulah penggambaran dirimu ketika aku melihatmu.

Aku selalu duduk ditempat yang sama memandang hujan di tepi jendela sembari melihatmu sekilas yang duduk terpaku menatap buku di depanku.

Mungkin perpustakaan balai lama ini hanya sebagian dari kenangan kita yang telah kita lalui bersama.

Ketika itu, aku sangat terpana melihatmu.

Rambutmu panjangmu yang berwarna hitam pekat, rahang tegas, dan tatapan tajam mu cukup membuat aku terkesan.

Kamu selalu sendirian setiap kali duduk termangu disini.

Perpustakaan ini sangat sepi, bahkan seorang Ae Intouch temanku terpaksa bekerja disini karena bayaran menjadi penjaga perpustakaan cukup membuatnya mengganjal perutnya.

Aku dan kamu hanyalah pengunjung ditempat ini.

Aku tahu dirimu satu fakultas denganku.

Kita pernah bertemu beberapa kali namun aku tak berani mengajakmu hanya sekedar menyapa saja aku tak mampu.

Sungguh, mungkin kau bukan cinta pertamaku tapi aku merasakan seperti kembali dimana aku jatuh cinta pertama kali pada insan.

Sudah 2 tahun berlalu kini aku mulai memberanikan diri menatap dirimu.

Aku beranjak dari tempat dudukku.

Aku mendekat ke arahmu,

Menatapmu dengan jarak yang cukup dekat.

Kau balik menatapku heran kemudian tatapanmu kembali pada buku di depan mejamu.

"Hai"

"Hai"

"Salam kenal, mungkin kita pernah bertemu. Aku satu fakultas dengan jurusan tenik sipil. namaku....................."

.

.

.

.

Aku merasa kepalaku berdenyut rasanya sangat sakit sekali sampai aku merasa ingin mati.

Kepalaku terus berdenyut.

Berulang ulang.

Sakit.

Sakit

Aku tak tahan.

Oh Tuhan kuharap kau hentikan semua ini.

.

.

.

.

.

"Kengkla Kengkla"

"Kau sudah sadar??"

"Kengkla ............."

Samar-samar aku mendengar suara meneriakkkan namaku.

Kurasakan guncangan di badanku.

Kubuka mataku pelan-pelan.

Terpaut Oleh Waktu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang