Awal ospek fakultas,
Mata yang tak sengaja saling berpandangan satu sama lain.
Kengkla mahasiswa tehnik kimia semester satu di kala senja menyapa duduk di tepi danau fakultas Tehnik setelah ospek hari pertama berlangsung.
Danau Fakultas Tehnik sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Langit berwarna orange tergantikan langit malam biru kelabu tanpa ada satupun cahaya bintang dan bulan terpajang di atas langit. Taman dan danau nampak menunjukkan kegelapan namun sebias cahaya terpantul dari lampu taman menemani kesunyian kami yang tengah duduk berdua di pinggir danau.
Aku bingung harus apa terhadap pria berambut merah disampingku ini. Aku ingin menanyakan sesuatu namun mulutku masih diam membisu seakan malas untuk mengucapkan sepatah kata saja.
"Kengkla, aku tak ingat terakhir kali kau menciumku. Tapi aku ingat pertama kali kita berciuman. Di danau fakultas dulu pertemuan pertama kita" pria itu tersenyum padaku mendekatkan kepalanya bersender nyaman di bahuku.
"Ya" balasku seadanya. Seandainya dia tahu kalau aku bukan Kengkla dimasanya melainkan dimasa lalu.
"Ngomong-ngomong wajahmu kenapa babak belur begitu?" Tanyaku gak nyambung. Tetapi sedari tadi aku selalu memikirkan wajahnya yg lebam kebiruan yang membuat wajah manisnya tergores.
"Oh ini" kulihat dia mengusap pelan pipinya yang memerah ada sedikit noda darah disana. "Sepertinya hari ini aku kena sial. Kau tahu???? Hari ini aku gagal meraih beasiswa untuk lanjut magister. Kemudian tadi dipasar ada beberapa preman memalakku. Uangku didompet ludes tak ada sisa. Untung saja masih ada uang di dalam jaketku hingga bisa kemari. Kalau tidak.... Aku takkan bisa bekerja dan bertemu kekasihku yang tampan ini" Dia mendongak ke arahku sambil tersenyum manis.
Huft aku menghembuskan nafas berat ketika dia mengatakan "kekasihku". Tak kusangka dimasa depan aku punya pacar seorang pria yang cantik. Meski wajahnya tergores luka namun tetap terpancar kecantikan dalam dirinya.
"Lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"
Si rambut merah bangkit dari duduknya, tangannya terulur padaku. "Kita ke Perpustakaan balai lama"
.
.
.
Perpustakaan Balai Lama, sebuah bangunan tua nyaris bobrok bagian luarnya. Cat dinding mulai mengelupas, banyak debu di bagian jendela yang menjulang tinggi, dan tak lupa daun pintu berkarat untuk masuk kedalam bangunan itu.
Bagai masuk dalam dunia fantasy yang dipenuhi dengan bangunan kuno dan penuh magis, seperti inilah realitas terpampang ketika memasuki bagian dalam perpustakaan tersebut. Hanya luarnya saja yang rusak dalamnya terlihat retro, klasik, dan penuh dengan keajaiban bagi pecinta buku.
Lampu- lampu berwarna kuning temaram, rak-rak buku yang menjulang. Dipenuhi buku berdebu dan tebal namun justru itu sisi terbaiknya. Di bagian sisi kiri ada ruangan khusus pembaca dan cafe kecil di pojok paling ujung. Suasana sangat tenang, hangat, dan nyaman. Sungguh bangunan ini seakan menyihirmu terjerat kedalamnya.
"Kau sudah lama kan tak ke perpustakaan ini. Jadi nikmati saja ada buku buku puisi baru di bagian kanan belakang. Aku mau ke meja penjaga dulu" aku mengangguk diiringi dengan perpisahan kami.