Chapter - 2

16 1 0
                                    

"Halo, Bell, kau di mana?" Suara pertama seorang laki-laki dari seberang telepon selulerku cukup membuat telingaku berdenging. Kencang dan keras.

"Aku masih di sekretariat. Ada beberapa berkas yang harus ku urus, Mif."

"Hah, masih di kantor?" Suaranya semakin melengking, "aku sudah sampai di Sheraton, loh, Bell!"

"Aduhh, maaf... maaf, Mif! Kamu ke ballroom lantai satu saja dulu. Temui temanku yang bernama Sita. Nanti kukirim nomor teleponnya. Sudah dulunya, nanti kuhubungi lagi."

Klik. Sambungan kuputus secara sepihak. Aku segera bergegas mengirim kontak Sita kepada Miftah. Dan memberitahu Sita supaya menjemput dan menyapa Miftah yang sudah stand by di Sheraton Hotel.

Aku tahu, laki-laki itu pasti mendumel tidak karuan karena teleponnya kumatikan seenaknya. Tapi aku harus segera menemukan berkas materi penting itu secepatnya. Betapa menyebalkan pagi itu. Dandanan dan make up-ku yang cantik menjadi luntur karena panik harus buru-buru mencari berkas sialan yang ketinggalan itu.

Selang satu jam, aku sudah sampai di lokasi. Ternyata Sita tanggap akan situasi. Dia sudah memimpin briefing seluruh anggota. Syukurlah. Segera aku menyerahkan berkas tadi kepada Rahman supaya dibagikan ke audiens.

"Gimana, Ta?" Tanyaku khawatir.

"Tenang, aman kok!" Jawabannya menenangkan pikiranku.

Syukurlah, sampai acara berakhir, tidak ada suatu masalah apapun yang terjadi -kecuali tentang berkas pagi tadi. Pemimpin dari klien kami sangat senang atas kinerja kami semua. Memang, seluruh anggota baruku patut di acungi dua jempol.

"Temen-temen semua, terimakasih atas kerja sama kalian yang luar biasa ini. Rela lembur dan begadang tiap hari selama seminggu ini. Kalian hebat!" Pujiku mengakhiri evaluasi kerja.

*****

"Kau sialan sekali, Bell. Terlantar seperti tadi, kaupikir enak. Untung saja aku mengajak Arkan, coba kalau tidak. Mati kering di sana. Tidak ada satupun yang ku kenali selain kau." Miftah tak henti-hentinya memprotes diriki.

Aku tertawa keras melihat ekspresinya yang seperti dibuat-buat memelas. Tidak relevan dengan wajahnya. "Iya... iya, sekali lagi aku minta maaf." Lanjutku lagi, "oh iya, kau Arkan, bukan? Maaf ya belum sempat menyapamu dari awal."

"Santai saja. Kau kan juga sibuk sekali sepagi tadi." Jawabnya.

"Ya sudah, cepat pesan makanan dan traktir kami sesuai janjimu tadi sore." Celetuk Miftah mengingatkan.

"Baiklah, akan kutraktir kalian berdua sepuasnya." Ucapku bak orang kaya, lalu kupanggil pelayan restauran untuk memesan makanan.

Aku cukup senang, paling tidak, sisa malam ini bisa kuhabiskan bersantai dengan mereka. Bercengkerama bersama sahabat  serta teman baruku. Tidak lagi memikirkan pekerjaan suatu apapun. Tidak ada pula beban yang menjadi tanggunganku -mungkin, kecuali tugas kuliahku.

*****

To be continue....

Hai, buddy.... Thanks buat yang udah mau baca tulisan pertamaku di sini. Semoga kalian enggak bosen ya ngikutin cerita Bella.
Semoga tulisanku ini bermanfaat juga buat para pembaca yang setia hatinya.
Insyaallah akan ada pesan moral yang juga bisa kita pelajari bersama.

Jangan jadi silent readers ya... tinggalkan jejak di kolom komentar dan silakan vote tulisan ini jika menurutmu memang pantas untuk di vote. Terimakasih 🙏

Happy reading, guys.... 😊

Salam Literasi, Salam Prestasi!
Ayunda Nurudin

Jangan lupa follow akunku ya...
IG: @ayunda_een
Twitter: @ayunda_een

Kunjungi juga bloggerku,
ayundanurudin.blogspot.com

Bella: Catatan Hati Teruntuk ArkanWhere stories live. Discover now