Chapter 4

13 1 0
                                    

Sepulang kami dari toko outdoor, Miftah meneleponku. Mau mengajak ngopi katanya. Bukan nongkrong di kedai kopi seperti biasanya, tumben sekali ia mengajakku ke kafe elit yang buka selama dua puluh empat jam. Jarang sekali aku ke sana.

Jadilah aku menyuruh Arkan berputar arah menuju kafe yang dimaksud. Katanya, Miftah sudah duduk manis menunggu kami di sana. Jam sepuluh lebih kami sampai, dan langsung menuju ke meja Miftah.

"Ada apa, Mif? Tumben sekali ngopi di sini?" Tanya Arkan.

Miftah tidak langsung menjawab, ia malah mengeluarkan sebungkus rokok dan menyundut sebatang. Begitu pula Arkan, dia juga meraih rokok tersebut. Di kafe ini memang tersedia area smoking room, jadi buat para perokok, bisa bebas menikmati nikotinnya.

Setelah mengebulkan beberapa hisapan, barulah Miftah hendak angkat bicara. Tetapi keduluan sama waitres kafe yang menanyai pesananku dan Arkan. Ah baiklah, singkat saja tanpa melihat menu, aku memesan green tea latte with almon topping, sedangkan Arkan memesan cappuccino ice serta seporsi kentang goreng dan beberapa tiramisu cake untuk cemilan kami.

Setelah pelayan selesai, Miftah kembali melanjutkan ucapannya yang tertunda tadi.

"Pacarku mau ikut, apa tidak apa-apa, Bell?" Tanya Miftah dengan suara malas.

"Ersa? Tentu saja boleh. Ini kan open volunteer. Siapa yang bakal melarang?" Sahutku riang.

"Malah lebih bagus ya, La, jadi makin banyak personil." Sambung Arkan.

"Betul itu! Kenapa kamu malah jadi malas begitu?" Tanyaku.

"Masalahnya, Ersa kan tidak pernah ada pengalaman sedikitpun. Apa tidak akan merepotkan nantinya?" Miftah tampak khawatir.

"Ya tidak apa-apa. Justru biar dia memiliki pengalaman, bukan?" Aku menaikkan dahi.

"Ya sudah kalau tidak apa-apa, Bel, aku cuma tidak enak saja dengan kawan-kawan organisasimu nantinya."

"Tenang saja, Mif, tidak apa." Aku tersenyum.

"Eh, Mif, kau bawa kamera ke sini?" Arkan mengalihkan topik.

"Iya, tadi emang sengaja ketemuan sama teman yang mau mengembalikkan kamera di sini."

"Oalah, pantas saja kau mengajak ngopi di sini!" Seruku.

Arkan langsung saja meraih kamera Miftah, membuka dan mengotak-atiknya. Beberapa kali ia mencoba mengambil gwmbarku, tetapi saat itu aku masih enggan bertemu kamera. Aku sangat tidak senang, waktu ngopi atau diskusi diganggu dengan kilatan blitz kamera.

"Ayolah, La, kenapa tidak mau dipotret?" Protesnya.

"Come on, Arkan, sedang tidak ingin. Ayolah, lebih baik kita membahas peralatan yang akan kita bawa nantinya."

"Baik, La, baik!" Jawabnya pasrah.

Miftah tampak sudah menyiapkan buku catatan kecilnya. Aku bersama dia membahas ini itu apa saja yang harus kami perlukan. Dari alat yang perlu kami sewa, manajemen budgeting, sampai bahan makanan apa saja yang perlu kita siapkan, termasuk membahas berapa banyak baju yang harus kami bawa. Tetapi, Arkan hanya mendengarkan sesekali saja. Ia malah lebih asik mencuri gambar para pengunjung, termasuk sesekali memotretku secara candid.

Aku menghela napas panjang karena tingkahnya yang tak menurut itu. Geregetan juga lama-lama.
"Arkam! Sudah jangan memotretku terus! Aku tidak percaya diri karena tidak memakai make up!" Seruku keras.

"Baik, tuan puteri." Akhirnya kameranya dimatikan juga, lalu dimasukkan lagi ke dalam tas.

Karena sudah hampir tengah malam, aku meminta diantar pulang saja. Bisa-bisa Sita mengoceh kalau aku pulang disaat ia sudah tertidur.

*****

To be continue....

Hai, buddy.... Thanks buat yang udah mau baca tulisan pertamaku di sini. Semoga kalian enggak bosen ya ngikutin cerita Bella.
Semoga tulisanku ini bermanfaat juga buat para pembaca yang setia hatinya.
Insyaallah akan ada pesan moral yang juga bisa kita pelajari bersama.

Jangan lupa, tinggalin comen dan vote kalian ya!

Happy reading, guys.... 😊

Salam Literasi, Salam Prestasi!
Ayunda Nurudin

Jangan lupa follow akunku ya...
IG: @ayunda_een
Twitter: @ayunda_een

Kunjungi juga bloggerku,
ayundanurudin.blogspot.com

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 18, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bella: Catatan Hati Teruntuk ArkanWhere stories live. Discover now