Is He The One? (Part 2)

40 2 2
                                    


"Fathimah!"

Teriakan seseorang mengagetkanku. Sepertinya aku familiar dengan suaranya. Tapi setelah kutoleh ke kanan dan kiri, ternyata tak seorangpun mengarahkan pandangannya padaku. Lalu dari mana sumber suara itu?

"Hey Ima! Aku di sini!"

Aku menoleh ke arah sumber suara yang terdengar lebih lantang dari sebelumnya. Oh ternyata seorang lelaki di seberang jalan. Siapa itu? Pandanganku terhalang oleh kendaraan roda empat dan dua yang berseliweran. Sepertinya aku kenal, tapi wajahnya belum terlalu jelas.

"Wait! Aku ke situ," teriaknya lagi, setelah suasana jalanan agak tenang.

Aku melihatnya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari kesempatan untuk bisa menyeberang dengan sepeda ontelnya. Rambutnya agak gondrong. Kulitnya sawo matang namun tidak terlalu gelap. Hidungnya sepertinya mancung. Ia memakai kaos oblong dan celana selutut. Sinar matahari yang menyentuh kening benar-benar membuatku silau. Berkali-kali kupicingkan mata agar bisa melihatnya dengan jelas, namun tetap saja samar-samar. Ah siapa ya? Masa iya penglihatanku kalah sama dia yang pakai kaca mata? Gerutuku sambil terus mengarahkan pandanganku ke arahnya yang sudah mulai mendekat. Aku memutar setang sepeda ontelku. Mengarahkannya mendekati sepeda ontel lelaki itu. Dan ternyata.....

"Loh, hey! Ali?"

Wajah kami bertemu. Ada getaran aneh di dalam dada.

"Eh, Reza kan? E.. Ali Reza kan?

Sebetulnya aku masih ingat persis dia siapa. Hanya saja aku tak habis pikir, bisa-bisanya dia ada di kampung ini, hemm..

"Kok kau bisa di sini?" tanyaku lagi.

"Wah parah parah! Bisa-bisanya kau gak ngenali aku, Ima? Hahaha lah kau juga ngapain di sini?" katanya sambil geleng-geleng kepala.

"Hahaha sorry, Za! Lagian sejak kapan kau pakek kaca mata? Kau juga kursus di sini?"

Kuamati tubuh lelaki yang ada dihadapanku itu dari atas sampai bawah. Sedikit berbeda memang. Selain ada dua buah kaca melingkar di matanya, ia juga terlihat lebih kurusan.

"Haha pangkling ya? Nggak! Aku nganterin Anan daftar di Mahesa tapi malah gak mau ditinggal. Tau Anan kan? Syahzanan maksudku!"

"Oalah nganterin Anan. Anan ya taulah! Emang aku lupa ingatan! Eh aku juga di Mahesa loh btw."

"Loh iya? Sejak kapan? Kok aku gak pernah liat?"

"Baru semingguan lalu sih hehe," kataku sambil merapikan jilbabku yang sebenarnya masih rapi-.-

"Walah.. kau mau ke mana ini? Udah gak ada kelas kan? Ayok lanjut ngobrol di tempat laen!"

"Hmmm.."

"Udah gak ada. Tadinya sih mau ke camp. Tapi ya boleh deh dari pada bosen di kos. Mau ngobrol di mana?" lanjutku.

"Emm.. di.. di mana ya.... di suatu tempat. Hahaha. Yawes yuk! Ikuti wae arah sepedaku menggelinding, ya! Hahaha."

Reza mulai mengayuh sepedanya.

"Loh ke mana?"

"Ke surga. Haha. Sudah ikutin aja!"

Haduh... Gerutuku sambil membuntutinya dari belakang. Aku tersenyum-senyum sendirian. Ya ampun.. bisa-bisanya ketemu Reza di sini. Batinku.

Ali Reza namanya. Dia teman SMA ku. Dulu kita satu angkatan di salah satu Islamic Boarding School di daerah Surabaya. Sekarang usianya 20 tahun, satu tahun di atasku. Ahh aku jadi teringat waktu pertama kali kenal dia. Waktu itu aku dipilih menjadi delegasi sekolah untuk OSN bidang Kimia tingkat kabupaten. Cuma ada dua orang yang diikutsertakan. Aku dan dia. Di momen itulah akhirnya kita sering bertemu dan bertukar pikiran. Selain itu tidak pernah. Maklum, SMA kami dibuat terpisah. Ada gedung khusus perempuan sendiri dan laki-laki sendiri. Meskipun masih dalam satu daerah, tapi kami benar-benar dijaga, jadi tak punya kesempatan untuk bertemu, apalagi sengaja ketemuan. Hmm.. Hal yang paling aku ingat dari Reza adalah dia orang yang cerdas, tapi sayangnya cenderung kolot. Hahaha, Reza.. Reza.. Selain itu Reza itu, Hemmmm....

Diary FathimahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang