"Na, mau coba jas hujan baru aku nggak?baru beli kemarin nih."
Sang pemilik jas hujan menghampiri aku yang tengah berdiri di bawah pohon rindang. Wajahnya tampak sumringah sembari membawa kantung kresek berisikan jas hujan yang dimaksudnya."Dimana ada hujan?". Ucapku. Ucapanku tidak salah, cuaca di sore ini cerah dengan awan yang sedikit di terpa sinar matahari.
"Mau antar aku cari kucing nggak, Na?"
"Taro hilang?"
Taro, nama peliharaan milik lelaki yang tengah berdiri di sampingku."Ada, di rumah."
"Aku cuma mau cari temen buat dia, kasian nggak punya temen main.""Mau cari dimana?"
"Kebanyakan tanya kamu, udah ayo berangkat."
Rai menautkan jari-jarinya di tanganku, dan membawaku pergi.***
Langit cerah yang tadinya menemani aku menunggu jemputan Rai kini berubah menjadi sedikit gelap. Langitnya tampak murung. Suara gaduh kota tempat tinggalku ini bersautan dengan riuhnya rintik hujan di jalanan. Kami berdua menepi di warung tegal yang kosong pengunjung.
Suasana sore ini berubah menjadi abu-abu. Sedari dulu aku sangat mencintai hujan. Aku suka dengan suara air yang deras bertubrukan dengan tanah. Walau terkadang banyak orang membenci hujan.
"Kamu percaya kalau orang yang suka kucing itu penyayang?kayak kata orang-orang."
Aku menatap matanya. Masih tidak habis fikir dengan pertanyaan yang barusan diucapkannya. Kenapa juga tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Kalau aku sih nggak percaya, Na."
"Karna aku nggak pernah bisa bagi rasa sayang aku sama orang lain, kecuali sama satu perempuan."
"Dia orang nya aneh."
"Aku tahu siapa dia."
"Sok tahu."
"Pasti aku kan."
Sejujurnya aku hanya bercanda saat mengatakannya tadi. Tapi kalian tahu apa yang Rai lakukan? Ia memandang wajahku intens. Lesung pipi yang tidak terlalu mencolok itu muncul di kedua pipinya. Rai melempar tawa yang membuat gingsul miliknya terpampang jelas di hadapanku. Manis. Aku akui dia manis. Mata yang membuat siapapun akan tersihir ketika menatapnya. Matanya seakan akan bersinar. Tatapan hangat sekaligus meneduhkan itu berhasil membuat seorang Irana mematung untuk beberapa saat.
"Kok tahu sih."
Jawaban Raihan berhasil membangunkanku dari lamunan berbahaya barusan."Hmm.. ngomong-ngomong kita nggak jadi nih cari kucing nya?"
"Besok aja, dipending dulu."
" Yaudah deh."
Jawaban Irana hanya di balas anggukan dari Rai. Setelahnya itu kecanggungan menyerang mereka berdua. Sampai akhirnya Irana buka suara.
"Kamu mau apa?"
"Aku mau Indonesia turun salju"
"Agak sulit ya,"
"Sulit, kaya kamu ke aku"
"Aku?sulit?"
"Kamu itu musim, yang nggak tahu kapan giliranmu tiba di kehidupan ku."
"Aku musim yang mati, Na."
"Mana ada musim mati."
"Seharusnya sih nggak ada, makanya Na,"
"Makanya apa?"
"Makanya hidupkan aku."
"Sudah reda, ayo pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Bagaimana Dengan Kita?
Fiksi Remaja"Nggak bisa dengan cara kamu pergi, kita udah selesai gitu aja." "Na, aku disini mau menjelaskan semuanya, aku mohon dengerin baik-baik ya."