Eliver bangun pagi ini. Bagusnya adalah, hari ini hari libur. Ketika bangun, yang ia lihat pertama adalah wajah sepupunya yang menyebalkan. Bahkan sepupunya saat ini masih tidur dengan nyenyak. Ia kemudian mendekatkan jarinya ke arah hidung sepupunya.'Masih hidup.' pikirnya. Ia kemudian turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Sebelum itu, ia mengambil bajunya yang tentu ada karna ia sengaja meninggalkannya disini.
Setelah 10 menit di kamar mandi, ia pun keluar dengan pakaian ganti yang sudah rapih. Tak lupa pula ia mencuci seragam sekolah yang ia pakai tadi. Tapi ada yang mengganjal. Mau diapakan jaket biru dongker yang ia bawa dari perpus? Lebih baik ia simpan dulu, karna ia belum tahu siapa yang memberi jaket itu padanya.
Selesai menjemur di balkon, ia turun menuruni tangga menuju ke ruang makan yang menyatu ke dapur. Eliver langsung duduk disalah satu kursi. Makanan pun dihidangkan oleh Kent. Memang lelaki itu yang menyiapkan sewaktu Eliver mencuci dan menjemur pakaian. Kent pun duduk di kursi depan Eliver.
"Makan selayaknya. Aku tahu aku pintar memasak." ingat Kent. Eliver yang sebenarnya sudah lapar melirik Kent dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Kau sedang memuji dirimu sendiri?" tanya Eliver sambil mengambil porsi makannya. Ia lalu memakan masakan Kent dengan lahap tentunya. Masakan Kent memang tiada duanya. Lebay sih, tapi yasudah lah.
Selesai makan Kent tanpa di bantu Eliver, membereskan piring sisa makanan mereka ke wastafel. Eliver yang bosan pun pergi ke ruang tamu yang tidak terpisah oleh ruang makan dan dapur. Ia pun menyender di sofa. Menonton televisi pun menjadi kegiatannya saat ini.
'Berita hari ini, terdapat kasus pembunuhan disebuah rumah yang diperkirakan terjadi pada siang pukul 02.00 kemarin. Dua korban meninggal dengan teragis dan satu orang luka-luka.'
Eliver mengernyit heran. Ia sepertinya familiar dengan orang itu. Memang bukan korbannya, melainkan salah satu keluarga korbannya. Ia menatap seorang gadis yang tersorot di luar ruang rumah sakit sedang terduduk sambil di wawancarai.
"Aku seperti mengenalnya." ujar Eliver sambil mengecilkan volume televisinya.
Kent yang sedang mencuci piring menatap ke layar televisi. Setelah melihat siapa yang dimaksud, Kent hanya tersenyum kecil dan kembali ke aktifitasnya. "Ayahnya adalah seorang koruptor." jawab Kent. Eliver pun mematikan televisinya. Ia kemudian berjalan mendekati Kent dan duduk disalah satu kursi yang dekat dengan Kent.
"Koruptor?" ulang Eliver.
Kent mengangguk tanpa mengalihkan atensinya. "Bosnya menginginkan ia dan keluarganya sengsara mungkin karna sudah dibuat bangkrut perusahaannya. Ya walau perusahaannya ilegal. Yang jelas tidak ada yang salah. Ia ingin melaporkan polisi atas tindak korupsi salah satu karyawannya tapi itu sama saja memasukkan dirinya ke penjara." jelas Kent secara lengkap.
Eliver mengernyit lagi. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya.
"Simpel, aku yang membunuh dua orang bodoh itu." jawab Kent yang membuat Eliver membelalakkan matanya. "Tadi malam kan aku sudah bilang hanya dapat 2." lanjutnya sambil berjalan kesana-kemari menyusun piring. Eliver terus melihat mengikuti pergerakan lelaki itu.
"Astaga.. kau.."
Kent berbalik menatap Eliver datar. "Kenapa?"
"M-Maksudku kau tidak mengajakku." lanjutnya. Eliver tampak melirik arlojinya. "Kenapa kita tidak jalan-jalan mencari mainan?" saran Eliver yang sudah berdiri dari duduknya. Kent mencuci tangannya di wastafel dan berjalan mendekati Eliver.
Dengan santai Kent mengelapkan tangannya yang basah ke kemeja yang Eliver pakai. "Banyak CCTV." jawabnya dan pergi berjalan menuju kamarnya. Eliver yang rasa-rasa ingin membunuh sepupu biadapnya itu hanya bisa diam saja. Tabah.
Ia kemudian berjalan malas ke sofa ruang tamu lagi. Ia pun menjatuhkan dirinya ke sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insanity Of Girl
Mystery / Thriller"Tak ada untungnya kau peduli padaku. Bukankah kau selalu mencari keuntungan di setiap situasi, pshyco?" "Setidaknya seseorang yang kau sebut pshyco ini telah peduli padamu." balasnya yang kemudian turun dari wastafel. "Benar kan? Coba tanya pada...