#4

42 5 27
                                    


"Kent aku sudah memberitahumu." peringat Eliver. Sebenarnya Kent kebetulan bertemu Genie yang sedang duduk menangis di pojok taman dekat semak-semak. Ia tahu semua tentang Genie karna Eliver menceritakan tentang Genie padanya.

Yang membuat Eliver geram adalah, Kent sudah tahu tapi ia sengaja memberi tekanan mental pada Genie. "Loh? Aku nggak sentuh, nyakitin, atau bunuh dia, kok." balas Kent dengan seringainya.

Eliver balas tersenyum. Ia melayangkan tendangan yang langsung ditepis dengan tangan kiri Kent, begitu sebaliknya. Terjadi aksi pukul-pukulan diantara mereka berdua membuat Genie kebingungan harus apa. Dengan tinjuan milik Kent yang masih ditahan oleh Eliver dengan satu tangannya, Eliver mengumpat, "Sepupu bangsat." Kent ngakak. Ia menendang perut Eliver hingga Eliver terhuyung ke belakang membuat Genie reflek menahannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Genie yang benar-benar khawatir.

"Pake nanya lagi. Ini lagi diambang sekarat juga." jawab Eliver menatap manik mata coklat pekat milik Genie. Genie yang ditatap sedemikian dekat dengan Eliver buru-buru memalingkan pandangannya ke lain arah. "Lelaki itu hanya ingin membantuku." jelas Genie.

Eliver menatap Genie humor. "Ohh? Are you sure?" tanya Eliver sambil berdiri dengan tegap. Ia kemudian berjalan menghampiri Kent. "Gimana kalo kita lanjutin dirumah?" bisik Eliver dengan seringainya.

"Hmm.. boleh juga. Dirumahmu, biar nyembunyiin mayat kamunya gak susah." jawab Kent juga berbisik. Mereka pun saling tukar senyum.

"Yaudahlah, aku dan sepupuku akan pulang. Jangan terlalu lama disini, banyak orang jahat yang sering ke sini." ingat Eliver pada Genie. Eliver pun merangkul Kent dan membawanya menuju mobil Kent tadi. "Kenapa aku jadi ingin kau mati ya, Kent?" tanya Eliver ketika sudah sampai di depan mobil.

"Jika aku mati, pria tampan sepertiku akan punah. Sudahlah, masuk mobil." jawab Kent yang sudah memasuki mobilnya. Eliver menatap Genie dari kejauhan yang sedang duduk di halte. Mungkin menunggu bis. "Hey! Kau mau aku tabrak, aku tinggal, atau naik?" Seru Kent yang sudah ribut membunyikan klaksonnya. Eliver dengan kesal masuk ke dalam mobil Kent.

"Jika aku memberi air asam ke wajah Avriela, bagaimana menurutmu?" tanya Eliver. Kent yang sudah menjalankan mobilnya hanya tersenyum. Itu sebuah ancaman, Eliver sudah membawa-bawa kakak perempuannya, oh dude.

"Aku akan meledakan gas beracun ke rumah ibumu." jawabnya.

"Ide bagus. Dan aku akan membakar lilin dari dalam mayat ayahmu."

Skak mat. Eliver sudah buat Kent tak bisa berkutik. "Hhh.. terserah kau saja. Yang jelas aku tak akan melepas Genie." balas Kent. "Dengar, bagaimana jika aku mencintainya?" tanya Kent.

Eliver tertawa. "Aku akan membunuhmu." jawab Eliver. "Kau pikir aku tak tahu busuknya dirimu? Kau tak kan pernah menikah." ujarnya.

Kent tersenyum humor. "Kalau begitu aku akan menikah denganmu."

Eliver berlagak ingin muntah. "Kau? Menikah denganku? Mati bosan aku seumur hidup selalu melihat dirimu dari kecil. Berandal gila." balas Eliver tajam.

Kent tak menanggapi, lagian ia memang hanya asal ceplos. Ia saat ini hanya menginginkan Genie. Hanya Genie. Mobil Kent masuk ke pekarangan besar rumah Eliver, walau tak sebesar rumahnya (Sombongnya). Sekeluarnya mereka, Eliver langsung menendang Kent hingga tersungkur. Belum sempat Kent berdiri, Eliver langsung menindih dan memukulinya secara membabi buta. Hingga Kent akhirnya balik menendang Eliver hingga terjatuh ke sebelahnya. Kent langsung memukul balik Eliver hingga pertengkaran selesai karna mereka merasa puas melihat cetakan seni yang mereka ciptakan.

Kent yang memang babak belur lebih parah dari Eliver, dibantu Eliver untuk masuk ke dalam rumah. Kent pun didudukan di sofa ruang tengahnya. "Aku ambil kotak obat dulu." ujarnya dan pergi ke kamar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Insanity Of GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang