Prologue

23 3 0
                                    

THIS IS MY NEW STORY! I HOPE U GUYS LIKE IT :)

Happy reading! Enjoy it. *don't forget to vote and comment!

.
.
.

“WOY! JANGAN LARI LO!” Teriak pria paruh baya kesal sambil mengejar gadis yang mencuri dompetnya

Gadis itu mengelap keringatnya dan segera bersembunyi di belakang tong besar.

Pria yang tadi mengejarnya ling-lung mencari keberadaan gadis itu. Pria itu membuang nafas kasar lalu pergi dari tempat tersebut.

Gadis yang sedaritadi menahan nafasnya langsung membuangnya dan menghirup nafas dengan rakus.
Hampir saja ketahuan! pikirnya. Jika sampai ia tertangkap maka siapa yang akan memberi makan anak-anaknya? Tubuh gadis itu berdiri dan berjalan sekilas memerhatikan belakangnya. Gadis itu berfikir sejenak, ia akan membeli makanan dengan uang itu.

Setelah membeli makan, gadis itu sampai berada di rumahnya dan anak-anak nya.
“Anak-anak, Kakak bawain makanan nih!” ucapnya lantang sambil tersenyum lebar.

Para anak itupun menggerumbul dan berucap, “Wah, makanan!” Ucap mereka girang.

Gadis itu pun mengangguk dan mulai membagikan makanan kepada mereka.

“Makasih ya kak Hani. Kalau aku sudah besar dan punya banyak uang, aku bakalan beliin sepuluh nasi padang buat kak Hani deh!” Ujar salah satu anak saat gadis itu menyendok makan.

Gadis yang dipanggil Hani itu langsung tertawa dan menggeleng-geleng.

“Kamu ada-ada aja. Nanti kalau kak Hani makan sepuluh bungkus jadi gendut dong!” Celetuk Hani.

Semua anak tertawa mendengar celetukkan Hani lalu saling melemparkan candaannya.

Hani memandang anak-anak itu dengan mata berkaca-kaca. 'Ya tuhan maafkan aku, aku memang berdosa tapi.. janganlah kau beri cobaan pada anak anak ini ya tuhan'

“KAK HANI!” Teriakan anak-anak membuat Hani tersentak kaget, menatap anak-anak yang melihatnya kebingungan.

“Kak Hani kenapa?”

Hani menggeleng dan tersenyum tipis, “Kaka gak papa kok, kalian lanjut makan aja kaka mau kerja lagi” Ujar Hani dan membereskan bungkus makanannnya.

“Anak-anak, kak Hani kerja dulu ya. Kalian jangan lupa belajar oke?” Semua anak mengangguk dan melayangkan jempolnya sebagai jawaban Hani.

Hani tersenyum kecil lalu keluar dari rumah kayunya yang rapuh itu.

--S-t-e-a-l--M-y--W-a-l-l-e-t--

Hani mempertajam telinganya mendengarkan percakapan yang akan menjadi targetnya nanti. Hani menggigit bawahnya seraya berfikir, sepertinya mereka-calon target-sedang bertengkar. Mereka sepertinya pasangan suami istri. Hani membulatkan matanya ketika melihat pria itu menampar wanita yang sedang memaku kaget. Hani tak salah lagi pilih target. Ia akan langsung berlari dan mengambil dompet pria itu. Tanpa pikir panjang lagi, Hani menarik masker hitam yang tergantung dilehernya dan segera mewujudkan bayangannya itu.

Hani mulai berlari saat dikiranya lingkungan sekitar sepi. Setelah Hani mendekati pria itu, Hani merampas dompet yang terlihat menggiurkan baginya. Seperti biasa, Hani langsung kabur dan ia pasti dikejar oleh targetnya. Ia dengan gesit melompat pagar orang setinggi satu meter dan kembali berlari. Kurang lebih dua kilometer, Hani menghentikan langkahnya dan mengelap peluh keringatnya. Dengan nafas tak teratur ia menoleh kebelakang dan menyeringai puas. Lariannya memang sangat memuaskan. Tak sia-sia ia selalu berlatih berlari dan parkour. Persetan dengan polisi, ia tak takut. Ia hanya takut jika anak-anak nya terlantar. Karena Hani juga merasakan bagaimana rasanya tidak memiliki orang tua. Hani menggeleng kuat, ia tidak boleh mengingat masa lalu lagi, terlalu sakit jika masa lalunya harus diungkit kembali.

Ia mengambil uang yang ada di dompetnya lalu membuang dompet ke tempat sampah yang berada disampingnya dan pergi mencari target selanjutnya.

Target kelima. Hani merasa senang sekali hari ini karena mendapat banyak target dengan isi dompet yang cukup banyak juga. Baginya mencuri adalah morfin dimana ia akan semakin ketagihan untuk melakukannya. Hani memperhatikan target ke limanya dengan penuh keraguan. Jas mahal, sepatu mengkilap, mobil panjang yang Hani tak tahu itu namanya apa membuat target ke tiganya ini adalah target yang paling mencolok. Hani menggaruk dagunya mencari jalan. Masalahnya ialah terdapat dua pengawal bertubuh besar yang mengawal pria itu. Aha! Hani membayangkan ia akan mengendap-endap dari belakang mobil dan memukul dua pengawal itu lalu mengambil koper dan dompet yang sepertinya berisi uang berlimpah itu dari tangan sang pria berjas mahal.

Hani memerhatikan jam usangnya. Sudah jam satu malam, pikirnya. Ia juga heran kenapa tengah malam begini pria itu masih ada di depan gedung kantor. Hani tak memerdulikannya dan langsung menuju ke belakang mobil. Ia dengan cekatan memukul tengkuk dua pria berbadan besar dan pria-pria besar itu langsung pingsan membuat Hani tercengang sesaat. 'Aku hanya memukul nya pelan tetapi mengapa mereka langsung pingsan?' Bingungnya. Dan ia hampir saja melupakan tujuan utamanya kesini. Ia menatap pria itu dari belakang yang sedang menelfon dan langsung merampas koper itu dari tangan pria itu dan berlari sekencang-kencangnya. Dalam larinya Hani semakin bingung, kenapa targetnya tidak mengejar? Apa mereka sudah kaya? Ah iya mana mungkin mereka mau cape cape mengejar koper yang tak seberapa ini, pikirnya. Akhirnya Hani berhenti dan membuka koper yang baru ia rampas. Hani menjatuhkan rahangnya, ia melihat banyak sekali uang di koper itu. Tak mau menunda waktu karena sudah malam, ia mengambil uang itu dengan terburu-buru. ia menjepit uangnya dengan mulutnya karena terlalu uang telah penuh ditangannya.

“Mengapa kau mengambil koperku nona?”

Hani terkejut bukan main. Ia menjatuhkan uang dari mulutnya dan menatap yang ada didepannya dengan mata terbuka lebar.

Steal My WalletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang