Leif | LAPAN

10 1 1
                                    

Zraash-

Sebuah limosin melaju kencang menggilas genangan air sehingga trotoar di sebelahnya rata bermandikan sisa air hujan. Tampaknya kota Jakarta ditimpa badai malam tadi. Dapat dilihat dari dedaunan yang berserekan serta genangan air hampir di seluruh penjuru kota. Walaupun begitu, pagi ini terlihat cerah. Angin berhembus santai mengejar merpati-merpati yang turun untuk menghangatkan diri pada sinar mentari. Seperti biasa kota ini selalu ramai oleh lautan masyarakat yang melakukan rutinitasnya. Trotoar dipenuhi pejalan kaki yang memulai kehidupan monoton mereka. Para pemilik toko mulai membuka tokonya masing-masing. Beberapa diantara mereka saling menyapa bercengkrama mengenai hujan tadi malam sebagai awal basa-basi. Begitu juga dengan para pejalan kaki yang tengah asik memandangi papan reklame yang baru saja dipasang. Mereka merumpi tentang siapa yang akan jadi presiden Indonesia tahun ini. Sudah 5 tahun belakangan sejak 2019 lalu Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pembangunan berkembang dengan sangat pesat. Bukan main presiden yang sekarang memang ahli dalam mengatur negara. Ia seperti Raja Faisal sang evolusioner Arab Saudi.

"Menurut kalian siapa yang akan jadi presiden selanjutnya, nih?" tanya seorang gadis SMA pada teman-temannya ditengah perjalanan menuju sekolah.

"Gue sih maunya jangan ganti presiden. Lebih baik ganti pacar lah, hehe."

"Haduh, loe aja kan belum punya pacar sejak SMP. " balas temannya yang lain menyindir.

Mereka pun tertawa cekikikan selama perjalanan tanpa menyadari seorang pria berjalan dari arah belakang. Pria itu melangkah dengan senyum girang serta mata yang terbuka lebar. Luas serta kecepatan langkahnya meningkat setiap persekian detik. Sesekali ia cengengesan tanpa sebab.

"Hari ini akan jadi hari yang menyenangkan, hehehe" gumamnya ditambah sedikit tawa kecil hingga akhirnya ia berbelok meninggalkan gadis-gadis itu.

Tak sampai beberapa meter ia berjalan, langkahnya terhenti pada sebuah gedung. Kepalanya mendongak ke atas dan ia mendapati sebuah logo dengan ukuran yang cukup besar.

LAPAN

Ya, inilah LAPAN. Satu-satunya badan antariksa terbesar di Indonesia. Semua riset dan penelitian mengenai alam semesta dilakukan disini. Apalagi sejak diluncurkannya satelit buatan Indonesia di tahun 2022 yang lalu, perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia meningkat pesat. Bahkan banyak temuan dan inovasi yang dihasilkan. Mulai dari penemuan bintang baru hingga peluncuran manusia ke mars yang akan dilaksanakan pada tahun ini. Dan yang terpenting mereka selalu terbuka pada masyarakat sehingga masyarakat pun dapat berpartisipasi serta berkontribusi dalam memajukan ilmu pengetahuan.

"Selalu datang lebih awal ya, Cen" sapa seorang pria lainnya yang datang dari arah belakang dan mematahkan lamunan pria yang sedari tadi asik melototi gedung di depannya.

"Sina, woi. Bukan Cena. Gua smackdown juga lu, bang." balasnya menikmati logat Betawi-nya yang kental.

"Wah, wah. Iya deh. Kamu enggak mau masuk? Udah bosen kerja?"

"Ya bukan gitu, bang Ben. Gua lagi liatin ikan terbang tuh di atas." Sina menunjuk ke arah langit hingga pria bernama Beni itu pun mendongak ke arah yang ditujukkan Sina. Tak butuh waktu lama bagi Beni untuk menyadari bahwa dirinya sedang dikerjai ditandai dengan menghilangnya Sina dari obrolan tersebut.

Sina tampaknya senang karena berhasil mengerjai seniornya itu. Ia melangkah bangga masuk ke dalam kantor untuk memulai kewajibannya sebagai Cleaning Service. Ya, Cleaning Service. Hanya Cleaning Service. Tidak lebih. Dengan sigat ia memasuki ruangannya dan mulai meracik secangkir kopi hingga akhirnya ia menyeruput kopi tersebut sampai habis termasuk ampasnya.

"Fwaah! Seger bener ngopi pagi-pagi gini. Feel like a boss." ujarnya sedikit lantang tanpa menyadari dibelakangnya telah berdiri tegap Pak Bekti, salah satu direktur disana. Pak Bekti mendeham menggetarkan tenggorokannya hingga Sina pun menoleh cepat ke belakang dan menurunkan kopinya.

"Eh, Pak. Ngopi?" tanya Sina basa-basi.

"Iya, Mat. Tadi gak sempat ngopi di rumah. Istri sibuk sama anak-anak, jadi ya ngopi disini aja." balas Pak Bekti melanjutkan basa-basinya Sina sambil mengangkat kopi di sebelahnya yang memang sejak awal sudah dibuatkan Sina.

"Sina, Pak."

"Oh iya iya. Haha, lupa terus saya nama kamu." keduanya tertawa cengengesan menikmati obrolan default mereka. Di satu sisi Sina senang dapat bercengkrama dengan orang penting di tempatnya bekerja, di lain sisi Pak Bekti senang dapat membuat karyawannya betah dengan keramahannya. Selain itu juga Sina memang orang yang santun pada orang tua kecuali terhadap Beni, mungkin karena mereka terlalu akrab. Baru dua bulan Sina bekerja dan ia beradaptasi dengan cepat. Tak peduli apa jabatannya, ia melakukannya pekerjaannya dengan baik.

Setelah menyeruput habis kopinya, Pak Bekti pun kembali menoleh ke arah Sina. "Oh iya, Sin. Di belakang tuh kan ada gudang. Katanya besok mau di renovasi buat dijadiin ruang kantor. Nanti kamu bersihin, ya. Ajak si Mamat."

" Siap, Pak. Siap." jawab Sina mengiyakan kemudian melangkah ke sink setelah Pak Bekti meletakkan cangkirnya dan berjalan keluar.

. . .

. .

.

"Prof"

"Profesor Sukma! Tunggu sebentar." pekik salah satu wanita yang berlari kecil ke arah pria tua ber-jas putih di dekat tangga menuju lantai 4.

"Rea?" sapa Profesor Sukma memastikan.

"Iya saya Andrea, Prof. Prof harus lihat ini." pinta wanita itu setelah memperjelas identitasnya. "Ini update-an terbaru dari Divisi Geologi. Sesuai data dari satelit tadi malam, ini yang kita dapatkan." sambungnya setelah mengeluarkan sebuah map yang berisi beberapa lembar kertas. Profesor Sukma memperhatikan sesaat, membolak-balik kertas kemudian mengangkat suara.

"Ini harus diinfokan pada semua orang! Gak bisa dibiarin!"

Kalimat tersebut pun menjadi penutup obrolan dan melangkahkan mereka kembali ke lantai bawah.

.

.

.

"Cen, ngapain kamu?" tegur Beni yang melihat Sina sedang berdiri diam sambil menyandarkan kedua tangannya pada gagang sapu di depan pintu.

"Setan, kaget gua." Sina melatah setelah ditepuk pundaknya. "Itu loh, bang. Kayaknya lagi ribut-ribut di dalam."

Tak sengaja sedari tadi Sina memperhatikan Profesor Sukma dan Andrea tengah berbincang dengan salah seorang pria berbadan tegap yang ditemani seorang pengawalnya. Dari mimiknya, Profesor Sukma terlihat sedang berdebat dan meninggikan suaranya. Suara lantangnya hampir menembus kaca ruangan walau masih terdengar samar dari luar. Lawan bicaranya hanya diam sambil menyerahkan sebuah berkas pada pengawalnya. Andrea hanya bisa menahan Profesor Sukma dari emosinya walau sesekali ia ikut angkat bicara membela sang profesor.

"Ah, biarin aja. Bukan urusan kita. Bilang aja kamu lagi liatin Andrea." ledek Beni.

"Yah, bukan gitu, bang. Tapi bener sih. Hehe." balas Sina. Beni pun angkat kaki setelah menggelengkan kepalanya mendengar kebenaran dari Sina.

"Udah, balik kerja."

"Siap, bang."

Tak jauh Beni melangkah, Sina menyadari bahwa seseorang akan keluar dari ruangan didepannya. Belum sempat ia melangkah mundur, seseorang telah membuka pintu dan tak sengaja menumbangkan Sina dengan badan besarnya itu.

"Maaf, Pak." ucap Sina pada pada pria yang berjalan bersama pengawalnya yang kemudian pergi tanpa sepatah katapun. Di sisi lain, Profesor Sukma terlihat lemas layaknya orang yang kehilangan semangat hidup. Andrea yang berada disana masih mencoba menenangkannya kemudian tak sengaja ia melirik Sina dengan tatapan heran. Sina pun langsung kocar-kacir berpura-pura kembali menjalankan pekerjaannya. Perlahan Sina melangkah mundur untuk mengasingkan diri dari situasi tersebut.

"Sina! Disini kamu ternyata." tegur Mamat yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Dan lagi-lagi Sina terkejut dan melatah. "Ayo ke gudang. Tadi kan di suruh pak Bekti untuk beresin gudang." lanjut Mamat.

Sina yang mengiyakan ajakan Mamat pun langsung bergegas menuju gudang dengan wajah yang memerah. Tak tau apa penyebabnya.

Hari sudah mulai siang. Layaknya perkotaan pada umumnya, Kota Jakarta benar-benar terasa panas. Ternyata di zaman teknologi super canggih seperti ini pun belum bisa mengatasi masalah global warming.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LeifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang