Aku melirik arlojiku. Pukul dua puluh satu lewat tiga puluh lima menit. Artinya sudah tiga puluh lima menit aku habiskan di rooftop apartemenku. Lampu-lampu yang gemerlap di setiap sudut kota yang menghiasi langit malam ini. Berbeda dengan malam sebelumnya yang menyajikan cahaya rembulan. Sunyi. Aku rasakan. Seperti keadaan hatiku saat ini. Hanya hembusan angin malam yang menerpaku. Dingin yang aku rasakan, membuat sesak dadaku. Kembali teringat sosok yang selalu menyodorkan jaket miliknya untuk menghangatkanku saat merasa kedinginan. Tidak. Itu hanyalah masa lalu. Aku tidak boleh mengingat masa itu lagi. Lagi pula tidak akan ada gunanya. Hanya menyesakkan dada saja.
Suhu udara di luar semakin dingin. Segera aku kembali ke kamarku untuk menghangatkan tubuh.
"Line!", dering notifikasi dari handphoneku yang menghentikan laju langkah kakiku.
Mataku membulat ketika melihat nama pengirim pesan tersebut. Surya. Sosok yang selama seminggu terakhir ini menghantui pikiranku. Dengan perasaan ragu aku membaca pesan darinya.
Syif, sudah tidur belum?
Saya lagi ada waktu senggang nih, ketemuan yuk di kafe biasa.Hah? Apa dia sudah gila, setelah dia mengatakan tentang status hubungan kita dan dengan seenaknya dia mengajak aku untuk bertemu? Bagaimana aku bisa bertemu dengannya jika keadaan hatiku saja seperti ini? Sangat menyakitkan. Tetapi, apa boleh buat. Surya tetaplah temanku. Aku tidak enak hati untuk menolak ajakannya. Dengan cepat aku ketikkan balasan untuknya.
Ya
Aku terpaksa. Semua masalah ini berawal sejak seminggu yang lalu di kafe dekat sekolah. Ketika dia menjelaskan tentang hubungan yang ada diantara kita hanyalah sebuah hubungan pertemanan. Beribu pisau menghujam hatiku saat itu. Tanpa disadari air mataku sudah memenuhi kelopak mataku dan terjatuh. Sakit. Itu yang kurasakan. Harapan yang sudah aku bangun sejak aku bertemu dengannya hancur seketika hanya dengan sepatah kata darinya. Memang semua ini salahku karena tidak seharusnya aku memiliki perasaan lebih dari seorang teman untuknya. Tetapi, tidaklah seseorang berharap jika seseorang yang lain tidak memberikan harapan.
Aku segera menuju kamarku untuk mengganti pakaian dan mengambil kunci kendaraan. Aku lajukan kendaraan bermotorku menuju kafe. Sesampainya, dengan gugup aku memasuki kafe. Aku mengedarkan pandanganku ke berbagai sudut kafe untuk mencari sosoknya hingga aku mendapatinya. Sosok berbadan tegap, kulit yang berwarna sawo matang, dan dengan rambut kaku hitamnya. Segera aku menuju kearahnya dengan penuh rasa ragu. Meja yang ditempatinya berada di salah satu sudut kafe yang menjadi tempat favoritku dengannya dulu. Udara dingin yang berasal dari pendingin ruangan itu menambah rasa gugupku. Ingin rasanya aku melarikan diri dari tempat ini. Tetapi percuma saja, dia sudah melihatku dengan senyum manis yang ditampakkan oleh bibirnya. Tanpa pilihan lain, aku harus menghampirinya.
"Akhirnya datang juga", katanya dengan wajah yang berseri-seri. Aku hanya diam dan menempati tempat dudukku yang berada dihadapannya. Kita saling berhadapan
"Itu aku sudah memesankan kamu cokelat panas favoritmu", kata Surya sambil menelunjukkan jarinya ke arah cup yang tertutup rapat. Cokelat panas, minuman favoritku dengannya. Kita memiliki selera minuman yang sama. Bahkan tidak hanya minuman, selera musik kita pun sama. Kita pernah menyanyikan lagu yang berjudul Just For You yang diciptakan dari band Indonesia bernama The Coffee Theory dengan diiringi gitar yang dimainkan olehnya. Sungguh indah. Tetapi itu hanya masa lalu yang tidak akan pernah bisa terulang kembali.
Aku melirik jam yang terletak tepat di dinding sisi atas meja kasir. Sudah setengah jam kita hanya saling berdiam tanpa ada obrolan, mungkin canggung karena kejadian waktu itu.
Alunan musik jazz dibawakan oleh band yang berada di panggung kafe itu menciptakan suasana yang tenang. Aroma cokelat panas yang mengambang di udara sebab aku membuka tutup cupnya. Suhu di kafe semakin dingin, aku jadi terus-menerus menyesap cokelat panasku. Lumayan bisa menghangatkan badan. Tetapi tanganku masih terasa dingin. Segera aku gosokkan kedua telapak tanganku dengan berharap ada kehangatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For You [COMPLETED]
NouvellesAku menemuinya di sebuah kafe yang berada di dekat sekolahku. Warna krem pada dinding yang menyatu dengan berbagai furniture berwarna cokelat di kafe itu menambah suasana tenang. Aroma cokelat panas yang mengambang di udara menambah kesan ketenangan...