SAVE ME

3 1 0
                                    

Tak tak tak, terdengar langkah kaki seorang gadis menggema di koridor sekolah yang sunyi. Langkah kaki gadis itu membawanya pada sebuah pintu kelas berpapan XII Seni 1. Gadis itu berhenti sejenak untuk mengatur nafas yang sedikit terengah-engah kemudian segera masuk ke dalam kelas. Gadis itu masuk dan berdiri di depan kelas semua perhatian mengarah kepadanya tak termasuk aku. Dengan dihiasi sedikit keringat di pelupuk dahinya dia namun tidak mengurangi paras cantiknya. Ia memperkenalkan diri dengan nama Yuri Ayudia dengan diakhiri senyuman yang manis.
Dia berjalan dan duduk dua baris dari ku, ah sayang sekali harusnya aku tidak pindah kemarin. Bel istirahat terdengar menggema di seluruh ruangan. Aku berjalan ke tempat duduk Yuri dengan tangan ku masukan ke dalam saku.
“Hay” saat aku sampai aku langsung melambaikan tangan dan menyapa. Dan apa itu dia hanya melirik ku  sebentar seolah aku adalah makhluk astral dan kembali menekuni buku di depannya.
“Ya, aku sedang bicara pada mu”.
“Aku tahu”.
“Kalo begitu kenapa sikap mu seperti itu ?”
“Aku tidak merasa harus menjawab sapaan dari kamu, lagipula kita juga tidak saling mengenal”.
Aku mengulurkan tangan “Kalo begitu perkenalkan nama ku Kevin Adi Putra Pangestu. Kau bisa memanggilku Kevin”.
Dia hanya melihat tangan ku yang menggantung di udara tanpa berniat membalas.
“Aku tahu, itu sudah terpasang jelas pada papan nama mu”.
“Kalo begitu, kenapa kau bilang tidak kenal”.
“Kau bodoh ya, tahu nama itu bukan berarti saling kenal. Minggir !” Yuri mendorong ku kursinya dan pergi.
“Mau kemana kau ?”
“Tiba-tiba aku merasa suasana sangat menggangu”.
“Ya, dasar anak baru songong”. Aku berteriak dan rasanya ingin memukul sesuatu, melihat anak itu pergi dan menganggap ku angin lalu. Baru kali ini ada gadis yang begitu menyebalkan seperti dia. Aku akan buat dia menyesal.
Kejadian tempo hari membuat ku kesal dan aku bertekad akan membalasnya. Seperti hari ini aku mengerjainya dengan cara menaruh kaus kaki kotor yang tidak dicuci selama beberapa bulan di lokernya. Aku tertawa puas melihat dia kesal setengah hidup mencium bau yang mana aku pun tak kuat menciumnya.
“Rasakan, makanya jangan sok”.
Setelah kejadian dimana aku mengerjainya, membuat aku dan Yuri semakin dekat dan membuat ku penasaran akan siapa dia. Setelah pulang dari sekolah, aku langsung menuju kamar dan memainkan smartphone dan berselancar di internet untuk mencari tahu aku Yuri.
Aku tersenyum begitu menemukan sebuah akun instagram dengan nama Yuri_133. Aku melihat-lihat apa saja yang ia posting dan tersenyum begitu melihat sebuah vidio menunjukan dia yang sedang dikerjai oleh beberapa temannya saat ulang tahun. Aku melihat sampai ke bawah tapi aku tak melihat satu foto atau pun kenangan tentang keluarganya membuat ku semakin penasaran.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu tak terasa sudah tiga bulan kepindahan Yuri ke sekolah. Semakin bertambahnya waktu juga aku semakin kenal dan dekat dengan Yuri ternyata dia adalah murid yang cukup pandai. Bahkan sekarang kami sering bersama, dan rencananya setelah ujian akhir aku akan mengajak Yuri kencan.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba, aku sekarang sedang berada di halte bus menunggu apa ya aku menyebutnya, cinta pertama atau kekasih ya ? Ah, iya cinta pertama ku, karena aku belum mengatakan perasaan ku padanya. Aku sangat tidak sabar, kenapa lama sekali ya aku melihat jam tangan dan tersenyum ketika tahu aku datang satu jam lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Aku melihat-lihat dan disana Yuri yang sudah berada di sebrang jalan.
Aku melambaikan tangan melihat kedatangan Yuri untuk memberitahu posisi ku.
“Maaf, ya lama. Aku tadi ada urusan sebentar”.
“Iya, tidak apa-apa aku juga baru datang”.
“Sekarang kita akan pergi kemana ?”
Apa tadi yang dia bilang kita, itu kan berarti aku dan kamu. Sepertinya aku mulai gila bahkan aku merasa sangat senang hanya dengan dia mengungkapkan kata kita.
“Ke bioskop dulu bagaimana ?”
“Bioskop ya ? Aku kurang suka. Bagaimana kalo ke taman bermain saja, aku dengar di Ancol membuka wahana rumah hantu”.
Mendengar kata hantu membuat ku sedikit bergidik ngeri, tapi tak apalah asal aku bisa bersama dengan Yuri itu sudah cukup. “Baiklah, jadi ayo kita berangkat”.
Saat aku pulang aku langsung menuju ke kamar, sebelum aku membuka pintu aku melihat kakak ku, yang sedang bermain game.
“Wah, sepertinya aku merasa ada yang sangat senang hari ini. Bagaimana kencannya ? Apakah kau sudah mengatakan perasaan mu ?”
“Apanya yang kencan,  kencan romantis yang sudah aku buat tidak berjalan lancar”.
“Dan aku tebak kau belum mengatakannya ?”
“Bagaimana aku mengatakannya, dia saja mengajak aku ke rumah hantu, roller coaster, dan wahana ekstrim lainnya yang membuat ku tidak bisa mengatakannya”.
“Kalo begitu, kenapa aku melihat senyum mu yang tidak pernah mencair itu”.
“Karena, bersama dengan Yuri semua terasa indah. Dan aku ingin selalu bersamanya, bahkan selamanya pun tidak akan cukup”.
“Woo, aku ingin muntah mendengar kau mengatakan hal seperti itu. Kalo begitu langsung saja tembak dia”.
“Tentu saja, dan rencananya lusa aku akan memberikan kejutan dengan ke rumahnya”.
“Semoga berhasil. Sekarang sini temani kakak bermain game”.
“Besok saja kak, aku ingin segera istirahat”.
Aku melanjutkan langkah menuju ke kamar dan terdengar suara kakak ku berteriak mengatakan semoga tidak gagal lagi. Tak ku hiraukan lagi dan segera masuk. Aku segera merebahkan diri di kasur, dan mengambil selembar foto  yang tadi sempat aku ambil bersama Yuri. Aku tersenyum mengingat kejadian tadi, tentang Yuri yang begitu penakut dengan kucing tapi tidak dengan horor, tentang Yuri yang berceloteh ria di sepanjang jalan.
Aku mendengar suara alarm berbunyi, aku langsung mematikannya dan kembali tidur. Saat aku akan terlelap aku ingat bahwa hari ini aku akan ke rumah Yuri. Segera saja aku melempar selimut ke lantai dan menuju kamar mandi. Aku ingat sangkin gugupnya aku sampai tidak bisa tidur dan bangun kesiangan. Tak ingin terlalu lama aku langsung berganti pakaian, dengan setelan celana jeans dan kemeja oh ya dan jangan lupakan dengan sneaker putih favorit ku, dan siap meluncur.
“Hey, Kevin habiskan sarapan mu dulu”.
“Aku sedang terburu-buru. Do’akan aku berhasil”.
“Baiklah, hati-hati di jalan”.
Di sepanjang jalan aku tersenyum membayangkan ekspresi kaget Yuri melihat aku ke rumahnya. Aku tiba di depan apartemen milik Yuri, aku mengatur nafas untuk mengurangi rasa gugup. Aku berjalan menuju tangga dan menaiki anak tangga satu persatu sembari mempersiapkan apa yang akan nanti aku ucapkan. Saat aku sudah dekat dengan apartemen Yuri aku mendengar suara orang yang sedang bertengkar dan suara tangis perempuan dari arah apartemen Yuri. Aku segera berlari dan langsung membuka pintu dan tanpa disuruh aku langsung masuk. Alangkah kagetnya aku melihat Yuri menangis disudt ruangan sambil menutupi kepalanya, dengan bekas darah di sudut bibir.
Aku melihat seorang laki-laki paruh baya didepannya yang sedang mabuk, dan membawa botol soju, aku pikir dia pasti ayah Yuri. Dipengaruhi oleh alkohol dia tidak menyadari keberadaan ku di belakangnya, saat akan memukulkan botol tersebut kepada Yuri, tanpa pikir panjang aku langsung mengambil salah satu dari tongkat bisbol  belakang deretan botol alkohol di lantai. Dengan amarah yang berkecamuk melihat kondisi Yuri dan seperti orang yang kesetanan, aku memukulkan tongkat bisbol tersebut ke arah belakang kepala ayah Yuri. Sampai aku merasakan suatu cairan mengaliri tangan ku, dan alangkah terkejutnya aku ketika melihat darah mengotori tangan dan tongkat bisbol. Secara spontan aku langsung menjatuhkan tongkat itu ke atas lantai, disana Yuri melihat ke arah ku dengan wajah yang kaget dan tidak percaya. Menyadari apa yang telah aku lakukan aku langsung jatuh terduduk di lantai dengan pandangan tidak percaya aku melihat ke arah tangan dan ayah Yuri.
“Tidak, aku bukan seorang pembunuh. Tidak”. Aku memegang kepala dan menggeleng tidak percaya. Tanpa sadar air mata telah menetes deras dari pelupuk mata, dan membasahi pipiku. Aku melihat Yuri yang sama-sama terkejut dan terpaku di tempatnya.
Segera setelah sadar aku keluar dari apartemen Yuri dan menuju kamar mandi di lantai atas. Tanpa takut basah, aku duduk di sudut kamar mandi. Aku ketakutan dan pikiran ku kalut, saat itu terlintas bayangan kak Stev. Tanpa aba-aba aku langsung mengambil telfon genggam di saku celana jeans dan segera menghubungi kak Stev. Setelah beberapa kali aku menelfon terdengar suara kak Stev
“Ya, halo Kevin. Ternyata kau masih ingat kakak mu ini, ku kira kau akan langsung melupakan ku begitu kau”.
Terdengar suara kak Stev yang sedang tersenyum di sebrang sana, tanpa menunggu kak Stev selesai aku langsung memotong perkataannya.
“Kak, kak Stev. Bagaimana ini ? Aku takut”.
Mendengar aku menangis, kak Stev langsung panik dan menyuruh ku untuk lebih tenang. “Tenang, ceritakan apa yang telah terjadi”.
“Maafkan aku, aku aku”. Sungguh aku tak sanggup mengatakannya kata-kata yang menjadi hal yang paling aku benci.
“Katakan ! Ada apa ?”.
“Aku telah membunuh seseorang”.
“Apa ? Apa maksud mu ?”.
Terdengar suara kak Stev yang begitu kaget sekaligus khawatir mendengar perkataan ku, membuat air mata ku semakin mengalir deras, dan tak mampu berkata-kata lagi. Tak kunjung mendapat jawaban dari ku kak Stev langsung melanjutkan kata-katanya.
“Baiklah, kakak mengerti. Sekarang kakak akan segera ke apartemen Yuri dan jangan pergi kemana-mana”. Stev langsung mematikan telfon dan mengambil kunci motor dan segera bergegas pergi.
Aku langsung menjatuhkan telfon dari tangan ku. Aku begitu jijik melihat noda darah yang berada di tangan ku, segera saja aku masuk ke dalam bathtub dan menyalakan shower untuk menghilangkan noda darah ini.
Saat kegelapan akan menjemput, aku merasakan ada yang mendobrak pintu kamar mandi dan suara seseorang memanggil nama ku.

To be continue......

Makasih udah baca, jangan lupa vomen.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang