1. Serba Baru

21 4 2
                                    

Pagi yang cukup cerah untuk memulai aktivitas yang biasa dilakukan. Matahari dengan mudahnya menerobos jendela kamar membuat cahayanya menerpa langsung ke wajah si pemilik kamar.

"Hmmm" Aretha bergumam tak jelas sambil mengucek kedua matanya. Tak lama mata itu terbuka dengan samar-samar.

"Huuaaamm.." Aretha menguap.

Dilihatnya jam bekker kesayangannya yang ada di atas nakas. Jarum jam menunjukkan pukul 06.10 WIB.

"Ya ampun... Hampir aja kesiangan" kaget Aretha sambil membelakakan mata.

Bagaimana tidak kaget hari pertama masuk sekolah masa harus terlambat, gimana nanti sama hari-hari selanjutnya? Aretha memang tidak pernah datang sekolah terlambat karena itu akan membawanya kepada sebuah bencana. Yaitu harus berhadapan dengan guru-guru killer, begitu pikirnya.

"Ishh, Mami kenapa gak bangunin aku, sih" gerutu Aretha.

Aretha langsung bergegas untuk mandi. Setelah selesai mandi, Aretha langsung memakai seragam putih abu miliknya yang baru.
Cukup dalam waktu 15 menit Aretha sudah rapih dengan seragamnya. Tak lupa ia memoleskan bedak bayi tipis ke wajahnya.

"Selesai." ucap Aretha sambil tersenyum manis di hadapan kaca.

Aretha langsung turun ke bawah untuk sarapan.

"Lalalalalaa..." Aretha bersenandung kecil sambil menuruni tangga.

Dilihatnya sekeliling rumah oleh mata coklatnya yang indah. Di ruang makan ada Maminya yang sedang mempersiapkan sarapan ditemani Papinya yang sedang duduk sambil membaca majalah tentang olahraga.
Di ruang keluarga ada Kakaknya yang sedang fokus memainkan ponsel.

"Ahaaa.." petik jari Aretha sambil tersenyum jail setelah menemukan ide jailnya.

Aretha berjalan mengendap-endap ke ruang keluarga mendekati Kakaknya sambil membawa topeng singa yang ada di atas meja dekat tangga milik keponakannya. Belum sampai di ruang keluarga, tiba-tiba....

"Aduhhh.." pekik Aretha membuat semua orang yang ada di dalam rumah menengok ke arahnya.
Aretha jatuh dengan posisi tengkurap sempurna.

Meilina dan Rendi yang berada di ruang makan pun berlari mendekat ke arah Aretha. Meilina yang panik langsung membantu Aretha berdiri.

"Kamu gak papa, Aretha?" Tanya Meilina khawatir.

Aretha hanya menggeleng sambil membenarkan pakaiannya yang berantakan.

"Siapa sih yang buang kulit pisang sembarangan disini" tanya Aretha dengan kesal.

"Hahahaha..." tawa Revlia pecah.
"Makanya kalau jalan pake mata dek bukan pake hidung hahaha" lanjut Revlia.

"Ishh, apaan sih, Kak. Orang ada yang jatoh bukannya tolongin malah di ketawain" sewot Aretha sambil memanyunkan bibirnya dan memalingkan wajah.

Tawa Revlia pun mulai berhenti. "Elahh dek gitu aja langsung ngambek. Sensi banget, deh." ucap Revlia sambil memutar bola matanya malas.

"Bodo" balas Aretha cuek.

"Udah-udah. Kalian udah pada gede masih aja sikapnya kaya anak SD." kata Rendi, sang Papi.

"Kakak yang mulai duluan, Pi," Aretha membela diri.

"Kok Kakak sih yang di salahin? Jelas-jelas kamu yang salah. Jalan gak liat-liat," bela Revlia tak mau kalah.

"Udah-udah. Ayo kita sarapan dulu. Tuh liat udah jam berapa, nanti kalian telat sekolahnya." kata Meilina mengingatkan.

Ketiganya pun sontak melirik jam. Ekspresi Aretha berubah seketika menjadi panik.

"Ya ampun udah jam 06.45!" ucap Aretha kaget. Tanpa ba bi bu Aretha berlari menaiki tangga menuju kamar untuk mengambil tas.

Rendi, Meilina dan Revlia bengong melihat Aretha lalu mereka langsung berjalan menuju ruang makan.

"Mi, aku hari ini gak sarapan takut telat. Nanti di kantin aja aku makan," ucap Aretha terburu-buru mendekati ruang makan.

"Assalamu'alaikum. Aku berangkat dulu," pamit  Aretha sambil menyalami tangan kedua orang tuanya.

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati di jalannya." jawab Meilina sambil tersenyum.

"Wa'alaikumsalam. Belajar yang bener di sekolahnya." jawab Rendi sambil mengusap lembut kepala Aretha.

Aretha hanya tersenyum. Ia bahagia memiliki seorang ayah yang mampu mengertikan dirinya. Pernah pada suatu hari saat masih SMP untuk pertama kalinya ia mengalami PMS dan di rumah hanya ada Papinya. Dengan rasa malu yang begitu hebat Aretha mengadu kepada Papinya. Papinya dengan sigap langsung membelikan kebutuhan Aretha saat sedang PMS.
Di situlah Aretha mulai mengerti ternyata Papinya bukan hanya seorang Ayah, tetapi bisa juga menjadi seorang Ibu di saat Maminya tidak ada.

"Wa'alaikumsalam" jawab Revlia dalam hati.

Terakhir Aretha berjalan ke arah Kakaknya. Merasa ada yang mendekat, Revlia pun mendongakkan kepala dengan keadaan mulut yang penuh makanan.

"Inget ya, Kak. Aku masih marah sama Kakak." ucap Aretha penuh kekesalan. Lalu pergi begitu saja.

"Dih, kenapa tuh anak. Kesambet kali yak." celetuk Revlia. Revlia pun melanjutkan kembali sarapannya yang sedikit lagi akan habis.

Rendi dan Meilina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat kedua anaknya. Meskipun anaknya selalu bertengkar karena hal sepele, tetapi keduanya sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan Revlia dan Aretha di dalam kehidupannya. Tanpa adanya seorang anak, maka keduanya tidak akan menjadi seorang Ayah dan Ibu.

♡♡♡

Haii semuanyaaaa...
Gimana? Gimana? Garing yaa?😂 maklumlah baru awal-awal hehe jadi masih banyak kesalahan. Semoga kalian suka.

Jangan lupa vote dan coment ya;))

ARETHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang