#1

346 63 14
                                    

Aku tahu aku sedang tertidur, aku bisa merasakan nyaman. Sesuatu seperti domba? Domba yang harum? Meronta-ronta dipelukanku, ya rasanya seperti memeluk domba kurus yang harum. Aku memeluknya lebih erat lalu tak berapa lama jeritan melengking membuatku terperanjat bangun.

Dengan mata yang masih kabur aku menjauh dari seseorang yang tengah menggerutu cukup keras, aku masih mengantuk tentu saja tapi melihat banyak cahaya masuk membuatku tak bisa lagi memejamkan mataku. Aku bersandar pada sesuatu di belakangku selagi menormalkan penglihatanku.

"Jam berapa sekarang?" Tanyaku entah pada siapa.

Biasanya Chanyeol membangunkanku untuk bekerja tumben sekali dia...

Mataku terbuka lebar dan saat itu juga aku terkejut ketika melihat sekelilingku adalah jalanan, aku berada di pinggir jalan?

"Bagus kau sudah bangun," Aku menoleh pada samping kananku lalu menemukan wajah polos bak anak kecil tengah menatapku, terlihat sedikit ada keangkuhan di sana. "Aku lapar." Katanya.

"Tu-tunggu," Suaraku terdengar serak. "Siapa kau?" Tanyaku.

"Siapa aku? Aku tanggung jawabmu sekarang," Jawabnya.

Hah?

"Kemana kita akan pergi? Kau gelandangan bukan?"

"Tu-tunggu,"

"Cepatlah pergi matahari sudah semakin tinggi," Dia berdiri, menepuk celananya lalu menatapku. "Lukamu harus segera dirawat." Katanya mengingatkanku pada kejadian semalam.

Aku duduk terdiam ketika kilasan semalam berputar di kepalaku. Aku... aku dengan bodohnya menyelamatkan orang ini? Aku mendongak menatapnya, pakaiannya terlihat mahal, wajahnya terlihat seperti orang kaya manja, senyumnya sangat manis dan menggemaskan, dia sangat... tunggu, apa yang kupikirkan tentang dia? Aku menggeleng.

"Ayo tunawisma!" Dia menarik lenganku.

"Tunggu aku bilang," Aku berdiri, menatapnya dan menyadari bahwa aku lebih tinggi darinya.

Kau tahu aku terbilang sangat tinggi di keluarga Park hampir sama bahkan lebih tinggi dari Chanyeol, dan orang ini memiliki tinggi badan yang cukup tinggi jika berada di sekitar orang-orang dengan tinggi dua setengah kaki.

"Aku bukan tunawisma, aku seorang yang merantau, aku perantau mengerti?"

Dia mengangguk. "Um, ya." Jawabnya.

"Jadi jangan panggil aku tunawisma atau gelandangan, mengerti?"

"Oke, tapi siapa namamu tuan perantau yang baik?" Tanyanya dengan wajah yang cukup manis tapi aku tahu dia tengah mengeyel status orang rantauanku.

"Oh!" Dia tersentak dan aku terkejut karena itu. "Kita harus pergi ke restoran terdekat terlebih dahulu karena aku lapar, bisa?"

Tanpa menunggu jawabanku dia berbalik dan berjalan meninggalkanku. "Hei tunggu!" Jeritku lalu menyusulnya.

Tapi aku terhenti karena melupakan barangku. Aku kembali lalu mencari ranselku dan menemukannya tergeletak tak jauh di tempat kami tadi. Menggantungkannya di bahu lalu menyusulnya dengan cepat berkat kaki panjangku.

Kami berada di restoran yang ditunjukannya, aku melihat ke sekeliling lalu berpikir berapa harga salad persatu porsi. Man, kupikir ini restoran mahal.

Dia menarik kursinya, duduk di sana dengan senyum berseri lalu memerintahkan ku duduk dengan gestur tangannya. "Ti-tidakkah ini mahal?" Tanyaku sebelum mengambil kursi di seberangnya.

Dia tertawa mengejek sembari mengibaskan tangannya. "Kau tidak perlu khawatir, pesan saja dan makan." Jawabnya.

Kami akhirnya sarapan dengan menu sarapan Asia, kupikir menu sarapan Asia itu yang termurah.

YOOKHAE [LUWOO/CASWOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang