coba diulang

81 24 0
                                    

"terus selama abang ga bangun, kamu gimana?"
"hancur bang", chand membereskan makan siangnya sambil berbincang dengan bang ariq yang membaik di rumah sakit

Seperti biasa, hari liburnya dihabiskan seharian di rumah sakit, bahagianya sekarang yang membuat khawatir sudah bangun dari tidur panjangnya, chand sudah bisa bernafas dengan sangat lega, terserah dengan penat penat yang lain.

"selama itu ya abang jahat sama kamu", tak bisa dipungkiri ariq merasa sangat bersalah dengan adik semata wayangnya ini

"ngga jahat bang, cuma 3 bulan tanpa siapapun itu hampa banget, chand cuma bingung mau cerita sama siapa, chand bingung harus gimana", ariq mengelus kepala sang adik yang duduk di sebelah ranjangnya

"maaf ya chand, abang egois yang abang pikirin cuma gimana caranya bareng ibu aja, kamu terlantar, untung abang masih hidup chand, kalau lewat mungkin abang gaakan tenang dengan kamu yang terpuruk", ariq gemetar

"berhenti salahin diri sendiri bang, sekarang kita pikirin apa apa yang didepan, chand selalu ada buat abang"

"bang ariq lebih ada buat chand", mereka tertawa sepa, menelan pahit dunia bersama.

"manusia itu kembali bang", dengan berani chand membuka mulut tentang dia, abangnya masih diam tidak sepemikiran dengan chand

"dikta", chand seolah tau kebingungan abangnya

Ariq diam, membiarkan chand bercerita sampai akar, supaya tau hal baik apa yang harus diambil chand nantinya.

"dia balik dan minta maaf soal kepergiannya 4 tahun lalu, gatau chand harus percaya atau ngga, tapi dari matanya chand liat rasa bersalah bang"

"terus?" Ariq memberi potongan kata agar chand paham dirinya didengar

"ya chand gamau gitu aja iyain semua perkataannya, dia dulu pergi dengan cuek padahal chand lagi butuh rangkulannya, ya chand juga mau belajar cuek dengan kehadirannya"

Ariq merasa ada yang berubah dari chand, adiknya sudah berani ambil langkah, pemikirannya sudah berkutat jauh dari chand yang dulu. Jeleknya, chand pemaaf sudah terhapus, Ariq belajar mewajarkan semua, adiknya sudah hebat bertahan berbulan bulan lamanya, sebatang kara. Tak heran ia menjadi pribadi yang sedikit keras sekarang.

"chand bilang apa?"

"ga bilang apapun, chand cuma bilang gimana chand tumbuh selama 4 tahun juga bilang kalo chand ga butuh dia lagi"

"ga terlalu kasar chand?"

"aku bicara dengan halus, tidak ada nada naik yang membentak apalagi derai cengeng, aku bicara layaknya kami dua manusia yang baru kenal, kaget dengan diri sendiri yang selama ini bergantung padanya, apa apa dikta, kemana mana dikta, beli beli dikta, tapi harus sadar itu dulu, iyakan bang?"

"sudah makannya? Cuci tanganmu ya, jangan lupa minum air mineralnya lagi", Ariq tau langkahnya kurang tepat, chand pasti kesal dengannya, tapi mau dikata apa chand sedang emosi sekarang, memberi saran malah memperunyam semuanya.

Chand bangkit dan ke wastafel untuk mencuci tangan. Namun di sisi lain chand mendengarkan kata-kata abangnya 'apa tidak terlalu kasar bicara seperti itu pada dikta', chand memikirkan itu terus menerus.

Kembali ke ruang utama dan duduk disebelah ranjang abangnya, sembari memikirkan hal yang sama.

"menurut abang, chand harus gimana?"

Ariq pelan menarik nafas, semoga chand bisa mendengar

"memaafkan itu bukan untuk mereka yang salah, tapi mereka yang berlapang dada", ucap ariq.

Chand diam mendengar saran abangnya, apa baiknya dia harus menerima maaf dikta, lagipula bukan kehendak dikta pergi 4 tahun yang lalu, bukan kehendak dikta meninggalkannya saat drama musikalisasi pertamanya, bukan kehendak dikta meninggalkannya saat ibunya terbaring rapuh di rumah sakit, semua bukan kehendak dikta.





SENYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang