Fayra mulai menginjakkan kakinya ke dalam kelas. Namun saat Fayra menginjakkan kakinya ke dalam kelas, semuanya berubah menjadi hening. Semua orang memandangi Fayra dengan tatapan tak biasa.
Tiba-tiba Naura menghampiri Fayra dengan gaya alaynya dan berkata
" Dulu aja pake rok pendek eh sekarang udah sok alim, dulu gak pernah sholat tapi kenapa sekarang tiba-tiba jadi rajin ke masjid."Fayra tak menggubris apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Fayra juga sadar bahwa dirinya yang dulu memang banyak memiliki dosa.
" Mungkin ini cobaan," batin Fayra.
" Kenapa kamu diam aja?" tanya Naura pada Fayra dengan wajah sinis.
" STOP! Jangan cari gara-gara deh, Na!" Rani mencoba untuk menghentikan ulah Naura.
" Kenapa lo bela Fayra? Yang seharusnya lo bela itu gue!" ketus Naura.
" Ikut gue!" ucap Rani sambil menarik tangan Naura dan keluar kelas.
" Sumpah dehh kelakuan lo bikin gue gatau harus bilang apa." Rani mencoba untuk meredam rasa marahnya. Berkali-kali ia mencoba untuk menarik napas lalu membuangnya.
" Apa lo masih belum sadar dengan perubahan Fayra?" Emosi Naura mulai memuncak.
" Bukan itu yang gue permasalahin." Rani mencoba untuk berbicara dengan tenang pada Naura.
" Lalu?" tanya Naura sambil membalikkan badannya membelakangi Rani.
" Coba lo pikir ! Apa kata temen-temen nanti kalau mereka tau geng kita mulai pecah, padahal lho tau sendiri kan kalau geng kita ini geng yang paling solid dan paling hitz di sekolah ini." Nada bicara Rani mulai meninggi. Ia masih heran dengan ulah Naura.
" Emang udah pecah kan?" tanya Naura dengan sinis.
" Belum seratus persen pecah, masih bisa dipersatukan, Na." Rani yang tadinya berbicara dengan nada tinggi sekarang sudah turun. Rani yakin jika ia membalas Naura dengan nada tinggi berarti ia malah akan menambah perpecahan pada gengnya ini.
" Caranya?" Naura membalikkan badannya dan menghadap ke arah Rani.
" Asal lo mau menerima perubahan Fayra," jawab Rani santai.
" Gue coba tapi gak janji," ucap Naura lalu meninggalkan Rani yang masih berdiri di depan kelas.
***
" Jangan lupa nanti ekstra basket, ntar malah lebih mentingin ke masjid lagi," sindir Naura pada Fayra.
" Iya gue inget, ntar gue nyusul," kata Fayra lalu pergi meninggalkan Naura.
Sebenarnya Fayra sedang dilanda rasa bingung. Fayra ingin mengundurkan diri dari jabatannya yang menjadi kapten basket, karena Ia ingin fokus dengan hijrahnya sekarang. Tapi disatu sisi ia sangat sulit untuk mengikhlaskan jabatannya ini karena ia sudah susah payah untuk mendapatkan jabatannya itu.
Sedangkan hati nuraninya menyuruhnya untuk mengikhlaskan jabatannya dan memilih untuk fokus di jalan Allah.
Dengan perasaan dag dig dug Fayra mencoba untuk memberanikan diri dan masuk ke lapangan basket.
" Assalamu'alaikum temen-temen," salam sapa Fayra pada seluruh orang yang berada di lapangan basket itu.
" Wa'alaikumsalam kapten," jawab mereka semua dengan serempak kecuali Naura.
" Kenapa lo gak ganti baju, Ra?" tanya Rani pada Fayra saat melihat Fayra masih menggunakan seragam putih abu-abu.
" Iya gue gak ganti." Fayra mencoba untuk terus tersenyum dan menenangkan diri.
" Emm...sebenarnya gue mau ngomong sama kalian semua." Fayra mencoba untuk lebih rileks.
" Ngomong aja keles," sinis Naura.
" Sssttt." Rani mengisyaratkan pada Naura agar diam.
" Ngomong aja, Ra." Rani menyuruh Naura untuk melanjutkan pembicaraannya.
" Gue mau mundur dari jabatan ini," ucap Fayra singkat, padat, dan jelas.
" Maksud lho?" tanya Ella pada Fayra.
" Iya gue mau mundur dari jabatan ini dan gue mau keluar dari klub basket ini." Fayra lebih memperjelas apa yang dibicarakannya tadi.
" Gue masih belum ngerti apa yang lo bicarain." Sebenarnya Rani sudah paham dengan arah pembicaraan Fayra, tapi ia masih tak percaya dengan apa yang telah diucapkan Fayra tadi.
" Intinya si Fayra mau mundur dan keluar dari ekstra ini, paham kan lo?" ketus Naura.
" Maaf kalau selama ini gue banyak salah sama kalian, maaf juga kalau gue belum berhasil menjadi kapten yang baik, gue nitip klub basket ini ke Rani." Fayra mulai meneteskan air matanya yang sudah tidak bisa ia tahan lagi.
" Aduhh pake nangis," sinis Naura.
Fayra sama sekali tak menggubris celotehan Naura. Jika Ia menggubris celotehan Naura pasti hati Fayra akan sakit dan tangisnya semakin menjadi-jadi.
" Gue nitip nama baik klub basket sekolah kita ke lo yaa, Ran," ucap Fayra saat menyalimi Rani.
Sedari tadi setelah Rani meminta penjelasan pada Fayra, Ia hanya berdiam saja. Perasaan Rani bercampur aduk antara sedih dan kesal pada Fayra.
" Love you All," ucap Fayra sebelum Ia keluar dari lapangan basket.
Setelah Fayra keluar dari lapangan basket, Rani berlari menyusul Fayra.
" Tunggu," ucap Rani menghentikan langkah Fayra.
Fayra yang mendengar suara Rani lalu berhenti, " Kenapa, Ran?"
Rani diam, dia seperti sedang mengumpulkan kekuatannya untuk mencaci maki Fayra.
" Ternyata lo benar-benar berubah." Rani tak kuasa menahan air matanya.
" Apa alesan lo keluar dari klub basket ini ?" tanya Rani pada Fayra.
Belum sempat Fayra menjawab pertanyaan dari Rani, Naura malah datang menghampiri mereka dan berkata, " Dia lebih milih hijrahnya daripada kita, Ni."
" Ternyata kamu emang bener, Na."
Rani benar-benar menunjukkan rasa kesalnya terhadap Fayra." Kamu benar-benar sudah berubah, Ra," tambah Rani.
" Apa gue bilang." Naura menunjukkan ekspresi senangnya karena Rani sudah mempercayainya.
" Mulai sekarang persahabatan kita putus," ucap Rani sambil menghapus air matanya.
Rani dan Naura pergi meninggalkan Fayra sedangkan Fayra masih diam di tempat. Fayra masih merenungi kejadian yang terjadi beberapa menit yang lalu. Lagi lagi kau berikan cobaan padaku yaAllah
Jangan hina permulaan seseorang, karena kita tidak tau bagaimana akhirnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Berharga
RomanceSebuah kisah tentang penantian seorang gadis bernama Fayra Khairina Azzahra pada lelaki pemberi janji. "Aku pergi untuk mengkhitbahmu suatu hari nanti, akan ku buktikan pada mereka bahwa aku mampu meminangmu." begitulah ucapnya kala itu. "Percayala...