Part 1- Bukan Penantian

14 4 0
                                    

Suara kicauan burung menghiasi langit yang biru. Hari ini, terasa berbeda dari hari sebelumnya, entah apa. Yang jelas, hari ini Hira akan bertemu dengan Andra, sang pujaan hati yang telah menyelesaikan study S2 nya dari Singapura. Dan akan kembali dengan janji nya ketika masih menyelesaikan S1 di universitas ternama Indonesia saat Hira masih menjadi maba.

Senyuman demi senyuman selalu terbit dari bibir mungil Hira untuk hari ini. Maafkan Hira yang memikirkan seseorang yang belum muhrim. Tapi apalah daya, Hira hanya seorang hamba Allah yang masih jauh dari ketaatan kepada Nya. Astagfirullah, belum muhrim. Hira mengenyahkan fikirannya, tetapi tetap dengan senyuman kecilnya. Tak terasa, mobil yang dikendarai Hira sampai di sebuah kampus yang akan memberinya gelar wisuda di beberapa waktu mendatang.

Hira tampak paling semangat menduduki bangku paling depan dalam seminar kali ini. Tentunya, Andra sebagai motivatornya. Matanya berbinar melihat seseorang yang gagah maju ke atas panggung dengan wibawanya. Sekali lagi, Hira tersenyum karena, seorang lelaki di depannya sebentar lagi akan menjadi tamu di rumahnya dan akan menjadi pemilik raga dan hatinya yang pasti.

"Assalamualaikum Ira, senyum mulu nih kalau liat yang di depan" ujar sang sahabat. Clara, sang sahabat Hira dari SMA. Hanya Clara yang selalu dijadikannya tempat curhat, tempat sedihnya, bahagianya, selain Allah. "waalaikumussalam. Eh Cla, aku kira kamu bakal kesiangan, biasanya juga ngaret banget"
"kamu sih, semangatnya kelebihan. Belum juga jam 8 udah WA, ya udah aku kesini jam setengah 9 eh taunya emang udah mantengin dari sini." Hira tersenyum nyengir, bagaimanapun juga ia merasa malu pada sahabatnya sekarang. Karena, terlalu semangat menemui seseorang yang berhasil membawa hatinya dalam genggaman yang berbeda.

Acara sudah dimulai. Hira dan Clara menyimak dengan begitu serius dan pikiran Clara yang jauh kesana kemari. Memikirkan sahabatnya yang sebentar lagi menjadi perempuan dewasa. "Ra, kamu udah sejauh mana kenalan sama pak Andra?" tanya Clara penasaran.
"kan kamu tau, aku jaga jarak dulu sama Andra, jadi nanti aja pas kita mulai lamaran, kita mempersiapkan sesuatu untuk kedepannya barengan." Clara hanya menganggukan kepalanya. Ternyata Andra masih menjaga jarak yang sudah pastti belum halal. Clara merasa bersyukur sahabatnya akan bersama orang yang tepat.

"Saatnya sesi tanya jawab dari peserta yang masih keliru, 2 orang silahkan angkat tangan" ucap moderator di acara seminar tersebut. Clara membujuk Hira agar mengacungkan tangannya. Tapi Hira kekeh tidak ingin. Masalahnya, apa yang akan ia tanyakan?

Seseorang di belakang Hira berdiri
mengacungkan tangan. Membuat seluruh peserta seminar ikut membalikan kepala ke arah perempuan tersebut. Termasuk Hira dan Clara yang penasaran akan pertanyaan yang akan di ajukan perempuan tersebut.
"Assalamualaikum pak. Sebelumnya, saya minta maaf akan mengajukan pertanyaan diluar materi yang bapak sampaikan. Tapi, saya yakin, bapak bisa menjawab pertanyaan tersebut." Andra tampak mengangguk kepada wanita tersebut.
"Apakah wajib bagi setiap muslim perempuan untuk memakai jilbab?" Andra nampak berpikir dan tersenyum kemudian. Dia berdiri siap untuk menjawab pertanyaan tersebut "jilbab bagi seorang muslimah sudah tentu wajib dalam al quran. Apalagi di zaman sekarang yang begitu bahaya bagi seorang perempuan. Allah telah mencantumkan kewajiban tersebut di dalam alquran. Maka dari itu, tidak ada alasan untuk tidak memakainya." jawab Andra dengan tegas dan lantang.

"Maukah bapak berjanji untuk membimbingku masuk islam dan berada dalam kebenaran selama sisa masa hidup saya? Maaf jika saya bertanya seperti ini, tapi jika bapak tidak mau, berarti agama yang saya yakini sekarang lebih benar."
Hira dan Clara sangat terkejut. Hira tau apa maksud perempuan itu. Secara tidak langsung,perempuan itu meminta Andra menjadi pedamping hidupnya. Clara langsung melirik Hira yang nampak berkaca-kaca. Sebagai sahabat pun, Clara merasa sakit hati apalagi sahabatnya, Hira. Andra menatap kursi yang Hira tempati, tampak raut bersalah yang menghampiri Andra.

Andra merasa kebingungan. Jika ia menjawab tidak, mungkin perempuan itu tidak akan selamat dalam hidupnya. Jika ia menjawab iya, seseorang yang sudah ia taruh rasa sejak pertama kali bertemu akan tergores hatinya. Andra nampak berpikir, sampai ia menemukan jawaban yang tepat. "saya akan menerima tawaran anda, untuk selanjutnya, kita bicarakan ini nanti."

Hira langsung keluar ruangan tersebut. Seseorang yang ia nanti kehadirannya, yang membuatnya merasakan getaran cinta, yang membuatnya bertahan dari kesendiriannya, yang membuatnya menolak laki-laki baik yang datang ke rumahnya, hanya demi satu alasan, Andra. Hira berjalan cepat sambil terus merafalkan istighfar dalam hatinya. Ternyata benar, jika kita berharap pada selain Allah, ujungnya akan kecewa. Jika kita hanya berharap pada Allah, semua akan lebih baik. Maafkan hambamu ini yaAllah.

Hira memasuki mobil dan segera menancapkan gas. Tetapi, seseorang menghalanginya di depan mobil. "Ra, bisa kita ngobrol dulu sebentar?" Hira terdiam dan Andra membuka pintu mobil Hira. "Kita pergi ke cafe aku sebentar. Aku akan jelasin apa yang aku ucapkan tadi." Hira tidak menjawabnya dan langsung menancap gas ke tempat yang di tuju. Tidak ada percakapan di dalam mobil, Hira yang tetap diam berusaha menahan air matanya jika ia berbicara. Dan Andra yang sesekali melirik ke arah Hira yang sedang menyetir. Dengan tangan di satukan berusaha kuat.

Masing-masing dari mereka turun dan Hira yang memimpin jalan menentukan kursi yang akan mereka gunakan. Tanpa basa basi, Hira langsung bertanya "apa yang mau kakak jelasin lagi? Aku tidak habis fikir, kakak tega mengorbankan aku yang lama menanti kakak lulus demi orang yang beberapa menit lalu meminta kakak menjadi pendampingnya?" Hira berkata sambil menundukan kepalanya. Sungguh, ia lemah di depan Andra saat ini. Ia tak kuasa menahan air matanya yang tumpah begitu saja saat ia baru saja membuka mulutnya.

Andra nampak bersalah atas keputusannya. Ia tidak berpikir akan sangat melukai wanita yang ia sayangi. "Ra, aku gak ada niat buat nikahin perempuan tadi. Aku hanya ingin membimbingnya saja agar dia masuk agama kita dan selamat dunia akhirat. Dia butuh pertolongan Ra, ngertiin aku sekali saja."

"Kak, tadi itu wanita meminta janji, dan kakak menyetujuinya. Sekarang, kakak mau main-main? Kakak tidak ingin menempati janji yang kakak buat?" tanya Hira menggebu-gebu.

"maaf, sekali lagi maaf. Kakak tidak ingin membuat kamu terluka dengan keputusan kakak. Jadi, tolong sekali ini saja, tunggu kakak sebentar lagi untuk membantunya, berikan kakak waktu sebentar lagi. Aku yakin, kamu bukan wanita egois Ra."

"iya, Hira egois sama kakak. Sampai Hira menolak orang yang baik menurut ayah. Sampai Hira masih sendiri di saat teman Hira sudah memiliki hidupnya sendiri. Sampai Hira menunggu bertahun-tahun, sampai Hira...hiks..hikss" Hira tak kuasa menahan air matanya. "maaf kak, Hira harus pulang, gak baik pergi berdua dan berlama lama sedangkan kita bukan siapa-siapa."

"Ra, tunggu, pikirkan untuk tunggu kakak sebentar lagi, kakak janji untuk hidup bersama kamu" teriak Andra. Hira melenggang pergi tanpa menoleh. Sungguh, saat ini Hira merasa sakit yang paling dalam. Seperti orang yang di berikan harapan tanpa tanggung jawab. Hira malu pada keluarganya yang sudah mengetahui akan kedatangan Andra ke rumahnya. Ia merasa bersalah pada ayahnya karena pernah menolak apa yang dikatakan ayahnya. Sungguh, saat ini Hira hanya butih sang Pencipta, ia tak bisa menahan sendiri bebannya. Ia ingin berbagi dengan pencipta Nya. Setidaknya Hira akan merasa lebih baik.

23/Des/18

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hanya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang