2

1.3K 119 12
                                    

"Ini laporan perusahaan ayah beberapa tahun belakangan ini." Mebuki menyerahkan tumpukkan dokumen kepada Sakura.

"Terima kasih, Kaa-san."

"Jujur saja, Kaa-san memang tidak terlalu baik dalam menjalankan perusahaan. Maaf kalau sudah mengecewakanmu dan ayah."

"Tidak, Kaa-san." Sakura tersenyum sembari membaca dokumen itu. "Setidaknya Kaa-san berhasil melunasi hutang perusahaan. Itu bukanlah hal yang mudah."

"Tapi tetap saja, perusahaan kita tidak berkembang." Mebuki mendesah, mengungkapkan keluh kesahnya.

"Kalau begitu, biar aku yang mengembangkan perusahaan ini. Hotel, restoran, perjalanan wisata, semuanya akan kuusahakan."

"Tapi bagaimana caranya? Melakukan hal itu tidaklah mudah. Apalagi kau hanya lulusan keperawatan, Sakura."

"Siapa bilang melakukan itu semua mudah, Kaa-san?" Sakura terkekeh geli. "Ada kalian yang akan membantuku, kan? Aku pasti bisa melakukannya."

"Sakura ..."

"Dengan kalian, aku percaya." Wajah Sakura mendadak muram, tapi tidak lama. Karena Sakura langsung tersenyum kembali. "Setidaknya aku masih punya kalian, kan? Keluarga yang akan selalu berdiri di belakangku, yang akan menopangku di kala kesusahan."

"Tentu saja, Sakura. Kami akan melakukan itu," ujar Sasuke yang tiba-tiba muncul di celah pintu kamar Sakura yang sedikit terbuka.

"Eh, Sasuke? Masuklah." Mebuki mempersilahkan masuk.

Sasuke tersenyum kecil, namun jenaka. Dengan langkah percaya diri, ia memasuki kamar itu.

"Aku sudah membuat beberapa desain undangan pernikahan kami. Aku ingin meminta pendapat kalian, mana yang paling bagus?"

"Kau sudah meminta pendapat pada Mikoto dan Izumi?"

"Sudah, Bibi."

"Mereka memilih yang mana?"

Sasuke menyodorkan dua buah undangan ke hadapan Mebuki dan Sakura.

"Mereka memilih yang emas dan silver. Sangat sulit untuk menentukan yang paling bagus."

Benar kata Sasuke. Kedua undangan itu sangatlah bagus. Desainnya tidak berlebihan, terdapat ukiran yang Sasuke gambar sendiri. Terlebih lagi, warna yang Sasuke berikan membuat undangan tersebut terlihat elegan.

"Kalau aku lebih suka yang silver." Sakura menimang-nimang. "Kalau Kaa-san?"

"Kaa-san juga suka yang silver."

Sasuke menjentikkan jarinya. "Kalau begitu, kita pilih yang silver."

Sakura dan Mebuki mengangguk. Karena ingin memberi ruang pada Sakura dan Sasuke, akhirnya Mebuki pamit hendak keluar dari kamar.

"Kaa-san lapar, ingin makan camilan. Kalian ngobrol-ngobrol saja di sini, oke?"

"Tapi, Kaa-san--"

"Oke, Bibi!" ujar Sasuke setengah berteriak, namun bersemangat.

Sakura mendengus, kini di kamarnya hanya ada dirinya dan Sasuke. Parahnya lagi, sekarang Sasuke menatapnya aneh. Dan itu membuat Sakura bergidik tidak karuan.

"Kapan kau mulai bekerja?" tanya Sasuke memulai percakapan.

"Besok. Agar karyawan tidak terkejut dengan pemimpin baru mereka nantinya."

"Sekalian saja kau bagikan undangan pernikahan kita pada mereka."

Sakura terkejut. "Eh? Undangan kita sudah jadi? Kukira yang di tanganmu itu baru desainnya saja."

"Kan sudah kubilang, aku sudah mempersiapkannya sejak kau datang kemari. Kau tahu? Semalam suntuk aku membuat desain undangan ini."

"Seharusnya kau tidak usah memaksakan diri seperti itu, Sasuke."

"Kalau untuk pernikahan kita, apapun rela kulakukan. Karena aku sudah menantikannya sejak lama." Sasuke tersenyum lembut. "Apalagi, ini adalah pernikahan pertama sekaligus terakhirku."

Sakura terdiam beberapa saat karena perasaannya agak tidak karuan saat ini.

"Kupikir kau terlalu berlebihan, Sasuke. Pernikahan cepat dan kau yang mempersiapkan semuanya, apa itu tidak berlebihan?"

Dahi Sasuke mengernyit tidak suka, karena merasa tersinggung. "Maksudmu apa, Sakura? Aku melakukan ini semua juga demi dirimu."

"Jangan mencintai seseorang terlalu dalam, seolah-olah kau dibuat mabuk oleh rasa cintamu itu."

" ... "

"Maaf kalau ucapanku keterlaluan. Tapi sikapmu itu, seperti tergila-gila padaku."

"Memangnya salah kalau aku tergila-gila padamu, hm?"

"Bukan begitu. Hanya saja ... aku takut perasaanmu berubah dan berbalik menjadi membenciku."

" ... "

"Jadi kumohon, pahamilah keresahanku ini."

Sakura tertunduk, ia tidak berani menatap Sasuke sama sekali. Karena ia tahu, pasti pria itu kesal karena ucapannya barusan.

"Sudah selesai bicaranya?" ujar Sasuke yang sudah pasti terdengar amat kesal.

Sakura mengangkat wajahnya. Belum sempat ia membalas, Sasuke sudah menarik dagunya dan mencium bibirnya dengan cepat.

Sakura terkejut bukan main, namun perlahan ia bisa mengikuti irama Sasuke dalam menciumnya.

Ciuman itu terasa lembut, namun tetap panas. Lalu Sasuke mendorong Sakura hati-hati hingga menabrak dinding. Refleks, Sakura meremas-remas rambut Sasuke guna memperdalam ciuman mereka.

Sasuke menyeringai di balik ciuman mereka. Sakura terlihat menikmatinya dan itu membuat Sasuke senang.

Hingga akhirnya, Sasuke mengakhiri ciuman itu. Dahi Sakura berkedut keheranan karena Sasuke begitu sebentar menciumnya.

"Kenapa berhenti?" tanya Sakura dengan napas memburu.

"Memang kenapa? Kau ingin menikmatinya lagi?" tanya balik Sasuke dengan senyum jahil. "Itulah salah satu alasanku ingin cepat menikahimu."

"Sasuke--"

"Dan buanglah semua kekhawatiran tidak bergunamu itu. Aku tidak suka kau mengatakan hal seperti itu lagi. Mengerti?"

Sakura terdiam sejenak. Kemudian ia mengangguk cepat sambil tersenyum lega.

"Mengerti."

***

Bagaimana dengan part 2 ini? Tinggal menunggu badainya dateng sih, hehe.
-Maul

Hidden Scar: Luka Membawa PetakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang