6. Yakiyah

186 13 1
                                    

Sudah Allah cukupkan kebutuhanmu, masih pantaskah kau mengeluh kekurangan segalanya?

☆☆◇☆☆

Afkarina. Seorang gadis berusia 17 tahun. Dia baru saja lulus Madrasah Aliyah (MA) di pesantren beberapa bulan lalu.

Sebagai santri yang sudah tidak aktif di sekolah formal, dia memilih sering ikut membantu pekerjaan di Dhalem utara. Terkadang dia akan ikut beberes jalanan utama pesantren.

Pagi ini matahari baru saja mengintip malu-malu di ujung langit timur. Afka sudah berjongkok di belakang Musollah selatan. Tangannya sibuk mencabuti rumput liar yang tumbuh di pojokan tembok musollah.

Sambil bersenandung solawat dia terus mencabuti rumput kecil yang masih terlihat hijau. Alias baru tumbuh.

"Ketika kita beberes. Membesihkan rumah, halaman atau apalah. Niatkan segalanya karena ibadah kepada Allah. Selain itu niatkan untuk membersihkan hati kita yang kotor. Yang berpenyakit. Insya Allah, dosa-dosa kita akan tercerabut bersamaan dengan bersihnya lingkungan kita."

Terkenang nasehat Kiai Zain, Afka tersenyum.

"Allah Maha Indah. Dan Allah menyukai keindahan. Maka dari itu jagalah diri dan lingkungan kita tetap bersih dan tampak indah. Agar Allah mencintai kita dengan perantara keindahan."

Afka menggeser kakinya ke samping utara. Kedua kakinya meninggalkan tanah yang sudah bersih dari rumput liar. Tangannya semakin cekatan memindahkan rumput yang sudah tercabut ke dalam tong sampah kecil yang dia persiapkan.

"Ciee yang lagi rajin arao (mencabut rumput liar). Mau di bantuin nggak?" Naira, santri daerah B mendekati Afka yang segera mendongak.

"Boleh. Ayoo mbak. Nyupre (mengharap) barokah."

"Beneran?"

"Iya."

"Tapi nanti sama pengurus di tegor. Ini kan kawasan dekat Dhalem."

"Yeee si Mbak. Kita kan mau arao. Bukan mau beli pentol di toko tante May." Celetuknya terkekeh.

"Heheh iya juga sih."

Naira berjongkok tak jauh dari Afka. Ikut mencabut rumput.

Suasana tampak sepi. Para santri sedang sibuk dengan aktifitas masing-masing. Ada yang sedang mandi, kajian kitab nahwu, setoran tilawah, dan ada pula yang hanya bersantai.

"Afka. Kamu di Dhikani (di panggil)  Gus Akbar di Dhalem utara."

Faiqa, salah satu abdi Dhalem utara berlari menghampiri Afka yang segera berdiri.

"Ada apa mbak?"

"Di suruh nirter (menanam). Sekarang mau bajak sawah. Mau di tanam jagung. Eh jagung apa kacang yah." Tukasnya bingung. "Aaah gak tau deh. Pokoknya kamu harus segera kesana. Dari tadi beliau nanyain kamu." Lanjutnya.

"Sendirian?" Tanyanya.

"Nggak. Sama Mbak Royhah. Dia udah berangkat dari tadi."

"Mbak Naira, minta tolong sampahnya di buang yah. Saya mau ke Dhalem dulu."

"Ok, Deg."

Afka meninggalkan mereka berdua sambil berlari. Seperti biasa saat dirinya di panggil ke Dhalem, dia akan bergegas. Takut Gus, Nyai atau pun Kiai yang tengah memanggilnya menunggu lama.

Santri Bi Idznillah (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang