17. Kacamata Baru Untuk Ayah

481 16 0
                                    

Kisah ini bukan asli karangan Alvie. Cerita ini Alvie adaptasi dari sebuah "buku milik negara" waktu SD. Entah apa judulnya. Apalagi nama pengarangnya.

Yang pasti Alvie hanya ingin menyampaikan pesan dan hikmah dalam bingkisan kisah ini.

Kisah ini Alvie tulis pada: Sabtu, 07 Agustus 2010 pada sebuah buku sekolah. Saat itu, Alvie sangat suka pada kisah ini. Berhubung buku aslinya harus di kembalikan pada lemari sekolah, maka saat meminjamnya Alvie salin (tulis) pada buku biasa.

Dengan mengubah nama tokoh dan beberapa adegan. Tetapi dengan sangat jujur Alvie katakan, kisah ini bukan asli karya Alvie. 😊😊




◇◇◇◇◇
◇◇☆◇◇☆☆☆☆◇◇☆◇◇
◇◇◇◇◇






((Sabtu, 07 Agustus 2010))

Jova duduk di taman sambil menatap bunga-bunga yang sedang mekar. Dua ekor kupu-kupu berkejaran kearah selatan. Angin semilir sejuk dan segar.

"Huh!" Keluh Jova berdiri. Lalu mengambil ember plastik yang berisi air. Perlahan disiramnya sekumpulan bunga mawar dan beberapa jenis bunga lainnya.

Biasanya Jova menyiram taman bunga bersama kedua kakaknya. Tetapi hari ini ia menyiram taman hanya sendirian. Adapun kedua kakaknya sedang memasak karena ibunya sedang sakit.

Ayah Jova seorang guru SD. Tidak ada sambilan lain. Artinya, tidak bekerja lagi setelah mengajar. Sawah ataupun ladang tidak punya. Hanya dari gaji guru itulah mereka hidup.

Jova dan kedua kakaknya mengerti keadaan orang tuanya. Mereka selalu rukun.

Perlahan Jova meletakkan ember. Memandang sekeliling. Diamat-amatilah tanaman bunga. Barangkali ada yang belum tersiram.

Setelah mencuci tangan dan kaki Jova pergimenghampiri ledua kakaknya di dapur.

"Selesai, Va?" Tanya Giska--kakaknya yang pertama.

"Beres." Sahut Jova menghampiri Alfha yang sedang mengulek garam dan bawang serta asam.

"Kau sudah lapar? Sabar. Ini bumbunya masih di ulek." Ujar Alfha.

Jova tersenyum. Dia duduk di kursi kecil dekat rak piring.

"Ayo sana mandi, Va." Perintah Giska.

"Baik, Kak." Sahutnya berdiri.

Tak lama kemudian terdengar pintu di ketuk. Giska bangun dan membukakan pintu. Ayah dan Ibu datang dari rumah sakit.

"Sudah makan semuanya?" Tanya Ayah mereka.

"Belum, Yah." Sahut Jova.

Merekapun makan dengan lahap. Kedua orang tua mereka bangga mempunyai anak perempuan yang sudah pandai memasak. Masakan mereka juga enak. Ibu mereka yang paling bangga. Tak sia-sia mendidik mereka.

Malam harinya, Guskan dan adik-adiknya mendengarkan nasehat ayahnya di ruang tengah. Setelah selesai mereka berangkat tidur.

Malampun hening. Di kejauhan terdengar peluit kereta api malam. Memecah kesunyian.

◇◇◇◇

Giska kelas enam SD. Sedangkan Alfha kelas lima. Adapun Jova maaih kelas tiga. Mereka selalu ramah dan sopan pada siapa saja. Terutama kepada orang tua dan guru-gurunya. Disekolah mereka di segani oleh teman-temannya. Selain itu, mereka di kelas masing-masing termasuk anak yang pandai. Bagi mereka, meskipun pandai tak pernah menyombongkan diri. Mereka selalu bersikap mengalah dan rendah hati.

Santri Bi Idznillah (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang