[2]

5.1K 863 118
                                    

VOTE & COMMENT JUSEYO

Jaemin menikmati makan malamnya dengan tenang malam itu, ia sepertinya lupa dengan surat yang ia terima tadi siang. Efek kelelahan membersihkan kamarnya. Di sisi lain meja, Sicheng berulang kali mendesah frustasi, bingung harus memulai darimana. Makanannya terabaikan.

"Ibu, jangan mengacak makanan. Ibu bilang itu tidak baik." suara Jaemin menyadarkan Sicheng yang sedari tadi memutar pastanya dengan garpu tanpa berniat menyuapkannya.

Dilihatnya makanan di piring Jaemin sudah bersih. Sicheng meneguk segelas air, tiba-tiba merasa haus lalu menyingkirkan piring makanannya yang masih utuh.

"Jaemin. Soal sekolahmu," Sicheng memulai pembicaraan.

Jaemin hanya menatap Sicheng tenang. Ia memang ingin bersekolah di salah satu sekolah yang memiliki almamater berwarna kuning itu, tapi jika ibunya menolak karena tidak sanggup membiayai maka ia akan menerimanya. Jaemin memang penurut, asalkan ibunya bahagia dan tidak kesulitan maka ia akan melakukannya.

"Jaemin, bahasa Inggrismu bagus kan?" tanya ibunya tiba-tiba membuat Jaemin bingung.

Bahasa Inggris? Jaemin bisa meski dengan lidah Asianya, ia jago menggunakan bahasa internasional itu meski usianya masih muda. Tentu saja, Jaemin cerdas. Ia bisa bahasa ibunya, China dan Korea karena tinggal di Korea tentunya, serta Inggris.

Jaemin hanya mengangguk mengiyakan.

"Kau akan sekolah di Inggris, nak." lanjut Sicheng setelah melihat Jaemin mengangguk.

Jaemin menganga, otaknya sedang mencerna kalimat yang ibunya ucapkan barusan.

Apa katanya? Inggris? Bahkan untuk masuk sekolah bagus di Korea saja mereka tak mampu, bagaimana ia bisa ke Inggris?

Jaemin membuka mulutnya hendak bertanya namun Sicheng menyuruhnya diam dan mendengarkan semua yang akan ia katakan.

"Kau penyihir, Jaemin. Sama seperti ayahmu. Dan seperti semua anak yang mendapat surat undangan yang kau terima tadi siang, kau akan pergi ke sekolah sihir di Inggris." lanjut ibunya.

Rahang Jaemin terjatuh, ingatkan ia untuk menutup mulutnya sebelum lalat masuk.

Dia penyihir? Ayahnya juga? Apa ini lelucon? Ada apa dengan ibunya? Apa jangan-jangan saat Jaemin pergi ke rumah keluarga Huang, kepala ibunya membentur sesuatu ya?

"Kau sebetulnya bisa menolak, atau ibu bisa menolaknya. Tapi ayahmu pasti ingin kau pergi kesana, melanjutkan jejaknya atau setidaknya mengetahui siapa ayahmu sebenarnya." ucap sang ibu sendu.

Jaemin tidak tahu harus berkata apalagi sekarang. Jika Jaemin bukan bocah laki-laki yang sehat mungkin sekarang ia sudah terkena serangan jantung.

"Ibu tahu ini mengejutkanmu sayang, tapi pikirkanlah semuanya baik-baik. Saat kau berkata ingin pergi, maka ibu akan langsung mengirim surat balasan bahwa kau mendaftar." Sicheng menutup pembicaraan dengan menaruh piring kotor ke wastafel lalu mengecup kening Jaemin seraya mengucapkan selamat tidur dan mimpi indah.

Malam itu, Jaemin tak tertidur barang sedetikpun, ia hanya terduduk diatas ranjang memikirkan yang ibunya ucapkan sembari memandang amplop cokelat miliknya yang sudah ia buka.

Hocus - FocusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang