Koridor sekolah terlihat begitu padat pada hari pertama awal semester genap. Gellar dan Gita jalan berdampingan sambil sesekali menyapa beberapa teman mereka yang tidak sempat bertemu saat liburan. Kebanyakan orang bertanya tentang kondisi Gita setelah kejadian kemah waktu itu, syukurnya kondisi Gita sudah kembali sehat.
"GITA!"
Suara perempuan dari arah belakang membuat yang dipanggil menoleh. Gita pikir yang memanggilnya adalah Sarah, tapi ternyata bukan.
"Bunga?" sahut Gellar dan Gita bersamaan. Gita refleks melirik Gellar sebelum menghampiri Bunga. "DEMI APA LO SEKOLAH DI SINI?!"
"AH SENENG BANGET KETEMU KALIAN!" seru Bunga kegirangan.
Gellar berjalan menyusul Gita dan berhenti tepat di belakangnya. Ia memerhatikan perempuan yang sedang berpelukan dengan sahabatnya, masih belum sepenuhnya percaya bahwa ia bertemu perempuan itu lagi di sini.
"Hai Lar!" sapa Bunga setelah Gita melepas pelukannya. "Tambah ganteng aja lo," katanya sambil menepuk lengan Gellar.
Kontak fisik itu membuat jantung Gellar bergedup lebih cepat dari sebelumnya. Bukan karena takut dan gugup, tapi Gellar merasa tiba-tiba ia seperti kembali ke masa-masa SMP dulu, saat ia pertama kali menyukai perempuan.
"Lah, dari dulu kali?"
"Ih, kok lo nggak ngasih tau kalau mau pindah sekolah?" Gita menggamit lengan perempuan yang sudah dikenalnya sejak duduk di bangku SMP itu, lalu berjalan di sepanjang koridor.
"Lo kapan dateng dari Batam?" tanya Gellar.
"Seminggu yang lalu. Sorry banget gue gak sempet ngabarin soalnya gue sibuk ngurus pindah sekolah segala macem gituuuu."
"Terus kerjaan bokap lo di Batam gimana?"
"Udah selesai Git, sekarang dia balik lagi ke Jakarta jadi gue sama nyokap gue pindah lagi ke sini."
"Ooh, terus kakak lo?" tanya Gellar.
"Kakak gue kan kuliah di Jakartaaa jadi dia nggak ribet ngurus pindahan."
"Iya? Di mana?"
"Di UI, emang gue belum ngasih tau ya?"
"Ngasih tau gimana? Kita aja udah jarang kontak-kontakan," jawab Gellar.
"Duh, apa kali Lar? Lo aja terakhir enggak bales SMS gue, jadi gue kira nomor lo nggak kepake lagi. Gita juga gak bales-bales, terus telepon gue nggak diangkat-angkat."
Kata-kata Bunga barusan membuat Gellar dan Gita mengingat hari itu, saat Gellar akhirnya memberitahu Gita tentang perasaannya terhadap Bunga. Usia mereka masih empat belas tahun dan Bunga baru seminggu pergi meninggalkan mereka di Jakarta.
Setelah ia mengatakan yang sebenarnya kepada Gita, Gellar mengabaikan pesan-pesan singkat dan telepon dari Bunga. Ia juga mati-matian melarang Gita untuk berhubungan dengan Bunga, entah apa alasannya.
"Hp gue rusak waktu itu, "jawab Gellar penuh dengan kebohongan.
"Kok lo jadi lebih tinggi dari gue ya Bung?" Berusaha megalihkan pembiacaraan, Gita berjinjit menyamakan tinggi badannya yang berbeda sekian senti dari Bunga.
"Lo mah emang gak tumbuh dan berkembang." Gellar menyahuti.
"Bacot lo."
"Gila lo berdua masih awet aja! Berantemnya masih sama! Oh iya, lo berdua kelas berapa? Gue IPA-3 nih dan gue nggak tau kelas gue di mana."
"Yah, Bung, gue sama Gellar IPS-1." Gita melirik Gellar saat mengucapkan namanya.
"Oh! IPA-3 lo berarti sekelas sama Hari, Bung," sahut Gellar mengingat Hari temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maps (SELESAI)
Teen FictionGellar dan Gita tak hanya bersahabat, namun juga menghayati hubungan mereka sebagai tali yang tidak akan putus. Bertahun-tahun hidup berdampingan setelah lahir di hari yang sama membuat keduanya semakin dekat dan erat. Kini, mereka telah menginjak u...