"Kalau diajak ngomong nengok kek!" protes Gellar yang sedang duduk di sebelah Gita sambil memainkan pulpen di tangannya.
"Iya tunggu sebentaaar, sabar. Liat dong gue lagi ngapain!" Gita tidak kalah sewot. Ia fokus dengan salinan daftar nama anak-anak yang remedial dan yang tidak ikut remedial mata pelajaran Geografi. Bu Dini menyuruhnya mendata nama anak-anak dari tiga kelas sosial agar ia punya salinannya dan dunia masih tidak tahu kenapa Bu Dini memilih Gita.
"Lagian rajin."
"Emak lo tuh yang nyuruh gue." Gita menulis nama Gellar Raffi Elmanda di daftar nama anak-anak yang tidak ikut remedial. "Cie, gak remed."
"Jaman remed?" ledek Gellar sambil menusuk-nusuk lengan Gita dengan pulpen yang ia pegang. "Makanya belajar kalau mau ulangan!" lanjutnya, kini sembari memukul kepala Gita dengan pulpen itu.
"Diem aja kenapa sih kalau ngomong? Tangannya gak usah usil sana-sini!"
"Eh Git, pulang ngambil kaset PS dulu ya?" Sekarang pulpen itu sedang menari-nari di depan hidung Gita, mengganggu pengelihatannya dan membuyarkan konsentrasi.
"Lar, awas ih!"
"Lama lu."
"GELLAR!"
Teriakan Gita yang cukup menggelegar membuat hampir seisi kelas menoleh ke arahnya, dan berganti menatap Gellar yang terbahak-bahak di depan kelas sebab ia baru saja memasukkan pulpen ke dalam hidung Gita.
"Bodoh banget, sumpah," gerutunya kesal sambil memegangi hidungnya yang nyeri. "Gue pulang sendiri!"
"Lah sono! Hahaha."
"Babi."
***
Suara bel pulang berdering nyaring tepat saat guru Bahasa Indonesia menutup buku di atas meja. Beberapa murid masih ada yang bertahan untuk mendengarkan penjelasan pak Budi di jam-jam terakhir, sisanya sudah bermain di alam mimpi.
Sembari membereskan barang-barangnya, Gita menyikut teman sebangkunya sampai ia berhasil membuat Sarah terbangun.
"Udah pulang, Sar," ujarnya pelan.
Sarah menggumam tidak jelas layaknya orang yang baru bangun tidur. Ia melihat ke sekeliling, teman-temannya pun melakukan hal yang serupa seperti apa yang ia lakukan.
"Cepet banget perasaan?"
"Iyalah, lo tidur. Gue tadi belajar kayak naik onta, lamaaa banget mana pak Budi kalau ngomong alus bikin ngantuk."
"Kenapa gak tidur?"
"Nggak, gue kasian aja sama dia abis tadi yang gak tidur cuma delapan orang."
"Waktu itu pernah cuma dua." Sarah mulai merapikan barang-barangnya.
"Git, mau mampir dulu gak?" tanya Gellar yang tiba-tiba sudah ada di samping meja Gita dan Sarah.
"Pergi lo!"
"Misi-misi," Sarah mendorong pelan Gellar agar ia memberikan ruang untuk nya berjalan. "Gue balik duluan ya!" ujarnya.
"Iyee hati-hati," jawab Gellar. "Eh, Gitgit, cepetan mau mampir dulu gak ke rumah Ryan? Gue mau ambil kaset PS, nih!"
"Gue pulang naik angkot."
"Dih, yaudah." Gellar tidak mau kalah jutek walaupun ia tahu Gita masih marah karena tragedi pulpen tadi. Ia membiarkan Gita jalan melewatinya, lalu Gellar mengikuti di belakang.
"Lo beneran mau pulang naik angkot? Emang lo bisa? Emang lo ngerti?"
Tanpa menghiraukan sahabatnya itu, Gita mengambil ponsel di saku seragamnya dan menyentuh-nyentuh layar. Kemudian ia menempelkan benda itu di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maps (SELESAI)
Roman pour AdolescentsGellar dan Gita tak hanya bersahabat, namun juga menghayati hubungan mereka sebagai tali yang tidak akan putus. Bertahun-tahun hidup berdampingan setelah lahir di hari yang sama membuat keduanya semakin dekat dan erat. Kini, mereka telah menginjak u...