Chapter 1ntroduction

38 8 2
                                    

Matahari menyelusup melalui celah-celah tirai yang tertutup, terurai oleh angin yang sepoi-sepoi. Mata Vanesha menyipit, terkena sinarnya. Tubuhnya meliuk dibalik selimut tebal di atas ranjang. Memperbaiki posisi tidurnya, lalu hendak kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

Mendadak, sinar itu menyerbunya. Wajah Vanesha berpaling, matanya terperanjat karena silau. Seorang wanita paruh baya, kini tengah berada dalam kamar Vanesha dan membuka tirai yang tadinya tertutup.

"Vanesha, ayo bangun! Ini udah pagi, kamu gak ke sekolah?" Ujar wanita itu sembari membuka selimut yang menutupi tubuh Vanesha.

"Iya Ma, sebentar, 5 menit deh," jawab Vanesha pada ibunya, Risna.

"Enggak, gak ada lima menit lima menitan, sekarang udah jam 6,"

Vanesha tersentak.

"Jam 6?"

Otomatis, Vanesha berlari menuju kamar mandinya dan lekas berganti pakaian untuk pergi ke sekolah. Vanesha sudah muak mendengar omelan guru tatib beserta tatapannya. Terlalu malas memikirkan poin pelanggaran yang telah menumpuk.

"Ma, kayaknya Nesha bakal telat lagi nih," resah Vanesha pada ibunya.

"Ya itu salah kamu sendiri, Nesha! Udah berapa kali ayah bilang, bangun pagi dan jangan lelet, tapi kamu masih saja begitu," timpal laki-laki paruh baya pada anaknya, Vanesha.

"Pokoknya ayah gak mau kebut-kebutan lagi," tambahnya.

Vanesha diam mendengarkan nasihat ayahnya yang selalu sama di pagi hari. Lebih baik diam, daripada harus menentang ayahnya sendiri. Lagipula, itu juga salah Vanesha.

Dengan terburu-buru Vanesha menyiapkan mata pelajaran hari ini, lalu memakaikan kaos kaki di kakinya beserta sepatu hitam bertali. Ayahnya sudah menunggunya di motor sedari tadi. Vanesha pamit kepada ibunya, kemudian bergegas pergi ke sekolah dengan pemandangan lambaian tangan ibu dan anak.

Sekitar 15 menit perjalanan, Vanesha sampai di sekolah. Untungnya, cewek lemot ini tidak terlambat. Vanesha bersalaman pada ayahnya, lalu berlari menuju gerbang sebelum akhirnya ditutup.

"Untung aja, kurang dua menit bel masuk," ujar Vanesha dengan napas tersenggal-senggal.

"Sha!"

Vanesha menoleh. Ada yang memanggilnya. Ia tampak kenal dengan suara itu, suara perempuan.

"Tumben Lo gak telat, Sha!" Cewek itu terkekeh pelan seraya mengejek Vanesha.

"Wah rese Lo! Lo tuh kok tumben Lys dateng jam segini?"

"Gue kemarin begadang, Sha. Habis nonton drakor, hehe," Lysa menyengir idiot.

Vanesha menatap Lysa kecewa, "yaudah yuk, ke kelas, males ngomong sama Lo pagi-pagi,"

Lysa dan Vanesha berjalan beriringan. Menyusuri koridor kelas senior beserta ruang lainnya. Suasana tampak sepi, karena para murid telah memasuki ruang kelas. Sedangkan Vanesha dan Lysa tetap santai berjalan menyusuri sekolah.

Mereka saling membicarakan banyak hal sepanjang perjalanan. Canda, tawa, kekehan, dan ekspresi bahagia tertebar di seluruh tempat yang mereka lewati. Hingga ketika banyak kisah yang diceritakannya telah usai, suasana sedikit damai yang perlahan sayup.

Di tengah kesunyian yang melanda. Seorang laki-laki bertubuh —jangkung— berlari dengan tergesa-gesa menerobos jarak 0 km antara Vanesha dan Lysa.

Si lelaki menoleh, "Sorry, sori banget, gue lagi buru-buru. Lo gak papa, Sha?" Ucapnya pada Vanesha yang tersungkur di sisi kanan tubuh sahabatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love's UndeliveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang